Penangkapan Pangeran Diponegoro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bapak Alex (bicara | kontrib)
Bapak Alex (bicara | kontrib)
Baris 135:
Lukisan yang bercirikan komposisi yang seimbang dan berkesinambungan ini dianggap sebagai salah satu mahakarya Saleh, contoh teknik artistiknya yang luar biasa serta semacam ikon [[seni rupa]] nasional [[Indonesia]].{{sfn|Kraus|2005|pp=282, 287}}<ref name="Pamuji" /><ref name="lupitan" />
 
Sejumlah kritikus memandang lukisan Saleh sebagai salah satu contoh pertama nasionalisme [[Asia]] dalam seni.{{sfn|Kraus|2005|p=260}}<ref name="Nurdiarsih" /> Werner Kraus mencatat bahwa dengan penggambaran de Kock di sisi kiri Diponegoro dan ini dianggap oleh [[orang Jawa]] sebagai sisi perempuan, Saleh menempatkannya di posisi kedua setelah Diponegoro. Kraus juga menunjukkan kepala perwira Belanda yang terlalu besar dan tak ada dalam sketsa awal, kelalaian Saleh yang disengaja seperti itu dapat membuat orang Jawa berpikir bahwa mereka semua adalah [[raksasa]], monster jahat.{{sfn|Kraus|2005|p=285}}<ref name="Nurdiarsih" /> Beberapa kritikus menganggap ini sebagai ketidakmampuan Saleh sebagai seniman; secara khusus Hermanus de Graaf menemukan gambar itu tidak terlalu indah karena ketidakseimbangan kepala dalam kaitannya dengan tubuh dan juga mencatat bahwa "penangkapan pangeran tidaksebenarnya terjadi bukan di halaman depan dekat barisan tiang, seperti yang ditunjukkan pada gambar Saleh, tapi di dalam rumah".{{sfn|Kraus|2005|p=285}}
 
Poin lainnya adalah tak ada bendera Belanda dalam lukisan Saleh, tidak seperti lukisan Pieneman yang berkibar bangga ditiup angin.{{sfn|Kraus|2005|p=286}} Selain itu, pada lukisan Saleh, struktur komposisinya tampaknya merupakan cerminan″cerminan″ dari karya Pieneman.{{sfn|Taylor|2015|p=196}} Dalam hal ini menurut Kraus, kanvas Saleh memiliki makna ganda yaitu satu untuk orang Jawa dan satu untuk orang Belanda yang tak terbiasa dengan tradisi budaya Jawa dan tak dapat memahami bahwa karya itu adalah penghakiman pahit kekuasaan kolonial Belanda. sedangkan Diponegoro sendiri adalah orang yang ditipu oleh tipu muslihat Belanda{{sfn|Kraus|2005|pp=285—286}}
 
John Clark menulis bahwa lukisan itu adalah salah satu contoh paling awal dari ekspresi nasionalisme, sekaligus mewujudkan pesan yang tak biasa tentangkepada raja Belanda dan dianggap sebagai penguasa yang agak liberal: "Anda melakukan ini pada kami, tetapi kami masih bersama Anda".{{sfn|Clark|1998|p=241}}{{sfn|Kraus|2005|pp=260, 294}} Sementara itu, tampaknya tidak mungkin orang Jawa memiliki cukup waktu untuk membiasakan diri dengan kanvas Saleh dan menemukan makna rahasianya, karena karya itu segera dikirim ke raja di Belanda.{{sfn|Taylor|2015|p=196}}
 
{{Multiple image