Pemerintahan Darurat Republik Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler pranala ke halaman disambiguasi
 
(32 revisi perantara oleh 21 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox country
[[Berkas:Bidar alam.jpg|ka|jmpl|256x256px|Rumah ketua PDRI Sjafroedin Prawiranegara di Bidar Alam Solok Selatan, Sumatra Barat yang dipergunakan juga untuk kantor pemerintahan]]
|conventional_long_name = Pemerintahan Darurat Republik Indonesia
|native_name =
|common_name = PDRI
|status = [[Pemerintahan dalam pengasingan]]
|p1 = Republik Indonesia
|flag_p1 = Flag of Indonesia.svg
|s1 = Republik Indonesia Serikat (1949–1950)
|flag_s1 = Flag of Indonesia.svg
|image_flag = Flag of Indonesia.svg
|flag = Flag of Indonesia
|national_anthem =
|image_map =
|image_map_caption =
|capital = [[Bukittinggi]]
|common_languages = [[Bahasa Indonesia|Indonesia]]
|government_type = [[Pemerintahan sementara]]
|title_leader = [[Kabinet Darurat|Pemimpin]]
|leader1 = [[Syafruddin Prawiranegara]]
|year_leader1 = 1948-1949
|era = Revolusi Nasional Indonesia
|event_pre = [[Agresi Militer Belanda II]]
|date_pre = 19 Desember 1948
|event_start =
|date_start = 22 Desember
|year_start = 1948
|event1 = [[Perjanjian Roem-Roijen]]
|date_event1 = 17 April 1949
|event_end =
|date_end = 13 Juli
|year_end = 1949
|currency =
}}
{{multiple image|align=left|direction=horizontal|caption_align=center|image1=Sjafruddin Prawiranegara base PDRI.jpg|thumb|width1=125px|footer=Rumah ketua PDRI Sjafroedin Prawiranegara di Bidar Alam Solok Selatan, Sumatera Barat yang dipergunakan juga untuk kantor pemerintahan|image2=Rumah Jama PDRI.jpg|width2=125px}}
{{Sejarah Indonesia}}
'''Pemerintahan Darurat Republik Indonesia''' '''(PDRI)''' adalah penyelenggara pemerintahan Republik Indonesia periodesejak [[22 Desember]] [[1948]] -hingga [[13 Juli]] [[1949]], dipimpin oleh [[Syafruddin Prawiranegara]] yang disebut juga dengan [[Kabinet Darurat]].<ref>[http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/3799-presiden-pemerintah-darurat-republik-indonesia ''Presiden Pemerintah Darurat Republik Indonesia''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150703050605/http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/3799-presiden-pemerintah-darurat-republik-indonesia |date=2015-07-03 }} Tokohindonesia.com. Diakses 8 September 2013.</ref> Sesaat sebelum pemimpin Indonesia saat itu, [[SukarnoSoekarno]] dan [[Hatta]] ditangkap Belanda pada tanggal [[19 Desember]] [[1948]], mereka sempat mengadakan rapat dan memberikan mandat kepada Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan sementara.<ref>[http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=54&id=88&option=com_content&task=view ''Menyelamatkan NKRI: Berkaca pada Peran Syafroeddin Prawiranegara dan Mohammad Natsir''] Website Resmi Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, 9 Februari 2007. Diakses 8 September 2013.abcdyaa</ref>
 
Setelah Belanda pergi dan sejak kekalahan Jepang di Sumatra pada tahun 1948 [[Banteng MarIborough]] di wilayah penguasa [[Bunian Matu]], [[MarIborough]] peninggalan Inggris di jadikan [[markas Polri]]<ref>https://museumnusantara.com/benteng-marlborough/</ref>, Sehingga pada tahun 1950 pulau [[Sumatra]] menjadi bagian dari [[Republik Indonesia]] di tandai dengan Presiden pertama Indonesia Sukarno dan Hatta memberlakukan kembali UUD 1945 pada tahun 1959, dibuktikan dengan terbentuknya banyak Kementrian di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)<ref>https://www.britannica.com/place/Sumatra
== Sejarah ==
</ref><ref>https://www.britannica.com/place/Indonesia/Justice</ref>.
Tidak lama setelah ibu kota RI di [[Yogyakarta]] dikuasai [[Belanda]] dalam [[Agresi Militer Belanda II]], mereka berulangkali menyiarkan berita bahwa RI sudah bubar. Karena para pemimpinnya, seperti [[Soekarno]], [[Hatta]] dan [[Syahrir]] sudah menyerah dan ditahan.
 
== Latar belakang ==
Mendengar berita bahwa tentara Belanda telah menduduki ibu kota [[Yogyakarta]] dan menangkap sebagian besar pimpinan Pemerintahan Republik Indonesia, tanggal 19 Desember sore hari, [[Syafruddin Prawiranegara|Mr. Syafruddin Prawiranegara]] bersama Kol. Hidayat, Panglima Tentara dan Teritorium Sumatra, mengunjungi Mr. [[Teuku Mohammad Hasan]], Gubernur [[Sumatra]]/Ketua Komisaris Pemerintah Pusat di kediamannya, untuk mengadakan perundingan. Malam itu juga mereka meninggalkan [[Bukittinggi]] menuju [[Halaban]], daerah perkebunan teh, 15 Km di selatan kota [[Payakumbuh]].
[[Berkas:20 tahun G.K.B.I (page 53 crop).jpg|jmpl|foto Rusli Rahim]]
Tidak lama setelah ibu kota RI di [[Yogyakarta]] dikuasai [[Belanda]] dalam [[Agresi Militer Belanda II]], mereka berulangkali menyiarkan berita bahwa [[RI]] sudah bubar. Karena para pemimpinnya, seperti [[Soekarno]], [[Hatta]] dan [[Syahrir]] sudah menyerah dan ditahan.
 
Mendengar berita bahwa tentara Belanda telah menduduki ibu kota [[Yogyakarta]] dan menangkap sebagian besar pimpinan [[Pemerintahan Republik Indonesia]], tanggal 19 Desember sore hari, [[Syafruddin Prawiranegara|Mr. Syafruddin Prawiranegara]] bersama Kol. Hidayat, [[Panglima Tentara dan Teritorium Sumatra]], mengunjungi Mr. [[Teuku Mohammad Hasan]], [[Gubernur Sumatra]]/Ketua Komisaris Pemerintah Pusat di kediamannya, untuk mengadakan perundingan. Malam itu juga mereka meninggalkan [[Bukittinggi]] menuju [[Halaban]], daerah perkebunan teh, 15 Km di selatan kota [[Payakumbuh]].
Sejumlah tokoh pimpinan republik yang berada di Sumatra Barat dapat berkumpul di Halaban, dan pada [[22 Desember]] [[1948]] mereka mengadakan rapat yang dihadiri antara lain oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara, Mr. T. M. Hassan, [[Sutan Mohammad Rasjid|Mr. Sutan Mohammad Rasjid]], Kolonel Hidayat, Mr. [[Lukman Hakim]], Ir. [[Indracahya]], Ir. [[Mananti Sitompul]], [[Maryono Danubroto]], Direktur [[BNI]] [[A. Karim|Mr. A. Karim]], [[Rusli Rahim]] dan [[Latif|Mr. Latif]]. Walaupun secara resmi kawat Presiden [[Soekarno]] belum diterima, tanggal 22 Desember 1948, sesuai dengan konsep yang telah disiapkan, maka dalam rapat tersebut diputuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), dengan susunan sebagai berikut:
 
* Mr. Syafruddin Prawiranegara, Ketua PDRI/Menteri Pertahanan/ Menteri Penerangan/Menteri Luar Negeri ''ad interim''
Sejumlah tokoh pimpinan republik yang berada di [[Sumatera Barat]] dapat berkumpul di Halaban, dan pada 22 Desember 1948 mereka mengadakan rapat yang dihadiri antara lain oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara, Mr. T. M. Hassan, [[Sutan Mohammad Rasjid|Mr. Sutan Mohammad Rasjid]], Kolonel Hidayat, Mr. [[Lukman Hakim]], Ir. [[Indratjahja]], Ir. [[Mananti Sitompul]], [[Maryono Danubroto]], Direktur [[BNI]] [[A. Karim|Mr. A. Karim]], [[Rusli Rahim]] dan [[Latif|Mr. Latif]]. Walaupun secara resmi kawat Presiden [[Soekarno]] belum diterima, tanggal 22 Desember 1948, sesuai dengan konsep yang telah disiapkan, maka dalam rapat tersebut diputuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), dengan susunan sebagai berikut:
* Mr. T. M. Hassan, Wakil Ketua PDRI/Menteri Dalam Negeri/Menteri PPK/Menteri Agama,
* [[Mr.]] Sutan[[Syafruddin Mohammad RasjidPrawiranegara]], Ketua PDRI/Menteri KeamananPertahanan/ Menteri Sosial,Penerangan/Menteri Pembangunan,Luar Pemuda,Negeri ''ad interim''
* Mr. Lukman[[Teuku]] Hakim[[Mohammad Hassan]], Wakil Ketua PDRI/Menteri Dalam Negeri/Menteri KeuanganPPK/Menteri KehakimanAgama,
* IrMr. [[ManantiSutan]] [[Mohammad SitompulRasjid]], Menteri Pekerjaan UmumKeamanan/Menteri KesehatanSosial, Pembangunan, Pemuda,
* IrMr. Indracaya[[Lukman Hakim]], Menteri PerhubunganKeuangan/Menteri Kemakmuran.Kehakiman,
* [[Ir.]] [[Mananti Sitompul]], Menteri Pekerjaan Umum/Menteri Kesehatan,
* Ir. [[Indracaya]], Menteri Perhubungan/Menteri Kemakmuran.
 
Keesokan harinya, 23 Desember 1948, Sjafruddin berpidato:
 
Keesokan harinya, [[23 Desember]] 1948, Sjafruddin berpidato:
:"''... Belanda menyerang pada hari Minggu, hari yang biasa dipergunakan oleh kaum Nasrani untuk memuja Tuhan. Mereka menyerang pada saat tidak lama lagi akan merayakan hari Natal Isa AS, hari suci dan perdamaian bagi umat Nasrani. Justru karena itu semuanya, maka lebih-lebih perbuatan Belanda yang mengakui dirinya beragama Kristen, menunjukkan lebih jelas dan nyata sifat dan tabiat bangsa Belanda: Liciknya, curangnya, dan kejamnya.''
 
Baris 25 ⟶ 63:
:''Kepada seluruh [[Angkatan Perang Negara RI]] kami serukan: Bertempurlah, gempurlah Belanda di mana saja dan dengan apa saja mereka dapat dibasmi. Jangan letakkan senjata, menghentikan tembak-menembak kalau belum ada perintah dari pemerintah yang kami pimpin. Camkanlah hal ini untuk menghindarkan tipuan-tipuan musuh.''"
 
Sesungguhnya, sebelum Soekarno dan Hatta menyerah, mereka sempat mengetik dua buah kawat. Pertama, memberi mandat kepada Menteri Kemakmuran Mr. Sjafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan darurat di Sumatra. Kedua, jika ikhtiar Sjafruddin gagal, maka mandat diberikan kepada Mr. [[A.A.Maramis]] untuk mendirikan pemerintah dalam pengasingan di [[New Delhi]], [[India]]. Tetapi Sjafruddin sendiri tidak pernah menerima kawat itu. Berbulan-bulan kemudian barulah ia mengetahui tentang adanya mandat tersebut.
 
== Perlawanan ==
Sejak itu PDRI menjadi musuh nomor satu Belanda. Tokoh-tokoh PDRI harus bergerak terus sambil menyamar untuk menghindari kejaran dan serangan Belanda.
 
Baris 31 ⟶ 72:
Sjafruddin membalas,
:''Kami meskipun dalam rimba, masih tetap di wilayah RI, karena itu kami pemerintah yang sah. Tapi, Belanda waktu negerinya diduduki Jerman, pemerintahnya mengungsi ke Inggris. Padahal menurut UUD-nya sendiri menyatakan bahwa kedudukan pemerintah haruslah di wilayah kekuasaannya. Apakah Inggris jadi wilayah kekuasaan Belanda? Yang jelas pemerintah Belanda tidak sah.''
 
[[Berkas:Tugu PDRI Pasar Koto Tinggi.jpg|jmpl|239x239px|Tugu PDRI di Koto Tinggi, Gunuang Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota]]
Perlawanan bersenjata dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia serta berbagai laskar di Jawa, Sumatra serta beberapa daerah lain. PDRI menyusun perlawanan di Sumatra. Tanggal 1 Januari 1949, PDRI membentuk 5 wilayah pemerintahan militer di Sumatra:
 
* [[Aceh]], termasuk Langkat dan Tanah Karo.
** Gubernur Militer: [[Tgk Daud Beureu'eh]] di Beureu'eh
** Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel [[Askari]]
* [[Tapanuli]] dan [[Sumatra Timur]] Bagian Selatan.
** Gubernur Militer: dr. [[Ferdinand Lumban Tobing]]
** Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel [[Alex Evert Kawilarang]]
* [[Riau]]
** Gubernur Militer: [[R.M. Utoyo]]
** Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel [[Hasan Basry]]
* [[Sumatera Barat]].
** Gubernur Militer: Mr. [[Sutan Mohammad Rasjid]]
** Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel [[Dahlan Ibrahim]]
* [[Sumatera Selatan]].
** Gubernur Militer: dr. [[Adnan Kapau Gani]]
** Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel [[Maludin Simbolon]].
 
== Konsolidasi ==
Baris 36 ⟶ 96:
Sekitar satu bulan setelah agresi militer Belanda, dapat terjalin komunikasi antara pimpinan PDRI dengan keempat Menteri yang berada di Jawa. Mereka saling bertukar usulan untuk menghilangkan dualisme kepemimpinan di Sumatra dan Jawa.
 
Setelah berbicara jarak jauh dengan pimpinan Republik di Jawa, maka pada [[31 Maret]] [[1949]] Prawiranegara mengumumkan penyempurnaan susunan pimpinan Pemerintah Darurat Republik Indonesia sebagai berikut:
 
* Mr. [[Syafruddin Prawiranegara]], Ketua merangkap Menteri Pertahanan dan Penerangan,
* Mr. [[Susanto Tirtoprojo]], Wakil Ketua merangkap Menteri Kehakiman dan Menteri Pembangunan dan Pemuda,
Baris 45 ⟶ 106:
* [[Masjkur|Kyai Haji Masykur]], Menteri Agama.
* Mr. [[Teuku Muhammad Hasan|T. Moh. Hassan]], Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan.
* Ir. [[IndracahyaIndratjahja]], Menteri Perhubungan.
* Ir. [[Mananti Sitompul]], Menteri Pekerjaan Umum.
* Mr. [[Sutan Mohammad Rasjid]], Menteri Perburuhan dan Sosial.
Baris 62 ⟶ 123:
* R. [[Panji Suroso]], urusan Dalam Negeri.
 
Selain dr. [[Sudarsono Mangoenadikoesoemo|Sudarsono]], Wakil RI di [[India]], Mr. Alexander Andries Maramis, Menteri Luar Negeri PDRI yang berkedudukan di [[New Delhi]], India, dan [[L. N. Palar|Lambertus N. Palar]], Ketua delegasi Republik Indonesia di [[PBB]], adalah tokoh-tokoh yang sangat berperan dalam menyuarakan Republik Indonesia di dunia internasional sejak Belanda melakukan [[Agresi Militer Belanda II]]. Dalam situasi ini, secara de facto, Mr. Syafruddin Prawiranegara adalah Kepala Pemerintah Republik Indonesia.
 
== Pemulihan pemerintahan dan pengembalian mandat ==
== Perlawanan ==
[[Berkas:Tugu PDRI Pasar Koto Tinggi.jpg|jmpl|239x239px|Tugu PDRI di Koto Tinggi, Gunuang Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota]]
Perlawanan bersenjata dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia serta berbagai laskar di Jawa, Sumatra serta beberapa daerah lain. PDRI menyusun perlawanan di Sumatra. Tanggal [[1 Januari]] 1949, PDRI membentuk 5 wilayah pemerintahan militer di Sumatra:
* [[Aceh]], termasuk Langkat dan Tanah Karo.
** Gubernur Militer: [[Tgk Daud Beureu'eh]] di Beureu'eh
** Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel [[Askari]]
* [[Tapanuli]] dan [[Sumatra Timur]] Bagian Selatan.
** Gubernur Militer: dr. [[Ferdinand Lumban Tobing]]
** Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel [[Alex Evert Kawilarang]]
* [[Riau]]
** Gubernur Militer: [[R.M. Utoyo]]
** Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel [[Hasan Basry]]
* [[Sumatra Barat]].
** Gubernur Militer: Mr. [[Sutan Mohammad Rasjid]]
** Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel [[Dahlan Ibrahim]]
* [[Sumatra Selatan]].
** Gubernur Militer: dr. [[Adnan Kapau Gani]]
** Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel [[Maludin Simbolon]].
 
== Mandat ==
Sesungguhnya, sebelum Soekarno dan Hatta menyerah, mereka sempat mengetik dua buah kawat. Pertama, memberi mandat kepada Menteri Kemakmuran Mr. Sjafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan darurat di Sumatra. Kedua, jika ikhtiar Sjafruddin gagal, maka mandat diberikan kepada Mr. [[A.A.Maramis]] untuk mendirikan pemerintah dalam pengasingan di [[New Delhi]], [[India]]. Tetapi Sjafruddin sendiri tidak pernah menerima kawat itu. Berbulan-bulan kemudian barulah ia mengetahui tentang adanya mandat tersebut.
 
Menjelang pertengahan [[1949]], posisi Belanda makin terjepit. Dunia internasional mengecam agresi militer Belanda. Sedang di Indonesia,pasukannya tidak pernah berhasil berkuasa penuh. Ini memaksa Belanda menghadapi RI di meja perundingan.
 
Belanda memilih berunding dengan utusan Soekarno-Hatta yang ketika itu statusnya tawanan. Perundingan itu menghasilkan [[Perjanjian Roem-Royen]]. Hal ini membuat para tokoh PDRI tidak senang, Jendral Sudirman mengirimkan kawat kepada Sjafruddin, mempertanyakan kelayakan para tahanan maju ke meja perundingan. Tetapi Sjafruddin berpikiran untuk mendukung dilaksanakannya perjanjian Roem-Royen.
 
== Pengembalian Mandat ==
Setelah [[Perjanjian Roem-Royen]], [[Mohammad Natsir]] meyakinkan [[Syafruddin Prawiranegara]] untuk datang ke Jakarta, menyelesaikan dualisme pemerintahan RI, yaitu PDRI yang dipimpinnya, dan Kabinet Hatta, yang secara resmi tidak dibubarkan.
 
Baris 97 ⟶ 137:
Sebab utama Soekarno-Hatta tidak ke luar kota pada tanggal 19 Desember sesuai dengan rencana perang gerilya, adalah berdasarkan pertimbangan militer, karena tidak terjamin cukup pengawalan, sedangkan sepanjang yang diketahui dewasa itu, seluruh kota telah dikepung oleh pasukan payung Belanda. Lagi pula pada saat yang genting itu tidak jelas tempat-tempat yang telah diduduki dan arah-arah yang diikuti oleh musuh. Dalam rapat di istana tanggal 19 Desember 1948 antara lain KSAU [[Soerjadi Soerjadarma]] mengajukan peringatan pada pemerintah, bahwa pasukan payung biasanya membunuh semua orang yang dijumpai di jalan-jalan, sehingga jika mereka ke luar maka haruslah dengan pengawalan senjata yang kuat.
 
Pada sidang tersebut, secara formal Syafruddin Prawiranegara menyerahkan kembali mandatnya, sehingga dengan demikian, M. Hatta, selain sebagai Wakil Presiden, kembali menjadi Perdana Menteri. Setelah serah terima secara resmi pengembalian Mandat dari PDRI, tanggal [[14 Juli]], Pemerintah RI menyetujui hasil Persetujuan Roem-Royen, sedangkan [[KNIP]] baru mengesahkan persetujuan tersebut tanggal 25 Juli 1949.
 
== Peringatan ==
Sejak 2006, pemerintah Indonesia memperingati tanggal 19 Desember sebagai [[Hari Bela Negara]]. Peringatan tersebut mengacu pada peristiwa PDRI yang telah menyelematkan eksistensi kepemimpinan Republik Indonesia akibat Agresi Militer Belanda II.<ref>{{Cite web|date=2020-12-20|title=Hari Bela Negara 19 Desember, Sejarah Penting yang Sepi Peringatan|url=https://padangkita.com/hari-bela-negara-19-desember-sejarah-penting-yang-sepi-peringatan/|website=Padangkita.com|language=id-ID|access-date=2020-12-20}}</ref>
 
== Lihat pula ==
Baris 115 ⟶ 158:
== Bacaan lanjutan ==
* J.R. Chaniago. Amrin Imran, Saleh D. Djamhari, 2003, ''Pemerintan Darurat Repoublik Indonesia (PDRI) dalam Perang Kemerdekasan'', Perhimpunan Kekerabatan Nusantara, Jakarta.
 
{{Sejarah Indonesia navbox}}
 
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[Kategori:Sejarah SumatraSumatera Barat]]
[[Kategori:Perang Kemerdekaan Indonesia]]