Perang Padri: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.2
Bluebear17 (bicara | kontrib)
Perombakan, penghapusan sejumlah klaim luar biasa yg tidak bersumber atau dengan sumber yang buruk
Tag: Menghilangkan referensi VisualEditor-alih
Baris 1:
{{refimprove}}
{{EngvarB|date=September 2015}} {{Use dmy dates|date=September {{Infobox Military Conflict
|conflict = Perang Padri
|partof =
Baris 8:
|place = [[Sumatra Barat]], [[Sumatra Utara]] dan [[Riau]]
|casus = Pertikaian [[Kaum Padri]] melawan [[Kaum Adat]], kemudian melibatkan Belanda.
|result = * Kemenangan koalisi Adat dan Belanda.
* Pembubaran [[Kerajaan Pagaruyung]]
* Penangkapan dan Pengasingan [[Tuanku Imam Bonjol]]
|combatant1 = Perang [[1803]]–[[1821]]:{{br}}[[Berkas:Flag of Minang.svg|22x20px|tepi]] [[Kaum Adat]]{{br}} Perang [[1821]]–[[1833]]:{{br}}[[Berkas:Flag of Minang.svg|22x20px|tepi]] [[Kaum Adat]]{{br}}{{flag|Belanda}}{{br}}Perang [[1833]]–[[1838]]:{{br}}{{flag|Belanda}}{{br}}
 
Baris 21 ⟶ 19:
|casualties2 =
}}
'''Perang Padri''' berlangsung di kawasan [[Kerajaan Pagaruyung]] atau daerah [[Minangkabau]] (saat ini [[Sumatra Barat|Sumatera Barat]]) dari tahun 1803 hingga 1838.<ref>{{cite book|first=Jeanne|last=Cuisinier|year=1959|title=Archives de Sociologie des Religions|chapter=La Guerre des Padri (1803-1838-1845)|publisher=Centre National de la Recherche Scientifique}}</ref> Perang ini berawal dari pertentangan antara [[Kaum Padri]] dan [[Kaum Adat]] mengenai masalah penerapan ajaran Islam di Minangkabau. Kaum Padri yang terdiri dari sejumlah [[Ulama Minangkabau|ulama]] menentang kebiasaan-kebiasaan yang marak dilakukan oleh [[Kaum Adat]] di kawasan Kerajaan Pagaruyung dan sekitarnya. Kebiasaan yang dimaksud seperti [[perjudian]], [[Sabung ayam|penyabungan ayam]], [[Opium|penggunaan madat]], [[minuman keras]], [[tembakau]] terkecuali [[sirih]], aspek hukum adat [[matriarki]] mengenai warisan, serta longgarnya pelaksanaan kewajiban ritual formal agama [[Islam]].<ref name="Yudhi">{{cite book|title=Sejarah|publisher=Yudhistira Ghalia Indonesia|ISBN=978-979-746-801-9}}</ref> Kaum Adat dan Kerajaan Pagaruyung yang telah memeluk Islam tidak secara serius meninggalkan kebiasaan tersebut sehingga memicu kemarahan Kaum Padri dan mengakibatkan peperangan pada tahun 1803.
 
2015}}
Hingga tahun 1833, perang ini dapat dikatakan sebagai [[perang saudara]] yang melibatkan sesama [[Orang Minang]] dan [[Suku Mandailing]]. Dalam peperangan ini, ''Kaum Padri'' dipimpin oleh [[Harimau Nan Salapan]] sedangkan K''aum Adat'' dipimpinan oleh [[Yang Dipertuan Pagaruyung]] saat itu [[Sultan Arifin Muningsyah]]. Pada 1821, Kaum Adat mulai terdesak dan meminta bantuan kepada Belanda, namun akhirnya memperumit keadaan dan situasi di pihak Kaum Adat dan Kerajaan. Sehingga pada 1833 Kaum Adat berbalik melawan Belanda dan bergabung bersama Kaum Padri, sampai akhirnya peperangan ini dimenangkan oleh Belanda.
 
'''Perang Padri''' (juga dikenal senagai '''Perang''' '''Minangkabau''') adapah perang yang terjadi dari tahun 1803 sampai 1837 di Sumatera Barat, Indonesia antara kaum Padri dan Adat. Kaum Padri adalah umat muslim yang ingin menerapkan Syariat Islam di negeri Minangkabau di Sumatera Barat. Sedangkan kaum Adat mencakup para bangsawan dan ketua-ketua adat. Mereka meminta tolong kepada Belanda, yang kemudian ikut campur pada tahun 1821 dan menolong kaum Adat mengalahkan faksi Padri.
Perang Padri termasuk peperangan dengan rentang waktu yang panjang, menguras harta, dan memakan korban jiwa. Perang ini berakibat pada runtuhnya kekuasaan Kerajaan Pagaruyung, serta berdampak pada merosotnya perekonomian masyarakat di sekitarnya, dan perpindahan masyarakat dari kawasan konflik.
 
== Perang Padri I 1803-1825 ==
Baris 50 ⟶ 47:
 
== Gencatan Senjata 1825 - 1831 ==
Perlawanan yang dilakukan oleh [[Kaum Padri]] cukup tangguh sehingga sangat menyulitkan Belanda untuk menundukkannya. Oleh sebab itu Belanda melalui residennya di Padang mengajak pemimpin Kaum Padri yang waktu itu dipimpin oleh [[Tuanku Imam Bonjol]] untuk berdamai melalui "Perjanjian Masang" pada tanggal 15 November 1825.<ref name="Yudhi">{{cite book|title=Sejarah|publisher=Yudhistira Ghalia Indonesia|ISBN=978-979-746-801-9}}</ref> Hal ini dimaklumi karena disaat bersamaan Pemerintah Hindia Belanda juga kehabisan dana dalam menghadapi peperangan lain di [[Eropa]] dan [[Jawa]] seperti [[Perang Diponegoro]].
 
Selama periode [[gencatan senjata]], [[Tuanku Imam Bonjol]] mencoba memulihkan kekuatan dan juga mencoba merangkul kembali [[Kaum Adat]]. Sehingga akhirnya terjadi kesepakatan yang dikenal dengan nama "[[Sumpah Satie Bukit Marapalam|Sumpah Satie Bukik Marapalam]]" di [[Bukit Marapalam]], [[Kabupaten Tanah Datar]] yang mewujudkan konsensus ''Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah'' yang bermakna bahwa [[Adat Minangkabau]] berlandaskan kepada agama Islam, sedangkan agama Islam berlandaskan kepada [[Al-Qur'an]].<ref>Jones, Gavin W., Chee, Heng Leng, dan Mohamad, Maznah (2009). ''Muslim Non Muslim Marriage: Political and Cultural Contestations in Southeast Asia'', Bab 6: ''Not Muslim, Not Minangkabau, Interreligious Marriage and its Culture Impact in Minangkabau Society by Mina Elvira''. Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 978-981-230-874-0</ref>[[Berkas:Portret van Tuanku Imam Bonjol.jpg|jmpl|170px|[[Tuanku Imam Bonjol]], salah seorang pemimpin Perang Padri, yang diilustrasikan oleh [[Hubert Joseph Jean Lambert de Stuers|de Stuers]] pada tahun [[1820]].]]