Orde Baru: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
GlennMandagi1 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(40 revisi perantara oleh 19 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 13:
|event_start = [[Kepresidenan Sementara Soeharto|Kepresidenan Soeharto dimulai]]
|date_start = 12 Maret
|year_start = 19671966
|event1 = [[Pemilihan Presiden Indonesia 1968|Pelantikan Soeharto sebagai Presiden definitif]]
|date_event1 = 27 Maret 1968
Baris 23:
|date_end = 21 Mei
|year_end = 1998
|p1 = SejarahOrde IndonesiaLama (1959-19651959–1965)
|flag_p1 = Flag of Indonesia.svg
|p2 = Timor Portugis
|flag_p2 = Flag of Portugal.svg
|s1 = SejarahReformasi Indonesia (1998-sekarang1998–sekarang)
|flag_s1 = Flag of Indonesia.svg
|flag_s2 = Flag of the United Nations.svg
Baris 34:
|flag_type = [[Bendera Indonesia|Bendera]]
|image_coat = Coat of Arms of Indonesia Garuda Pancasila.svg
|symbol_type = [[Lambang nasionalnegara Indonesia|Lambang nasionalnegara]]
|image_map = Location Indonesia 1978.svg
|image_map_caption = Peta Indonesia tahun 1978
Baris 40:
|capital = [[Jakarta]]
|largest_city = capital
|national_anthem = ''[[Indonesia Raya]]''<br /><div style="padding-top:0.5em;">[[File:Indonesiaraya.ogg|center]] </div>
|national_motto = ''[[Bhinneka Tunggal Ika]]'' <br /> <br />'''[[Ideologi]]: '''''[[Pancasila]]''<ref>{{cite web|url=http://countrystudies.us/indonesia/86.htm|title=Pancasila|publisher=U.S. Library of Congress|date=3 February 2017|access-date=5 February 2017|url-status=live |archive-url= https://web.archive.org/web/20170205010135/http://countrystudies.us/indonesia/86.htm |archive-date=5 February 2017}}</ref>{{sfn|Vickers|2005|p=117}}
|common_languages = [[Bahasa Indonesia|Indonesia]]
|religion = {{plainlist|
*'''Hanya diakui:'''{{efn|Berdasarkan Penjelasan Pasal 1 [[wikisource:id:Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1965|Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965]] (sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969, ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 1/PNPS Tahun 1965) jo Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 477/74054 tanggal 18 November 1978.}}
*'''Hanya diakui:'''
*[[Islam di Indonesia|Islam]]
*[[Protestanisme di Indonesia|Protestan]]
*[[Katolik di Indonesia|Katolik]]
*[[Hindu di Indonesia|Hindu]]
Baris 53:
|currency = [[Rupiah]] (Rp)
|currency_code = IDR
|leader1 = [[Jenderal]] [[Soeharto]]
|year_leader1 = 1967-1998
|title_leader = [[Presiden Indonesia|Presiden]]
Baris 70:
|year_deputy6 = 1998
|legislature = [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia]]
| upper_house = "Utusan daerah dan golongan"
| lower_house = [[Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia|Dewan Perwakilan Rakyat]] (DPR)
|stat_year1 = 1966
|stat_pop1 = 103.025.426
Baris 77 ⟶ 79:
|stat_pop3 = 201.581.000
|today = {{flagicon|Indonesia}} [[Indonesia]] <br /> {{flagicon|Timor Leste}} [[Timor Leste]]
}}
{{Infobox historical era
| name = Orde Baru
| location = [[Indonesia]]
| start = 1966
| end = 1998
| image =Collectie NMvWereldculturen, TM-20019413, Dia- Schildering ter gelegenheid van het 40-jarig jubileum van de viering van Onafhankelijkheidsdag, Henk van Rinsum, 08-1985.jpg
| alt =
| caption =
| before = [[Transisi ke Orde Baru]]
| including = [[Kepresidenan Sementara Soeharto|Kepresidenan sementara Soeharto]]
| after = [[Era Reformasi]]
| monarch =
| leaders= [[Soeharto]]
| key_events = {{bulleted list|[[Pembantaian di Indonesia 1965–1966|Pembantaian 1965–1966]]|[[Supersemar]]|[[Palapa|Peluncuran Palapa tahun 1976]]|[[Pendudukan Indonesia di Provinsi Timor Timur|Pendudukan Indonesia atas Timor Timur]]|[[Krisis finansial Asia 1997]]|[[Kerusuhan Mei 1998]]|[[Kejatuhan Soeharto]]}}
}}
{{Sejarah Indonesia}}
 
'''Orde Baru''' (sering kali disingkat '''Orba''') adalah sebutan bagi masa pemerintahan [[Presiden Republik Indonesia|Presiden]] [[Jenderal]]kedua Indonesia, [[Soeharto]], di [[Indonesia]]. Orde Baruyang menggantikan [[SejarahOrde IndonesiaLama (1950-19591959–1965)|Orde Lama]] yangpresiden merujuk kepada era pemerintahansebelumnya, [[Soekarno]]. Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya [[Surat Perintah Sebelas Maret|Surat Perintah 11 Maret 1966]].{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=2}} Orde Baru berlangsung dari tahun [[1966]] hingga [[1998]]. Dalam jangka waktu tersebut, [[ekonomi Indonesia]] berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik [[korupsi]] yang merajalela dan pengekangan kebebasan berpendapat.
 
== Latar belakang ==
Meski telah merdeka, Indonesia pada tahun 1950 hingga 1960-an berada dalam kondisi yang relatif tidak stabil.{{sfn|Vatikiotis|1998|p=1}} Bahkan, setelah Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949, keadaan politik maupun ekonomi di Indonesia masih labil karena ketatnya persaingan di antara kelompok-kelompok politik.{{sfn|Vatikiotis|1998|p=1}} Keputusan Soekarno untuk mengganti sistem parlemen dengan [[Demokrasi terpimpin di Indonesia|Demokrasi Terpimpin]] memperparah kondisi ini dengan memperuncing persaingan antara angkatan bersenjata dengan [[Partai Komunis Indonesia]], yang kala itu berniat mempersenjatai diri.{{sfn|Vatikiotis|1998|p=1}} Sebelum sempat terlaksana, peristiwa [[Gerakan 30 September]] terjadi dan mengakibatkan diberangusnya [[Partai Komunis Indonesia]] dari Indonesia.{{sfn|Vatikiotis|1998|p=1}} Sejak saat itu, kekuasaan Soekarno perlahan-lahan mulai melemah.{{sfn|Vatikiotis|1998|p=2}}
 
== Supersemar dan kebangkitan Soeharto ==
=== Kelahiran Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (Supersemar) ===
[[Berkas:Surat Perintah Sebelas Maret - President version.jpg|200px|jmpl|Di kemudian hari, Supersemar diketahui memiliki beberapa versi. Gambar ini merupakan Supersemar versi Presiden.]]
Orde Baru lahir dari diterbitkannya Surat Perintah Sebelas Maret ([[Supersemar]]) pada tahun 1966, yang kemudian menjadi dasar legalitasnya.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=2}} Orde Baru bertujuan meletakkan kembali tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=2}}
 
Kelahiran Supersemar terjadi dalam serangkaian peristiwa pada tanggal 11 Maret 1966. Saat itu, [[Kabinet Dwikora II|Sidang Kabinet Dwikora yang disempurnakan]] yang dipimpin oleh Presiden Soekarno sedang berlangsung.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=3}} Di tengah-tengah acara, [[ajudan]] presiden melaporkan bahwa di sekitar istana terdapat pasukan yang tidak dikenal.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=2}} Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Presiden Soekarno menyerahkan pimpinan sidang kepada Wakil Perdana Menteri (Waperdam) II [[Johannes Leimena|Dr. Johannes Leimena]] dan berangkat menuju [[Istana Bogor]], didampingi oleh Waperdam I [[Dr. Subandrio|Dr Subandrio]], dan Waperdam III [[Chaerul Saleh]].{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=3}} Leimena sendiri menyusul presiden segera setelah sidang berakhir.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=3}}
 
Di tempat lain, tiga orang perwira tinggi, yaitu [[Mayor Jenderal]] [[Basuki Rachmat]], [[Brigadir Jenderal]] [[M. Yusuf]], dan [[Brigadir Jenderal]] [[Amir Machmud]] bertemu dengan [[Letnan Jenderal]] [[Soeharto]] selaku Menteri Panglima [[Angkatan Darat Indonesia|Angkatan Darat]] dan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban [[Pangkopkamtib|(Pangkopkamtib)]] untuk meminta izin menghadap presiden.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=3}} Segera setelah mendapat izin, pada hari yang sama tiga perwira tinggi ini datang ke Istana Bogor dengan tujuan melaporkan kondisi di ibu kota Jakarta meyakinkan Presiden Soekarno bahwa [[Angkatan BersenjayaBersenjata Republik Indonesia]], khususnya [[Angkatan Darat]], dalam kondisi siap siaga.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=3}} Namun, mereka juga memohon agar Presiden Soekarno mengambil tindakan untuk mengatasi keadaan ini.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=3}}
 
Menanggapi permohonan ini, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah yang ditujukan kepada Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, dan stabilitas pemerintahan demi keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=3}} Perumusan surat perintah ini sendiri dibantu oleh tiga perwira tinggi ABRI, yaitu [[Mayor Jenderal]] [[Basuki Rahmat|Basuki Rachmat]], [[Brigadir Jenderal]] M. Yusuf, [[Brigadir Jenderal]] [[Amirmachmud|Amir Machmud]], dan [[Brigadir Jenderal]] [[Sabur]], Komandan Pasukan Pengawal Presiden [[Tjakrabirawa]].{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=3}} Surat perintah inilah yang kemudian dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=3}}
 
=== Pemberangusan Partai Komunis Indonesia ===
[[Berkas:Lieutenant Colonel Suharto.jpg|200px|jmpl|Soeharto (1949)]]
Sebagai tindak lanjut keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret, [[Letnan Jenderal]] Soeharto mengambil beberapa tindakan. Pada tanggal 12 Maret 1966, ia mengeluarkan surat keputusan yang berisi pembubaran dan larangan bagi [[Partai Komunis Indonesia]] serta ormas-ormas yang bernaung dan berlindung atau senada dengannya untuk beraktivitas dan hidup di wilayah Indonesia.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=3}} Keputusan ini kemudian diperkuat dengan Keputusan Presiden/Pangti ABRI ABRI/Mandataris MPRS No.1/3/1966 tanggal 12 Maret 1966.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=4}} Keputusan pembubaran [[Partai Komunis Indonesia]] beserta ormas-ormasnya mendapat sambutan dan dukungan karena merupakan salah satu realisasi dari [[Tritura]].{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=4}}
 
Pada tanggal 18 Maret 1966, Soeharto mengamankan 15 orang menteri yang dinilai tersangkut dalam [[Gerakan 30 September]] dan diragukan etika baiknya yang dituangkan dalam Keputusan Presiden No. 5 Tanggal 18 Maret 1966.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=4}} Ia kemudian memperbaharui Kabinet Dwikora yang disempurnakan dan membersihkan lembaga legislatif, termasuk [[MPRS]] dan [[DPRGR]], dari orang-orang yang dianggap terlibat [[Gerakan 30 September]].{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=4}} Keanggotaan [[Partai Komunis Indonesia]] dalam MPRS dinyatakan gugur.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=4}} Peran dan kedudukan MPRS juga dikembalikan sesuai dengan UUD 1945, yakni di atas presiden, bukan sebaliknya.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=6}} Di DPRGR sendiri, secara total ada 62 orang anggota yang diberhentikan.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=4}} Letnan Jenderal Soeharto juga memisahkan jabatan pimpinan DPRGR dengan jabatan eksekutif sehingga pimpinan DPRGR tidak lagi diberi kedudukan sebagai menteri.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=4}}
 
Pada tanggal 20 Juni hingga 5 Juli 19551966, diadakanlah Sidang Umum IV MPRS dengan hasil sebagai berikut:
* [[Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966]] tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=5}} Selain mengangkat Supersemar menjadi Ketetapan MPRS, Ketetapan MPRS ini menyatakan bahwa Supersemar hanya berlaku hingga "Terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Hasil Pemilihan Umum."
* [[Ketetapan MPRS No. X/MPRS/1966]] mengatur Kedudukan Lembaga-Lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=5}}
* [[Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966]] tentang Kebijaksanaan Politik Luar Negeri RI Bebas Aktif.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=5}}
* [[Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966]] tentang Pembentukan Kabinet Ampera.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=5}}
* [[Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966]] tentang Peninjauan Kembali Tap. MPRS yang Bertentangan dengan UUD 1945.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=5}}
* [[Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966]] tentang Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan Perundang-undangan di Indonesia.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=5}} Ketetapan MPRS ini—yang banyak terinspirasi oleh [[Teori Hukum Murni]] [[Hans Kelsen]]—menyatakan sumber hukum RI adalah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]], [[Dekrit Presiden Republik Indonesia 1959]], Undang-Undang Dasar 1945, dan Supersemar itu sendiri, serta memisahkan (''decoupling'') Pancasila menjadi [[Teori Hukum Murni#Norma Dasar|norma dasar]] ({{lang|de|grundnorm}}) sumber segala hukum di Indonesia, termasuk Undang-Undang Dasar 1945 itu sendiri.
* [[Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966]] tentang Pembubaran [[Partai Komunis Indonesia]], Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang Diseluruh Wilayah Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=5}} "Komunisme/Marxisme-Leninisme" (''[[sic]]'') dalam Penjelasan Ketetapan MPRS ini termasuk "[p]aham atau ajaran ... yang terkait pada dasar-dasar dan taktik perjuangan yang diajarkan oleh [[Leninisme|Lenin]], [[Stalinisme|Stalin]], [[Maoisme|Mao Tse Tung]] dan lain-lain..."; namun, Ketetapan ini memperbolehkan "[pembelajaran] secara ilmiah, seperti pada Universitas-universitas, fahampaham Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam rangka mengamankan Pancasila ... secara terpimpin, dengan ketentuan, bahwa Pemerintah dan [[Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia#Masa DPR Gotong Royong tanpa Partai Komunis Indonesia (1965–1966)|DPR-GR]], diharuskan mengadakan perundang-undangan untuk pengamanan."
 
Hasil dari Sidang Umum IV MPRS ini menjadi landasan awal tegaknya Orde Baru dan dinilai berhasil memenuhi dua dari tiga tuntutan rakyat (tritura)Tritura, yaitu pembubaran [[Partai Komunis Indonesia]] dan pembersihan kabinet dari unsur-unsur [[Partai Komunis Indonesia]].{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=5}}
 
Selain dibubarkan dan dibersihkan, kader-kader [[Partai Komunis Indonesia]] juga dibantai khususnya di wilayah pedesaan-pedesaan di pulau Jawa.{{sfn|Vatikiotis|1998|p=33}} Pembantaian ini tidak hanya dilakukan oleh angkatan bersenjata,. namunNamun, juga oleh rakyat biasa yang dipersenjatai.{{sfn|Vatikiotis|1998|p=33}} Selain kader, ribuan pegawai negeri, ilmuwan, dan seniman yang dianggap terlibat juga ditangkap dan dikelompokkan berdasarkan tingkat keterlibatannya dengan [[Partai Komunis Indonesia]].{{sfn|Vatikiotis|1998|p=33}} Sebagian diasingkan ke Pulau Buru, sebuah pulau kecil di wilayah Maluku.{{sfn|Vatikiotis|1998|p=34}} Sejak pertengahan dekade 1980an1980-an, pada tanggal 30 September setiap tahunnya, pemerintah menayangkan [[Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI|film yang menggambarkan Partai Komunis Indonesia sebagai organisasi yang keji]].{{sfn|Vatikiotis|1998|p=1}}
 
=== Pembentukan Kabinet Ampera ===
Baris 134 ⟶ 151:
dan usaha rehabilitasi sarana ekonomi, peningkatan kegiatan ekonomi, dan pencukupan kebutuhan sandang.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=9}} Program jangka pendek ini diambil dengan pertimbangan apabila inflasi dapat dikendalikan dan stabilitas tercapai, kegiatan ekonomi akan pulih dan produksi akan meningkat.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=9}}
 
[[Soeharto]] kemudian memulihkan ekonomi dengan meminjam [[hutang]] kembali dan meminta untuk [[hutang]] sebelumnya untuk ditangguhkan.<ref>{{Cite news|last=Sugianto|first=Danang|title=Orde Baru Pulihkan Ekonomi Pakai Utang dari Negara Blok Barat|url=https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4310274/orde-baru-pulihkan-ekonomi-pakai-utang-dari-negara-blok-barat|websitework=detikFinance[[Detik.com|detikcom]]|language=id-ID|access-date=2022-05-25}}</ref>
 
Mulai tanggal 1 April 1969, pemerintah menciptakan landasan untuk pembangunan yang disebut sebagai [[Rencana Pembangunan Lima Tahun]] (Repelita).{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=9}} Repelita pertama yang mulai dilaksanakan tahun 1969 tersebut fokus pada rehabilitasi prasarana penting dan pengembangan iklim usaha dan [[investasi]].{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=9}} Pembangunan sektor pertanian diberi prioritas untuk memenuhi kebutuhan pangan sebelum membangun sektor-sektor lain.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=9}} Pembangunan antara lain dilaksanakan dengan membangun prasana pertanian seperti [[irigasi]], perhubungan, [[teknologi pertanian]], kebutuhan pembiayaan, dan kredit perbankan.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=9}} Petani juga dibantu melalui penyediaan sarana penunjang utama seperti [[pupuk]] hingga [[pemasaran]] hasil produksi.{{sfn|Mustofa Sh.|2009|p=9}}
Baris 152 ⟶ 169:
== Penataan Kehidupan Politik ==
=== Pembubaran [[Partai Komunis Indonesia]] dan Organisasi masanya ===
Dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas pemerintahan, Soeharto sebagai pengemban Supersemar telah mengeluarkan kebijakan:{{fact}}<ref name=":0" />
* Membubarkan [[Partai Komunis Indonesia]] pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan Ketetapan MPRS No IX/MPRS/1966
* Menyatakan [[Partai Komunis Indonesia]] sebagai partai terlarang di Indonesia
Baris 158 ⟶ 175:
 
=== Penyederhanaan Partai Politik ===
Pada tahun [[1973]] setelah dilaksanakan pemilihan umum yang pertama pada masa Orde Baru pemerintahan pemerintah melakukan penyederhanaan dan penggabungan (fusi) partai- partai politik menjadi tiga kekuatan sosial politik. Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada kesamaan ideologi, tetapi lebih atas persamaan program. Tiga kekuatan sosial politik itu adalah: <ref name=":0">{{factCite book|last=Warjio|first=|last2=Othman|first2=Muhammad Fuad|last3=Ladiqi|first3=Suyatno|date=Maret 2021|url=https://www.google.co.id/books/edition/GOOD_PARTY_GOVERNANCE/PP4kEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Penggabungan+partai-partai+politik+tersebut+tidak+didasarkan+pada+kesamaan+ideologi,+tetapi+lebih+atas+persamaan+program.+Tiga+kekuatan+sosial+politik+itu+adalah&pg=PA200&printsec=frontcover|title=Good Party Governance: Praktik Partai Politik di Indonesia dan Malaysia dalam Tata Kelola Pemerintahan yang Baik|location=Medan|publisher=Gerhana Media Kreasi|isbn=978-623-6149-01-0|pages=200|url-status=live}}</ref>
* [[Partai Persatuan Pembangunan]] (PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Parmusi, PSII, dan PERTI
* [[Partai Demokrasi Indonesia]] (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo
Baris 166 ⟶ 183:
 
=== Pemilihan Umum ===
Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu tahun [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1971|1971]], [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1977|1977]], [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1982|1982]], [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1987|1987]], [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1992|1992]], dan [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1997|1997]]. Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memenangkan Pemilu.<ref>{{Cite book|last=Rully Chairul Azwar|first=|date=2009|url=https://books.google.co.id/books?id=O1M0NZUhqXMC&pg=PA61&dq=%22Golkar+%22+mayoritas%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjDkNfr2qjrAhXCc30KHSKCAg0Q6AEwAHoECAAQAg#v=onepage&q=%22Golkar%20%22%20mayoritas%22&f=false|title=Politik komunikasi Partai Golkar di tiga era: Dari partai hegemonik ke partai yang berorientasi "pasar"|location=|publisher=Grasindo|isbn=978-979-025-690-3|pages=60|language=id|url-status=live}}</ref>
 
Pada Pemilu 1997 yang merupakan pemilu terakhir masa pemerintahan Orde Baru, Golkar memperoleh 74,51% dengan perolehan 325 kursi di DPR.<ref>{{Cite book|last=Bacharuddin Jusuf Habibie|first=|date=2006|url=https://books.google.co.id/books?id=eRtxAAAAMAAJ&q=%2251+persen+,+sehingga+memperoleh+325+kursi+*%22&dq=%2251+persen+,+sehingga+memperoleh+325+kursi+*%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwi3ibLL26jrAhXC7XMBHdVGCuYQ6AEwAHoECAEQAg|title=Detik-detik yang menentukan: jalan panjang Indonesia menuju demokrasi|location=|publisher=THC Mandiri|isbn=978-979-99386-6-4|pages=5|language=id|url-status=live}}</ref> Ini merupakan perolehan suara terbanyak Golkar dalam pemilu.<ref>{{Cite book|last=Firmanzah|first=|date=2008|url=https://books.google.co.id/books?id=RyvwaIFJJH8C&pg=PA7&dq=Golkar+1997+%22325+kursi%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwi8jrCr26jrAhV_7XMBHdhSB_MQ6AEwAHoECAQQAg#v=onepage&q=Golkar%201997%20%22325%20kursi%22&f=false|title=Mengelola partai politik: komunikasi dan positioning ideologi politik pada era demokrasi|location=|publisher=Yayasan Obor Indonesia|isbn=978-979-461-680-2|pages=7|language=id|url-status=live}}</ref> Adapun PPP memperoleh 89 kursi dan PDI mengalami kemorosotan perolehan suara dengan hanya mendapat 11 kursi di DPR.<ref>{{Cite book|last=Firmanzah|url=https://books.google.co.id/books?id=Xib3DQAAQBAJ&pg=PT78&dq=Golkar+1997+%22325+kursi%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwi8jrCr26jrAhV_7XMBHdhSB_MQ6AEwA3oECAYQAg#v=onepage&q=Golkar%201997%20%22325%20kursi%22&f=false|title=Persaingan, Legitimasi Kekuasaan, dan Marketing Politik: Pembelajaran Politik Pemilu 2009|publisher=Yayasan Pustaka Obor Indonesia|isbn=978-602-433-321-8|language=id}}</ref>
 
Kemorosotan perolehan suara PDIP disebabkan adanya konflik intern di tubuh partai berkepala banteng tersebut.{{fact}} PDI akhirnya pecah menjadi PDI Suryadi dan PDI Megawati Soekarno Putri yang sekarang menjadi [[PDIP]]. Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama masa pemerintahan Orde Baru telah menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan baik.{{fact}} Apalagi Pemilu berlangsung dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasia). Namun dalam kenyataannya, Pemilu diarahkan untuk kemenangan salah satu kontestan Pemilu saja yaitu Golkar. Kemenangan Golkar yang selalu mencolok sejak Pemilu 1971 sampai dengan Pemilu 1997 menguntungkan pemerintah yang perimbangan suara di MPR dan DPR didominasi oleh Golkar. Keadaan ini telah memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode, karena pada masa Orde Baru presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap pertanggungjawaban, rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa catatan.{{fact}}
 
=== Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI ===
Menurut Connie Rahakundini Bakrie, Orde Baru menempatkan militer sebagai pemain sentral dalam perpolitikan melalui doktrin Dwi Fungsi ABRI.<ref>{{Cite book|last=Connie Rahakundini Bakrie|first=|date=2007|url=https://books.google.co.id/books?id=ipwN_Dg8tJUC&printsec=frontcover&dq=Pertahanan+Negara+dan+Postur+TNI+Ideal+(2007)&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiFwYn73ajrAhUk8HMBHUfCC_gQ6AEwAHoECAAQAg#v=onepage&q=Militer%20di%20Indonesia%20mulai%20memiliki%20peran%20signifikan&f=false|title=Pertahanan negara dan postur TNI ideal|location=|publisher=Yayasan Obor Indonesia|isbn=978-979-461-665-9|pages=7|language=id|url-status=live}}</ref> Selain menjadi angkatan bersenjata, ABRI juga memegang fungsi politik, menjadikannya organisasi politik terbesar di negara. Timbulnya pemberian peran ganda pada ABRI karena adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan POLRI dalam pemerintahan adalah sama. di MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi dengan cara pengangkatan tanpa melalui Pemilu.{{fact}}
 
Dasar hukum pelaksanaan Dwifungsi ABRI di antaranya yakni Ketetapan MPR, yaitu sejak TAP MPR(S) No. II Tahun 1969 hingga TAP MPR No. IV Tahun 1978.<ref>{{Cite book|last=|first=|date=1978|url=https://books.google.co.id/books?id=FmlmBDUZa2IC&q=fungsi+ABRI+%22MPR+No.+IV+%22&dq=fungsi+ABRI+%22MPR+No.+IV+%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwi02d6E4ajrAhWf4nMBHQdjAHMQ6AEwAHoECAAQAg|title=Dwi fungsi dan kekaryaan ABRI|location=|publisher=Departemen Pertahanan-Keamanan|isbn=|pages=8|language=id|url-status=live}}</ref> Selain itu, dasar hukumnya yakni Undang-Undang (UU) No. 15 dan 16 tahun 1969 yang diperbarui menjadi UU No. 4 dan 5 tahun 1975.<ref>{{Cite book|last=|first=|date=1979|url=https://books.google.co.id/books?id=XYT5dldcJbMC&q=%22baru+diatur+dalam+UU+No.+15+dan+16+Tahun+1969+yang+telah+dirubah+oleh+UU+No.%22&dq=%22baru+diatur+dalam+UU+No.+15+dan+16+Tahun+1969+yang+telah+dirubah+oleh+UU+No.%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwivqKWD46jrAhWQlEsFHXjICzsQ6AEwAHoECAAQAg|title=Yudhagama|location=|publisher=TNI-AD|isbn=|pages=86|language=id|url-status=live}}</ref> Pengukuhan peran ABRI sebagai kekuatan sosial politik ditegaskan  dalam UU No. 20 Tahun 1982.<ref>{{Cite book|last=Jurdi Fajlurrahman|first=|date=2019|url=https://books.google.co.id/books?id=D1e-DwAAQBAJ&pg=PA295&dq=%22selaku+dinamisator+dan+stabilisator%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwij5JTL46jrAhVP6nMBHRWrCGoQ6AEwAHoECAQQAg#v=onepage&q=%22selaku%20dinamisator%20dan%20stabilisator%22&f=false|title=Hukum Tata Negara Indonesia|location=|publisher=Kencana|isbn=978-623-218-050-5|pages=295|language=id|url-status=live}}</ref> Dalam penjelasan pasalnya disebutkan bahwa prajurit ABRI dalam bidang sosial politik bertindak selaku dinamisator dan stabilisator.<ref>{{Cite book|last=Tambunan|first=Arifin Sari Sarunganlan|date=1991|url=https://books.google.co.id/books?id=TTkbAAAAIAAJ&dq=Arifin+Tambunan&focus=searchwithinvolume&q=dinamisator|title=Pejuang dan prajurit, konsepsi dan implementasi dwifungsi ABRI|location=|publisher=Pustaka Sinar Harapan|isbn=|pages=370|language=id|url-status=live}}</ref> Peran dinamisator sebenarnya telah diperankan ABRI sejak zaman Perang Kemerdekaan. Waktu itu Jenderal Soedirman telah melakukannya dengan meneruskan perjuangan, walaupun pemimpin pemerintahan telah ditahan Belanda. Demikian juga halnya yang dilakukan Soeharto ketika menyelamatkan bangsa dari perpecahan setelah [[Gerakan 30 September]], yang melahirkankan Orde Baru.
 
Sistem ini memancing kontroversi di tubuh ABRI sendiri.{{sfn|Vatikiotis|1998|p=62}} Banyak perwira, khususnya mereka yang berusia muda, menganggap bahwa sistem ini mengurangi profesionalitas ABRI.{{sfn|Vatikiotis|1998|p=62}} Masuknya pendidikan sosial dan politik dalam akademi militer mengakibatkan waktu mempelajari strategi militer berkurang.{{sfn|Vatikiotis|1998|p=62}}
Baris 197 ⟶ 214:
==== Pemulihan Hubungan dengan Malaysia ====
[[Berkas:IndoMalaycooperation.jpg|250px|jmpl|ka|Penandatanganan persetujuan normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia]]
Normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia dimulai dengan diadakannya perundingan di Bangkok pada 29 Mei - 1 Juni 1966 yang menghasilkan Perjanjian [[Bangkok]]. Isi perjanjian tersebut adalah: <ref> {{citeCite webnews|url=https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/06/184500369/berakhirnya-konfrontasi-indonesia-malaysia|title=Berakhirnya Konfrontasi Indonesia-Malaysia|editor-last=Nailufar|editor-first=Nibras Nada|first=Nibras Nada|last=Nailufar|work=[[Kompas.com]]}} </ref>
# Rakyat [[Sabah]] diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
# Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
Baris 210 ⟶ 227:
=== Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi ===
Untuk mengatasi keadaan [[ekonomi]] yang kacau sebagai peninggalan pemerintah Orde Lama, pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah:
* Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini didasari oleh Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966.<ref>{{factCite web|title=MADJELIS PERMUSJAWARATAN RAKJAT SEMENTARA|url=https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1966/XXIII~MPRS~1966TAP.HTM|website=JDIH Kemenkeu|access-date=2024-01-22}}</ref>
* [[MPRS]] mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan serta program stabilisasi dan rehabilitasi.
 
Baris 249 ⟶ 266:
=== Pembangunan Nasional ===
 
==== '''[[Trilogi Pembangunan]]''' ====
Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, maka langkah selanjutnya yang ditempuh pemerintah Orde Baru adalah melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang diupayakan pemerintah waktu itu direalisasikan melalui Pembangunan Jangka pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. {{fact}} Pambangunan Jangka Pendek dirancang melalui Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Setiap Pelita memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sedangkan Pembangunan Jangka Panjang mencakup periode 25-30 tahun. Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 yaitu:{{fact}}
# Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah Indonesia
Baris 271 ⟶ 288:
# Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
 
==== '''Pelaksanaan Pembangunan Nasional''' ====
Seperti telah disebutkan di muka bahwa Pembangunan nasional direalisasikan melalui Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Dan Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui program Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Selama masa Orde Baru, pemerintah telah melaksanakan enam Pelita yaitu:{{fact}}
 
==== '''Pelita I''' ====
Pelita I dilaksanakan mulai [[1 April]] [[1969]] sampai [[31 Maret]] [[1974]], dan menjadi landasan awal pembangunan masa Orde Baru. Tujuan Pelita I adalah meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik beratnya adalah pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.{{fact}}
 
==== '''Pelita II''' ====
Pelita II mulai berjalan sejak tanggal 1 April [[1974]] sampai 31 Maret [[1979]]. Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup berhasil. Pada awal pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I inflasi berhasil ditekan menjadi 47%. Dan pada tahun keempat Pelita II inflasi turun menjadi 9,5%.{{fact}}
 
==== '''Pelita III''' ====
Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April [[1979]] sampai 31 Maret [[1984]].<ref>{{Cite book|last=Sudirman|first=Adi|date=2019|url=https://www.google.co.id/books/edition/Ensiklopedia_Sejarah_Lengkap_Indonesia_d/oBc5EAAAQBAJ?hl=en&gbpv=1|title=Ensiklopedia Sejarah Lengkap Indonesia dari Era Klasik Sampai Kontemporer|location=Yogyakarta|publisher=Diva Press|isbn=9786023916573|pages=329|url-status=live}}</ref> Pelaksanaan Pelita III masih berpedoman pada Trilogi Pembangunan, dengan titik berat pembangunan adalah pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan.
 
==== '''Pelita IV''' ====
Pelita IV dilaksanakan tanggal 1 April [[1984]] sampai 31 Maret [[1989]]. Titik berat Pelita IV ini adalah sektor pertanian untuk menuju [[swasembada]] pangan, dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan [[mesin]] [[industri]] sendiri. Dan di tengah berlangsung pembangunan pada Pelita IV ini yaitu awal tahun [[1980]] terjadi [[resesi]].{{fact}} Untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan ekonomi, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal. Dan pembangunan nasional dapat berlangsung terus.
 
==== '''Pelita V''' ====
Pelita V dimulai 1 April [[1989]] sampai 31 Maret [[1994]]. Pada Pelita ini pembangunan ditekankan pada sector pertanian dan industri. Pada masa itu kondisi ekonomi Indonesia berada pada posisi yang baik, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun.{{fact}} Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
 
==== '''Pelita VI''' ====
Periode Pelita VI dimulai 1 April [[1994]] sampai 31 Maret [[1999]]. Program pembangunan pada Pelita VI ini ditekankan pada sektor ekonomi karena dipandang sebagai penggerak pembangunan. Program pada sektor ekonomi dipusatkan pada bidang industri dan pertanian. Pelita VI juga mengadakan program peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukung sektor ekonomi. Pada periode ini, pemerintahan Orde Baru berakhir akibat [[krisis moneter]] dan peristiwa politik dalam negeri yang melanda negara-negara [[Asia Tenggara]] termasuk [[Indonesia]]. Krisis ini menyebabkan gangguan terhadap pembangunan ekonomi.<ref>{{Cite book|last=Nufus, H., dan Ishmatiika, E. N.|date=2017|url=http://elearning.fkkumj.ac.id/pluginfile.php?file=%2F8728%2Fcourse%2Foverviewfiles%2FPancasila.pdf&forcedownload=1|title=Pancasila dalam Praktik Kebidanan|publisher=Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta|isbn=978-602-6708-16-8|pages=83-84|url-status=live}}</ref>
 
== Warga Tionghoa ==
Warga keturunan [[Tionghoa]] juga dilarang berekspresi. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan mengganti nama Tionghoa menjadi nama Indonesia agar terkesan sebagai "pribumi asli" Indonesia. Penggunaan aksara dan bahasa Tionghoa juga dilarang untuk penggunaan nama media massa dan perusahaan.
 
Satu-satunya media massa berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah [[Harian Indonesia]] yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia.<ref> {{cite web|url=https://tirto.id/hilangnya-identitas-orang-tionghoa-akibat-asimilasi-paksa-el92|title=Hilangnya Identitas Orang Tionghoa Akibat Asimilasi Paksa}} </ref> Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah [[ABRI]] meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya [[agama Konghucu]] kehilangan pengakuan pemerintah.
 
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh [[komunisme]] di Tanah Air. {{fact}} Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan. {{fact}}
 
Selain itu, warga keturunan Tionghoa juga harus memiliki [[Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia |SBKRI]] sebagai bukti kewarganegaraan Indonesia. Hal ini ditentang oleh banyak pihak karena dianggap diskriminatif. Pada akhirnya penggunaan SBKRI dihapus pada tahun 1996 dan diselesaikan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.<ref> {{cite web|url=https://historia.id/politik/articles/warga-tanpa-negara-vYbOa|title=Warga Tanpa Negara}} </ref>
 
== Konflik Perpecahan Pasca Orde Baru ==
Baris 329 ⟶ 346:
# Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)
# Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
# Kebebasan pers sangat terbatas, [[diwarnai]] oleh banyak koran dan majalah yang dibredel.
# Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "[[Penembakan Misterius]]" (atau disingkat sebagai "''petrus''")
# Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
Baris 340 ⟶ 357:
 
== Pasca-Orde Baru ==
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun [[1998]] dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "[[Indonesia: Era Reformasi|Era Reformasi]]".<ref>{{Cite webnews|last=Andryanto|first=S. Dian|date=2021-05-21|title=Kronologi Era Reformasi Ditandai dengan Presiden Soeharto Lengser|url=https://nasional.tempo.co/read/1464477/kronologi-era-reformasi-ditandai-dengan-presiden-soeharto-lengser|websitework=[[Tempo.co]]|language=id|access-date=2021-05-24|editor-last=Andryanto|editor-first=S. Dian}}</ref> Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
 
Transformasi pemerrintahan dari Orde Baru ke Era Reformasi berjalan relatif lancar meskipun disertai dengan kerusuhan [[kelompok etnik]] dan berpisahnya [[Timor Timur]]. Kelancaran transformasi pemerintahan ini lebih baik bila dibandingkan dengan negara [[Uni Soviet]] atau [[Yugoslavia]]. [[B. J. Habibie]] berperan sebagai tokoh yang mendirikan landasan pemerintahan yang baru ini.<ref>{{Cite book|last=Subkhan, A., dan Tim Litbang EMC|date=2016|url=https://books.google.co.id/books?id=zxpQDwAAQBAJ&pg=PA327&lpg=PA327&dq=lepasnya+Timor+Timur,+transformasi+dari+Orde+Baru+ke+Era+Reformasi+berjalan+relatif+lancar+dibandingkan+negara+lain+seperti+Uni+Soviet+dan+Yugoslavia.&source=bl&ots=NIkOppeyiD&sig=ACfU3U1HwT5HlWy2jQd3oJnQqPR_oDA6hg&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwidrqGo6LL1AhURSGwGHV5pA7oQ6AF6BAgCEAM#v=onepage&q=lepasnya%20Timor%20Timur%2C%20transformasi%20dari%20Orde%20Baru%20ke%20Era%20Reformasi%20berjalan%20relatif%20lancar%20dibandingkan%20negara%20lain%20seperti%20Uni%20Soviet%20dan%20Yugoslavia.&f=false|title=Top Sukses TKD Kampus Ikatan Dinas|location=Bantul|publisher=EMC|isbn=978-602-60236-9-8|editor-last=Tim Pena Mulia|pages=327|url-status=live}}</ref>
Baris 353 ⟶ 370:
 
== Referensi ==
{{Notelist}}
{{refs|30em}}
 
Baris 381 ⟶ 399:
 
{{refend}}
{{soeharto}}
{{Sejarah Indonesia navbox}}
{{Topik Indonesia}}