Perang Diponegoro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Sonjo 01 (bicara | kontrib)
Sonjo 01 (bicara | kontrib)
Baris 42:
 
Pada hari Rabu, [[20 Juli]] [[1825]], pihak istana mengutus dua bupati keraton senior Raden Tumenggung Sindunegoro II dan Mas Ario Manduro yang memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo sebelum perang pecah, pasukan ini diperkuat dengan satu pasukan keraton gabungan Belanda dan Jawa berupa 50 pasukan berkuda (25 ''dragonder'' dari keraton dan 25 ''hussar'') serta 50 serdadu infanteri yang dibentuk oleh Asisten Residen Chevallier. Tampaknya, Chevallier berharap dapat memenjarakan Diponegoro maupun Mangkubumi dan dengan demikian dapat mengakhiri pergolakan yang siap pecah.<ref name=":0">{{Cite book|last=Carey|first=Peter|date=2022|title=Percakapan Dengan Diponegoro|location=Jakarta|publisher=KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)|pages=61|url-status=live}}</ref> Meskipun kediaman Diponegoro jatuh dan dibakar, pangeran dan sebagian besar pengikutnya berhasil lolos karena lebih mengenal medan di Tegalrejo.<ref name=carey/> Mereka beranggapan pangeran berhasil lolos bersama sebagian besar pendukung mereka dengan mengambil jalan setapak sawah-sawah yang senantiasa berisi air, mereka dengan cepat mendahului pasukan yang mengejar. Selain itu pengerahan pasukan oleh pasukan gabungan ternyata telah diketahui oleh sang Pangeran karena telah diperingatkan sebelumnya oleh para pandai besi di Yogyakarta yang telah membantu memasang ladam kuda-kuda kavaleri dan persiapan senjata.<ref name=":0" /> Pelukis Belgia , Antoine Auguste Joseph Payen, menerima laporan lengkap tentang operasi mliter yang gagal itu dari kawan sekaligus teman sebangsanya dari Walloon (pasca-1830, Belgia) De Thierry:
{{Cquote
|Dengan kavaleri di satu sisi dan bergerak mengitari desa yang mencakup pemukiman Tegalrejo. Mereka dapat melihat para pemberontak mundur pelan-pelan melewati sawah-sawah. Pangeran Diponegoro berada tidak jauh menunggang seekor kuda hitam gagah (Kiai Gitayu) dengan perlengkapan sangat bagus. Dia berpakaian putih seluruhnya gaya Arab. Ujung serbannya melambai diterpa angin selagi dia membuat kudanya berjingkrak. Tali kekang diikatkan ke sabuknya, dia tampak gai menari-nari tandak di tengah pasukan kawalnya yang menyandang tombak.}}
{{Quote| |Payen|<ref name=":0">{{Cite book|last=Carey|first=Peter|date=2022|title=Percakapan Dengan Diponegoro|location=Jakarta|publisher=KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)|pages=61|url-status=live}}</ref>}}
 
Pangeran Diponegoro beserta keluarga dan pasukannya bergerak ke barat hingga Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo, dan meneruskan ke arah selatan hingga keesokan harinya tiba di Goa Selarong yang terletak lima kilometer arah barat dari Kota Bantul. Pangeran Diponegoro kemudian menjadikan Goa Selarong, sebuah goa yang terletak di Dusun Kentolan Lor, Guwosari Pajangan Bantul, sebagai basisnya. Pangeran menempati goa sebelah barat yang disebut Goa Kakung, sedangkan Raden Ayu Retnaningsih (selir yang paling setia menemani Pangeran setelah dua istrinya wafat) dan pengiringnya menempati Goa Putri di sebelah Timur.