Pembantaian Purwodadi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menambahkan referensi |
+{{Bencana di Indonesia tahun 1960an}} |
||
(21 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Pembantaian Purwodadi''' merupakan salah satu babak peristiwa pembantaian dan pembersihan sisa-sisa pengikut [[Partai Komunis Indonesia|Partai Komunis Indonesia (PKI)]] di [[Purwodadi, Grobogan]], [[Jawa Tengah]] pada tahun 1968. Pembantaian ini terkenal di dunia internasional setelah salah satu tokoh yang ikut di dalam pembersihan tersebut memberikan kesaksiannya dan ditulis serta disebarluaskan oleh [[Poncke Princen|HJC Princen (Poncke Princen)]] dan koran Harian KAMI dengan editornya yaitu [[Nono Anwar Makarim]]. Salah satu hal kontroversi dari kasus ini adalah adanya daerah yang diduga merupakan lokasi kuburan massal korban pembantaian.<ref name=":1">{{Cite web|url=http://historia.id/modern/penemuan-16-titik-kuburan-massal-di-purwodadi|title=Penemuan 16 Titik Kuburan Massal di Purwodadi|website=historia.id|language=id|access-date=2017-11-17}}</ref><ref name=":2">{{Cite news|url=http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-41993286|title=Ditemukan 'kuburan massal korban kekerasan 1965 ' di Purwodadi, Jawa Tengah|last=Affan|first=Heyder|date=2017-11-16|newspaper=BBC Indonesia|language=en-GB|access-date=2017-11-27}}</ref><ref name=":3">{{Cite web|url=http://ypkp1965.org/blog/2017/11/03/jejak-kuburan-massal-purwodadi-1/|title=Jejak Kuburan Massal Purwodadi [1]|website=ypkp1965.org|language=id-ID|access-date=2017-11-27}}</ref> Lokasi pembantaian tersebut diduga ada di daerah [[Kuwu, Kradenan, Grobogan|Kuwu]],
▲'''Pembantaian Purwodadi''' merupakan salah satu babak peristiwa pembantaian dan pembersihan sisa-sisa pengikut [[Partai Komunis Indonesia|Partai Komunis Indonesia (PKI)]] di [[Purwodadi, Grobogan]], [[Jawa Tengah]] pada tahun 1968. Pembantaian ini terkenal di dunia internasional setelah salah satu tokoh yang ikut di dalam pembersihan tersebut memberikan kesaksiannya dan ditulis serta disebarluaskan oleh [[Poncke Princen|HJC Princen (Poncke Princen)]] dan koran Harian KAMI dengan editornya [[Nono Anwar Makarim]]. Salah satu hal kontroversi dari kasus ini adalah adanya daerah yang diduga merupakan lokasi kuburan massal korban pembantaian.<ref name=":1">{{Cite web|url=http://historia.id/modern/penemuan-16-titik-kuburan-massal-di-purwodadi|title=Penemuan 16 Titik Kuburan Massal di Purwodadi|website=historia.id|language=id|access-date=2017-11-17}}</ref><ref name=":2">{{Cite news|url=http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-41993286|title=Ditemukan 'kuburan massal korban kekerasan 1965 ' di Purwodadi, Jawa Tengah|last=Affan|first=Heyder|date=2017-11-16|newspaper=BBC Indonesia|language=en-GB|access-date=2017-11-27}}</ref> Lokasi pembantaian tersebut diduga ada di daerah [[Kuwu, Kradenan, Grobogan|Kuwu]], hutan Monggot, sungai Ganjing, sungai Glugu, [[waduk Simo]], waduk Langon, [[Sendangtapak]], Daplang, [[Tegowanu, Grobogan|Tegowanu]], [[Kedungjati, Grobogan|Kedungjati]], [[Mojolegi, Teras, Boyolali|Mojolegi,Boyolali]], serta hutan Sanggarahan.<ref name=":2" />
== Latar Belakang ==
Lihat pula
Setelah peristiwa Gerakan 30 September menyebar luas ke publik Indonesia dan
=== Mamik ===
[[Berkas:Poncke 'Hajji Princen'.jpg|jmpl|H.J.C. Princen (Poncke Princen)]]
Pada Februari 1969, Poncke, Cees dan Henk pergi mengunjungi Purwodadi, Jawa Tengah. Ketiganya berhasil menemui Romo Ignatius Wignyosumarto, [[Pastor]] Gereja Katolik Purwodadi yang menceritakan tentang [[Pembantaian di Indonesia 1965–1966|pembunuhan massal anggota dan simpatisan PKI]]. Romo Wignyosumarto mendengar informasi itu dari Mamik, seorang anggota Pertahanan Rakyat (Hanra) yang turut dalam pembunuhan 50 orang lebih anggota dan simpatisan PKI. Kepada Poncke, Romo Wignyosumarto bercerita kalau Mamik mengalami trauma dan merasa berdosa karena turut membunuh 50 orang anggota dan simpatisan PKI. Terdorong rasa bersalah, Mamik meminta untuk diadakan pengakuan dosa. Kemungkinan, atas dasar kemanusiaan, Romo Wignyo
=== Kebimbangan Princen ===
Atas informasi Romo Wignyo, Princen, Cees dan Henk mengunjungi seluruh kamp tahanan yang ada di [[Kabupaten Grobogan|Grobogan]]. Di [[Kuwu, Kradenan, Grobogan|Kuwu]], ia menemukan bukti kuat adanya pembunuhan terhadap sekitar 860 orang tahanan di sana. Poncke dan kedua kawannya mengumpulkan kesaksian dari penduduk sekitar yang mengetahui adanya pembunuhan massal terhadap orang-orang PKI. Dalam otobiografinya Poncke mengatakan, “orang-orang yang ditangkap pada aksi pembersihan telah dibunuh dengan cara memukul kepala para korban dengan batangan besi. Ini dilakukan pada malam hari setelah [[Kereta Api Indonesia|kereta api]] ke [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]] lewat.”<ref name=":0" /><ref>{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/57124951|title=Century of genocide : critical essays and eyewitness accounts|last=Samuel.|first=Totten,|last2=S.|first2=Parsons, William|last3=W.|first3=Charny, Israel|date=2004|publisher=Routledge|isbn=9780415944304|edition=2nd ed|location=New York|oclc=57124951}}</ref>
Tapi mendadak hati Poncke bimbang. Dia harus memilih antara kawan atau [[Warga Negara Indonesia|rakyat Indonesia]] yang dicintainya. “Aku berada dalam pilihan sulit. Kalau berita itu sampai dimuat lebih dulu dalam koran Belanda, dan kemudian baru pers internasional, maka kami Komisi Hak-Hak Manusia, bisa dituduh tidak berbuat apa-apa dan tutup mulut karena takut,” kata Poncke dalam otobiografinya,
=== Siar Kabar oleh Poncke ===
[[Berkas:Jenderal TNI Surono Reksodimejo.png|jmpl|Panglima Kodam Diponegoro saat itu dijabat oleh Surono Reksodimedjo]]
Kabar itu pun segera tersiar. Poncke mengadakan jumpa pers di Jakarta pada 26 Februari 1969. Sehari setelah jumpa pers media nasional memberitakan tentang peristiwa di Purwodadi. Harian
Berbagai media massa yang terbit di
== Reaksi ==
=== Reaksi Pemerintah ===
[[Berkas:Jenderal TNI Maraden Panggabean.png|jmpl|Jenderal TNI Maraden Panggabean]]
Selang beberapa hari setelah tersiarnya kabar pembunuhan massal di Purwodadi, banyak petinggi [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat|Angkatan Darat]] waktu itu, seperti [[Panglima Tentara Nasional Indonesia|Panglima TNI AD]] Jend. [[Maraden Panggabean|M.
=== Reaksi Internasional ===
Cees dan Henk yang gagal membuat berita Purwodadi ekslusif akhirnya tetap mengangkat kasus itu di ''De Haagsche Courant''. Hasil reportase Cees dan Henk ternyata membawa dampak yang cukup besar. Berita itu menyulut reaksi dan gelombang protes dari masyarakat internasional, khususnya di [[Belanda]] terhadap rezim [[Orde Baru]]. Surat kabar Belanda ''Trouw'' edisi 19 April 1969 menyiarkan “surat terbuka” dari ''Comite Indonesie'' (Komite Indonesia) yang keberatan dengan niat jalinan kerjasama Belanda-Indonesia karena dengan demikian melegalkan pembunuhan massal yang telah dilakukan Indonesia. Di lain pihak pemimpin kelompok [[Indonesianis]] terkemuka, Dr. J.M. Pluvier menyatakan bahwa pemerintah Soeharto bertanggung jawab atas penangkapan terhadap orang-orang kiri dan diskriminasi terhadap [[Tionghoa-Indonesia|golongan Cina]].<ref name=":0" />▼
==== Reaksi di Belanda ====
Bola salju yang menggelinding sejak peristiwa pembunuhan massal di Purwodadi terungkap semakin membesar. Dalam rangka lustrum [[Universitas Katolik Nijmegen]], pada tanggal 17 April 1969 diselenggarakan sebuah ceramah dengan mengundang Menteri Keuangan RI, Drs. [[Frans Seda]] sebagai penceramah. Begitu Frans Seda naik ke pangung untuk mulai berceramah, Y. van Herte seorang mahasiswa menyela dan bertanya perihal peristiwa pembunuhan massal anggota PKI selama bulan Oktober 1965. Frans menyanggupi untuk menjawab pertanyaan itu setelah ia diberi kesempatan untuk memberikan ceramah terlebih dahulu. Ternyata mereka menolak dan meminta pertanggungjawaban Frans atas pembunuhan massal di Indonesia. Akibatnya suasana menjadi kacau, bahkan Frans Seda diteriaki sebagai ''Moordenaar dan lafaard..!''. Akhirnya ceramah dibatalkan dan Frans Seda keluar meninggalkan Aula Universitas lewat pintu belakang.<ref name=":0" />▼
▲Cees dan Henk yang gagal membuat berita Purwodadi ekslusif akhirnya tetap mengangkat kasus itu di
[[Berkas:Indonesia Ambassador to Belgium Frans Seda.jpg|jmpl|Frans Seda]]
▲Bola salju yang menggelinding sejak peristiwa pembunuhan massal di Purwodadi terungkap semakin membesar. Dalam rangka lustrum [[Universitas Katolik Nijmegen]], pada tanggal 17 April 1969 diselenggarakan sebuah ceramah dengan mengundang Menteri Keuangan RI, Drs. [[Frans Seda]] sebagai penceramah. Begitu Frans Seda naik ke
Prof. Dr. W.F. Wertheim, seorang [[Indonesianis]] yang juga menjadi salah satu anggota komite Indonesia, dalam sebuah wawancara dengan Majalah
[[Berkas:Persconferentie in Den Haag over de toestand in Turkije Mr. Ernst Utrecht , rech, Bestanddeelnr 931-8968.jpg|jmpl|Prof.Dr. Ernst Utrecht]]Posisi pemerintah Orde Baru semakin terpojok dengan terungkapnya kasus pembunuhan massal di Grobogan. Kasus Purwodadi yang dibongkar oleh Poncke telah menorehkan aib bagi Orde Baru di awal kekuasaannya. Tidak tanggapnya rezim Soeharto terhadap kasus Grobogan menimbulkan reaksi keras di luar negeri. Prof. Dr.
==== Reaksi di Luar Belanda ====
Bukan hanya pers Belanda, pers [[Thailand]] juga mengangkat kasus pembunuhan massal di Purwodadi sebagai berita, sehingga perhatian khalayak diarahkan ke Indonesia. Akibatnya Kedutaan Besar RI di Bangkok menjadi sasaran hujatan dan kritik pedas dari berbagai kalangan, baik dari pemerintah maupun organisasi sosial lainnya di [[Bangkok]]. Kasus Purwodadi
Berbeda dengan publik di Belanda, reaksi pers [[Amerika Serikat]] terhadap pembunuhan massal terbesar sesudah [[Perang Dunia II|Perang Dunia ke II]] itu dingin-dingin saja. Bahkan semenjak awal tersiar kabar penghancuran PKI di Indonesia, Majalah
▲Bukan hanya pers Belanda, pers Thailand juga mengangkat kasus pembunuhan massal di Purwodadi sebagai berita, sehingga perhatian khalayak diarahkan ke Indonesia. Akibatnya Kedutaan Besar RI di Bangkok menjadi sasaran hujatan dan kritik pedas dari berbagai kalangan, baik dari pemerintah maupun organisasi sosial lainnya di Bangkok. Kasus Purwodadi nampaknya berdampak lebih jauh daripada yang diperkirakan. Soeharto yang merasa terganggu oleh peristiwa itu, akhirnya membatalkan kunjungannya ke sejumlah negara Eropa yang sejatinya akan dilakukan pada medio April 1969. Ia memutuskan baru akan mengunjungi Eropa termasuk Belanda tahun 1970.<ref name=":0" />
▲Berbeda dengan publik di Belanda, reaksi pers Amerika terhadap pembunuhan massal terbesar sesudah Perang Dunia ke II itu dingin-dingin saja. Bahkan semenjak awal tersiar kabar penghancuran PKI di Indonesia, Majalah ''Time'' edisi 5 Juli 1966 menuliskan hal itu sebagai “berita terbaik bagi dunia Barat selama bertahun-tahun di Asia.”<ref name=":0" />
== Referensi ==
<references />
[[Kategori:Orde Baru]]
[[Kategori:Sejarah Jawa Tengah]]
Baris 47 ⟶ 52:
[[Kategori:Purwodadi, Grobogan]]
[[Kategori:Indonesia dalam tahun 1968]]
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[Kategori:Sejarah Indonesia menurut provinsi]]
[[Kategori:Kejahatan kemanusiaan]]
[[Kategori:Antikomunisme]]
[[Kategori:Soeharto]]
[[Kategori:Sejarah Grobogan]]
|