Partai Golongan Karya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gurunpasir (bicara | kontrib)
k Bantuan sumber.
Tag: Dikembalikan
Nyilvoskt (bicara | kontrib)
k Mengembalikan suntingan oleh Gurunpasir (bicara) ke revisi terakhir oleh Henri Aja
Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 28:
'''Partai Golongan Karya''' atau secara umum disingkat dengan '''Partai Golkar''' adalah sebuah [[partai politik di Indonesia]]. Didirikan sebagai '''Sekretariat Bersama Golongan Karya''' (''Sekber Golkar'') pada tahun 1964, dan berpartisipasi untuk pertama kalinya dalam pemilihan umum nasional pada [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1971|1971]] sebagai Golkar (''Golongan Karya''). Partai Golongan Karya tidak resmi menjadi partai politik hingga tahun 1999, ketika Golkar diperlukan untuk menjadi sebuah partai untuk mengikuti pemilihan.
 
Partai Golkar berkuasa dari tahun 1971 hingga 1999, di bawah kepemimpinan [[Presiden Indonesia|Presiden]] [[Soeharto]] dan [[B.J. Habibie]]. Kemudian bergabung dengan koalisi yang berkuasa di bawah presiden [[Abdurrahman Wahid]], [[Megawati Soekarnoputri]], dan [[Susilo Bambang Yudhoyono]]. Ketika [[Presiden Indonesia|Presiden Joko Widodo]] dari [[PDI-P]] terpilih pada tahun 2014, Partai Golongan Karya awalnya memilih untuk bergabung dengan koalisi oposisi yang dipimpin oleh mantan jenderal [[Prabowo Subianto]], periodeyang inipada direncanakanakhirnya [[Pemilihankembali kepalamengalihkan daerahdukungannya dikepada IndonesiaPemerintahan yang dipimpin oleh Presiden [[Joko Widodo]] akanpada kembalitahun ke2016.<ref>{{cite sistemnews|title=Golkar tidakmenyatakan langsung,dukungan anggotauntuk Jokowi|url=http://www.pressreader.com/indonesia/the-anggotajakarta-post/20160728/281582354994806|newspaper=The Jakarta Post |via=PressReader. com|date=28 Juli 2016}}</ref>
Fraksi Golkar pendukung terbanyak menyetujui dalam Sidang Paripurna DPR-RI tanggal 24 September 2014.<ref>https://lpmazas.umum.ac.id/pages/politik.html</ref>
Pada akhirnya kembali mengalihkan dukungannya kepada Pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden [[Joko Widodo]] pada tahun 2016.<ref>{{cite news|title=Golkar menyatakan dukungan untuk Jokowi|url=http://www.pressreader.com/indonesia/the-jakarta-post/20160728/281582354994806|newspaper=The Jakarta Post |via=PressReader. com|date=28 Juli 2016}}</ref>
 
Dalam perkembangannya, khususnya pasca Orde Baru, Partai Golkar berhasil bertransformasi menjadi partai modern yang mengadopsi nilai-nilai demokrasi.<ref>{{Cite web|last=Roni|first=Heriyandi|date=2006|title=Demokratisasi internal partai golkar pasca orde baru (1998-2004)|url=http://www.digilib.ui.ac.id/detail?id=20425939&lokasi=lokal|website=digilib.ui.ac.id|access-date=2022-12-22|archive-date=2022-12-22|archive-url=https://web.archive.org/web/20221222045907/http://www.digilib.ui.ac.id/detail?id=20425939&lokasi=lokal|dead-url=yes}}</ref> Pimpinan-pimpinan Partai Golkar juga berhasil menakhodai Golkar sebagai partai politik berpaham [[sentrisme]] yang merangkul semua golongan dengan mengedepankan semangat [[moderat]].
Baris 260 ⟶ 258:
 
=== Dualisme kepemimpinan ===
Pada akhir tahun 2014 terjadi dualisme kepengurusan dalam tubuh Partai Golongan Karya, yang dipimpin oleh [[Aburizal Bakrie]] hasil munas Bali dan [[Agung Laksono]] hasil munas Jakarta. Pada awal Maret 2015, [[Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia]] mengeluarkan surat keputusan yang mengesahkan Golkar yang dipimpin oleh [[Agung Laksono]]. Pada bulan April 2015, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengeluarkan putusan sela menunda pelaksanaan surat keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Hukum dan HAM [[Yasonna Laoly]] yang mengesahkan kepengurusan Partai Golongan Karya kubu Agung Laksono. Pada tanggal [[10 Juli]] [[2015]], empat hakim yang mengadili kasus tersebut, yaitu Arif Nurdu'a, Didik Andy Prastowo, Nurnaeni Manurung dan Diah Yulidar memutuskan untuk menolak gugatan yang diajukan oleh Ketua Umum Partai Golongan Karya hasil Munas Bali [[Aburizal Bakrie]] terkait dualisme kepengurusan partai. Putusan itu diambil dalam rapat permusyawaratan majelis hakim PTTUN Jakarta. Dengan dibacakannya putusan PTUN itu, kepengurusan Partai Golongan Karya yang kemudian diakui oleh pengadilan adalah hasil Munas Bali yang dipimpin oleh [[Agung Laksono]] sebagai ketua umum dan [[Zainudin Amali]] sebagai sekjen.<ref>[http://www.cnnindonesia.com/politik/20150711004353-32-65821/ptun-sahkan-golkar-agung-ical-akan-ajukan-kasasi/ "PTUN Sahkan Golkar Agung, Ical akan Ajukan Kasasi", diakses [[2 September]] 2015 ]</ref><ref>[http://news.detik.com/berita/2966086/vonis-ptun-jakarta-dianulir-agung-laksono-ketum-golkar "Vonis PTUN Jakarta Dianulir, Agung Laksono Ketum Golkar", diakses [[2 September]] 2015]</ref> Namun, pada Oktober 2015, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi yang diajukan oleh Partai Golongan Karya hasil Munas Bali pimpinan [[Aburizal Bakrie]]. Dualisme kepemimpinan ini mulai berakhir sejak tercapainya kesepakatan untuk rekonsiliasi yang dipimpin oleh mantan Ketua Umum Partai Golongan Karya juga Wakil Presiden [[Jusuf Kalla]] pada awal tahun 2016. Kedua kubu juga sepakat untuk menyelenggarakan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) pada pertengahan tahun 2016. Dualisme kepemimpinan ini resmi berakhir pada 17 Mei 2016 dimana Setya Novanto terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Golongan Karya<ref>{{Cite web
|url=https://nasional.kompas.com/read/2022/04/13/06440061/profil-ketua-umum-partai-golkar-dari-masa-ke-masa?page=all
|title=Profil Ketua Umum Partai Golkar dari Masa ke Masa - Kompas.com