Pemberontakan Boxer: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Vedolique (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Vedolique (bicara | kontrib)
Baris 51:
Diplomat, penduduk, tentara asing, serta beberapa Tionghoa Kristen melarikan diri ke ''Legation Quarter'' dan tinggal selama 55 hari hingga [[Aliansi Delapan Negara]] datang dengan 20.000 tentara untuk memadamkan [[pemberontakan]].<ref name=eva/>
 
[[Protokol Boxer]] pada 7 September 1901 mengakhiri pemberontakan dan mengenakan sanksi yang berat terhadap [[Dinasti Qing]], seperti ganti rugi sebesar 450 juta tael [[perak]].<ref name=chnh>Cultural China. 2010. [http://history.cultural-china.com/en/34History6706.html Boxer Protocol] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20111229130529/http://history.cultural-china.com/en/34History6706.html |date=2011-12-29 }}. Diakses pada 10 Agustus 2011.</ref> Adanya protokol ini sangat mempengaruhi kondisi [[politik]], [[ekonomi]], dan [[sosial]] pemerintah dan penduduk [[Tiongkok|Cina]] pada saat itu.<ref name=chnh/> Pemerintahan tidak lagi dipercaya dan terjadi kenaikkan pajak yang besar menyebabkan [[Dinasti Qing]] semakin melemah dan akhirnya dijatuhkan melalui [[Revolusi Xinhai]].<ref name=chnh/>
 
== Latar belakang ==
[[Berkas:China imperialism cartoon.jpg|kiri|jmpl|291x291px|Sebuah kartun propaganda politik Prancis yang menggambarkan Tiongkok sebagai kue yang akan dipotong oleh [[Victoria dari Britania Raya|Ratu Victoria]] ( Britania Raya), [[Kaiser Wilhelm II]] (Jerman), [[Tsar Nicholas II]] (Rusia), [[Marianne]] (Prancis) dan seorang [[samurai]] (Jepang), sementara pemimpin Boxer [[Dong Fuxiang]] marah.]]
Akhir abad ke-19 muncul ketegangan yang menyebabkan orang [[Tionghoa]] berbalik melawan "kekuatan asing" yang berebut kekuasaan di Tiongkok.  Kesuksesan Barat dalam menguasai Tiongkok, tumbuhnya sentimen anti-imperialis, dan kondisi cuaca yang ekstrim, memicu pergerakan tersebut. Kekeringan yang diikuti banjir di provinsi Shandong pada tahun 1897–1898 memaksa para petani mengungsi ke kota dan mencari makanan.
 
[[Traktat Tientsin|Perjanjian Tientsin]] (Tianjin) dan [[Konvensi Peking]], yang ditandatangani pada tahun 1860 setelah [[Perang Candu Kedua]], telah memberikan kebebasan kepada misionaris asing untuk berkhotbah di mana pun di Tiongkok dan membeli tanah untuk membangun gereja. Pada tanggal 1 November 1897, sekelompok pria bersenjata yang mungkin adalah anggota [[Perhimpunan Golok Besar|Perkumpulan Pedang Besar]] menyerbu kediaman seorang misionaris Jerman dari [[Serikat Sabda Allah|Perhimpunan Sabda Ilahi]] dan membunuh dua pendeta. Serangan ini dikenal sebagai [[Insiden Juye]]. Ketika KaiserKaisar Wilhelm II menerima berita tentang pembunuhan ini, dia mengirim [[Skuadron Asia Timur|Skuadron Asia Timur Jerman]] untuk menduduki [[Teluk Jiaozhou]] di pantai selatan semenanjung Shandong.
 
Pada bulan Desember 1897, Wilhelm II menyatakan niatnya untuk merebut wilayah di Tiongkok, yang memicu "perebutan [[konsesi]]" di mana Britania, Prancis, Rusia, dan Jepang juga mengamankan lingkup pengaruh mereka sendiri di Tiongkok. Jerman memperoleh kendali eksklusif atas pinjaman pembangunan, pertambangan, dan kepemilikan kereta api di provinsi [[Shandong]]. Rusia memperoleh pengaruh atas semua wilayah di utara [[Tembok Besar Tiongkok|Tembok Besar]],  ditambah pembebasan pajak sebelumnya untuk perdagangan di [[Mongolia (wilayah)|Mongolia]] dan [[Xinjiang]],  pengaruh ekonomi Jerman atas provinsi [[Liaoning|Fengtian]], [[Jilin]], dan [[Heilongjiang]]. Prancis memperoleh pengaruh [[Yunnan]], sebagian besar provinsi [[Guangxi]] dan [[Guangdong]], Jepang atas provinsi [[Fujian]]. Britania memperoleh pengaruh dari seluruh Lembah [[Sungai Panjang|Sungai Yangtze]] (didefinisikan sebagai semua provinsi yang berbatasan dengan sungai Yangtze serta provinsi [[Henan]] dan [[Zhejiang]]), sebagian provinsi Guangdong dan Guangxi dan sebagian [[Tibet (1912–1951)|Tibet]].
 
Hanya permintaan Italia untuk provinsi [[Zhejiang]] yang ditolak oleh pemerintah Tiongkok. Ini tidak termasuk wilayah sewa dan konsesi di mana kekuatan asing memiliki otoritas penuh. Pemerintah Rusia secara militer menduduki zona mereka, memberlakukan hukum dan sekolah mereka, menyita hak pertambangan dan penebangan, menempatkan warganya, dan bahkan mendirikan administrasi kota mereka di beberapa kota.
 
Pada Oktober 1898, sekelompok ''Yìhéquán'' (Boxer) menyerang komunitas Kristen di desa Liyuantun di mana sebuah kuil [[Kaisar Giok]] telah diubah menjadi [[Gereja Katolik di Tiongkok|gereja Katolik]]. Perselisihan dengan gereja sejak 1869, ketika kuil itu diberikan kepada penduduk desa yang beragama Kristen. Kejadian ini menandai pertama kalinya ''Yìhéquán'' menggunakan slogan "Dukung Qing, hancurkan orang asing" ("扶清滅洋 : ''fu Qing mie yang'' ") yang kemudian menjadi ciri khas mereka.
 
Agresi terhadap misionaris dan orang Kristen mendapat tanggapan tajam dari para diplomat yang melindungi warga negara mereka. Pada tahun 1899, menteri Prancis di Beijing membantu para misionaris untuk mendapatkan dekrit yang memberikan status resmi untuk setiap ordo dalam hierarki [[Gereja Katolik Roma|Katolik Roma]], yang memungkinkan pendeta lokal untuk mendukung umat mereka dalam perselisihan hukum atau keluarga dan melewati pejabat setempat. Setelah pemerintah Jerman mengambil alih Shandong, banyak orang Tionghoa khawatir bahwa para misionaris asing dan mungkin semua aktivitas Kristen adalah upaya imperialis untuk "mengukir melon", yaitu menjajah Tiongkok sepotong demi sepotong. Seorang pejabat Tiongkok mengungkapkan permusuhan terhadap orang asing secara singkat, "Singkirkan misionaris dan opium Anda dan Anda akan diterima."
 
Awal gerakan Boxer bertepatan dengan [[Reformasi Seratus Hari]] (11 Juni – 21 September 1898), di mana pejabat Tiongkok yang progresif, dengan dukungan dari misionaris Protestan, membujuk [[Guangxu|Kaisar Guangxu]] untuk melembagakan reformasi besar-besaran. Ini mengasingkan banyak pejabat konservatif, yang penentangannya membuat Ibu Suri [[Cixi]] campur tangan dan membatalkan reformasi. Kegagalan gerakan reformasi mengecewakan banyak orang Tionghoa terpelajar dan dengan demikian semakin melemahkan pemerintahan Qing. Ibu Suri merebut kekuasaan dan menempatkan kaisar reformis di bawah tahanan rumah.
 
Krisis nasional secara luas dianggap disebabkan oleh "agresi aliansi asing" di dalam negara berdaulat. Meskipun kemudian mayoritas orang Tionghoa sangat berterima kasih atas tindakan aliansi tersebut. Pada saat itu, pemerintah Qing sangat korup, rakyat jelata sering menghadapi pemerasan dari pejabat pemerintah dan pemerintah tidak memberikan perlindungan dari tindakan kekerasan Boxer.
 
== Daftar pustaka ==