Perang Tondano: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LampusHonse (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
LampusHonse (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 26:
 
=== Penyebab perang ===
 
==== ''Verdrag'' 10 September 1699 ====
Karena salinan yang telah hilang, pada tanggal 23 April 1683, muncullah dokumen pengganti yang dikutip dari jurnal Padtbrugge setelah pada tanggal 2 September 1682 telah diserah terima jabatan dengan Jacob Lobs sebagai Gubernur Ternate karena pergi ke [[Banda Neira]] untuk menjabat sebagai Komisaris tiga provinsi di Maluku. Namun sebelum dokumen ini diumumkan, pasal satu dari kutipan ini telah diumumkan sebelumnya yang berisi keganjilan yang menyatakan bahwa masyarakat Minahasa sebagai ''ondersaeten'' (bawahan) dan pihak VOC sebagai ''weetigeenig en eeeuwich opperheer'' (satu-satunya yang dipertuan yang sah dan berdaulat selama-selamanya) yang dinilai sebagai upaya untuk menerapkan ''domein verklaring''.{{Sfn|Supit|1991|p=11}} ''Domein verklaring'' merupakan sebuah hukum yang menyatakan bila suatu tanag tidak memiliki surat keterangan kepemilikan, maka surat akan menjadi milik negara.<ref>{{Cite news|last=Permana|first=Rakhmad Hidayatulloh|date=23 September 2019|title=Bahaya Konsep Domein Verklaring dalam RUU Pertanahan|url=https://news.detik.com/berita/d-4717773/bahaya-konsep-domein-verklaring-dalam-ruu-pertanahan|work=[[Detik.com|detikcom]]|language=id-ID|access-date=26 Januari 2021}}</ref>
 
Tentu saja pernyataan pasal 1 yang juga disampaikan pada ''Verdrag'' 10 September 1699 yang direncanakan menjadi pengganti ''Verbond'' 16 Januari 1679 mengundang kecurigaan ketidakjujuran Belanda atas ketidaksesuaian isi dalam perjanjian ini. Ketidaksesuaian isi perjanjian ini diperkuat dengan pernyataan bahwa pada naskah serah terima jabatan yang dilakukan oleh Jacob Claaszoon kepada David van Peterson bahwa orang Minahasa bukan merupakan bawahan atau daerah taklukan, melainkan melakukan perjanjian persahabatan dengan pihak VOC yang mereka lakukan dengan Padtbrugge. Pernyataan dari Johann Gerard Friedrich Riedel juga memperkuat bahwa masyarakat Minahasa tidak akan pernah menerima seseorang di atas kekuasan mereka jika bukan bagian dari suku mereka. Lagipula, bila isi pasal ini merupakan hasil kemufakatan, seharusnya masyarakat Minahasa menerima perubahan pada 10 September 1699 dan tidak bersikukuh dengan hanya mengikuti isi perjanjian ''Verbond'' 16 Januari 1679 yang terus menerus dilakukan hingga pemerintahan Gubernur Ternate, Jacob Schoonderwoerd yang memerintah dari tahun 1765 dan Paulus Jacob Balckeenar yang memerintah tahun 1778.{{Sfn|Supit|1991|p=11-12}} Selain perubahan pada pasal 1, perubahan lain juga dilakukan Belanda pada perjanjian tersebut. Pada pasal 9, Belanda merubah kebijakan pemilihan kepala Walak dengan merubahnya sistem pergantian dengan mengubahnya dari sistem pemilihan secara demokratis menjadi bersifat keturunan.<ref>{{Cite web|last=Taroreh|first=Novy|date=6 Juli 2015|title=Perang Tondano (1809): Kisah Heroik Orang Minahasa Melawan Pasukan Belanda (Bagian 2)|url=https://sulutpos.com/2015/07/perang-tondano-1809-kisah-heroik-orang_6.html|website=sulutpos.com|language=id-ID|access-date=26 Januari 2022|archive-date=2022-01-26|archive-url=https://web.archive.org/web/20220126133841/https://sulutpos.com/2015/07/perang-tondano-1809-kisah-heroik-orang_6.html|dead-url=yes}}</ref> Perjanjian ini juga meminta penghapusan terhadap sistem penghukuman pengganti pelaku pidana, yaitu sebuah sistem pergantian pelaku pidana dengan orang lain yang berasal dari keluarga, saudara, atau satu Walak serta sebuah tata cara penghukuman yang bernama ''toktoken'' yakni pencincangan sampai halus.{{Sfn|Supit|1991|p=15}}
 
Akhirnya perjanjian ini ditandatangani oleh tiga orang walak yang semuanya berasal dari Toumbulu, yaitu Supit yang merupakan kepala Walak Tombariri, Pa'at Kolano sebagai kepala Walak Tomohon, dan Lontoh Tu'unan sebagai kepala Walak Sarongsong dari pihak Minahasa serta dari pihak Belanda yang diwakili oleh Paulus Brieving dan Samuel Hartingh sebagai residen.{{Sfn|Supit|1991|p=14-15}} Setelah perjanjian ini juga, Belanda mengangkat tiga orang tersebut sebagai ''Hukum Mayoor'' yang kemungkinan diangkat pada periode tahun 1700-1706.{{Sfn|Wenas|2007|p=46}} Menurut Bert Supit, Supit merupakan yang pertama dipecat dari gelar ini, yaitu pada tanggal 10 Januari 1711 yang diikuti Lontoh Tuunan pada tanggal 12 Januari 1712 dan Paat pada tanggal 3 Februari 1722.<ref name=":0">{{Cite web|last=Tanod|first=Meiyer|date=14 Januari 2018|title=Kisah Supit Lontoh dan Paat|url=http://www.beritanusantara.co.id/kisah-supit-lontoh-dan-paat/|website=beritanusantara.co.id|language=id-ID|access-date=25 Januari 2021}}</ref>
 
Beberapa tahun setelah perjanjian disahkan, Tondano melakukan peperangan kembali dengan Belanda pada tahun 1707 karena tipu daya yang muncul akibat ''Verdrag'' 10 September 1699 dikarenakan VOC tidak hanya membuat kehidupan masyarakat Minahasa menjadi lebih buruk, VOC juga memaksa mereka untuk tunduk pada Belanda.<ref>{{Cite web|last=Resty|first=Errisha|editor-last=Dewinta|editor-first=Elsa|title=Latar Belakang Terjadinya Perang Tondano: Sejarah Perlawanan Rakyat Minahasa Melawan Belanda|url=https://www.poskata.com/histori/latar-belakang-perang-tondano/|website=PosKata|language=id-ID|access-date=26 Januari 2022}}</ref> Pada peperangan ini, Tondano dibantu oleh Kakas dan Remboken, dan berlangsung hingga pada tahun 1711 yang menyebabkan banyak korban serta mengakibatkan hilangnya kepercayaan Belanda kepada para mayor yang memimpin di Minahasa.{{Sfn|Wuntu|2002|p=43}}
 
Setelah ketiga mayor dipecat dari jabatan ''Hukum Mayoor'', VOC mengulangi sistem pemilihan jabatan ini untuk kedua kalinya. Pemilihan ini dilakukan oleh Marten Lelievelt yang menjabat sebagai Gubernur Maluku dengan saran dari Residen Manado, yaitu Jan Smit di tahun 1739. Lelievelt memilih Tololiu Supit yang merupakan anak dari Pacat Supit dari istri Suanen bernama yang juga saat itu juga menjabat Kepala Balak Ares.<ref name=":0" /> Kali ini Belanda memilih Tololiu Supit pada tanggal 27 Agustus 1740 di Fort Amstedam. Tololiu merupakan Walak Ares yang cukup disegani di kalangan masyarakat. Tetapi seperti sebelumnya, jabatannya ini tidak terlalu berpengaruh terhadap walak-walak lain. {{Sfn|Supit|1991|p=17}} Pada akhirnya, meskipun posisi Tololiu ini selalu dibela oleh Residen Manado Johannes Pauwen agar tidak dicopot. Tololiu Supit pun tetap dicopot pada tanggal 30 Juli 1743.<ref name=":0" />
 
Karena taktik pengangkatan jabatan ''Hukum Mayoor'' tidak berhasil, maka VOC melakukan perubahan taktik untuk meningkatkan perdagangan beras yang dilakukan selama ini. Mereka mulai memberikan fasilitas kepada kepala-kepala walak yang menjabat serta mendorong para kepala-kepala walak untuk menguasai wilayah-wilayah sengketa antar walak untuk memperbesar daerah produksi beras. VOC memanfaatkan kelemahan walak ini karena mereka tahu bahwa bagi para walak, luas wilayah kekuasaan berbanding lurus dengan kehormatan dan kebesaran kepala walak. Taktik ini berhasil menimbulkan beberapa konflik:{{Sfn|Supit|1991|p=17-18}}
 
# Tonsea dan Tondano (1755)
# Tonsea dan Tomohon (1760)
# Tomohon, [[Koka, Tombulu, Minahasa|Koka]], [[Sawangan, Tombulu, Minahasa|Sawangan]] dengan Ares, Klabat, Titiwungen (1760)
# Lotta dan [[Tateli, Mandolang, Minahasa|Tateli]] dengan Bantik (1760)
# Walak sekitar Fort Amsterdam dan Tonsea (1773)
# Kakaskasen dan Bantik (1789)
# Langowan dan Tompaso dengan Pasan dan Ratahan (1789)
 
Karena konflik yang terus berlangsung, VOC berusaha mendamaikan salah satu konflik. Usaha perdamaian ini dilaporkan dari sebuah laporan oleh J.D. Schierstein pada tanggal 8 Oktober 1789 yang mendamaikan Bantik dan Tombulu (Tateli) yang dikenal dengan nama Perang Tateli<ref>{{Cite news|date=31 Agustus 2020|editor-last=Irham|editor-first=Muhammad|title=Asal Muasal Suku Minahasa di Sulawesi Utara|url=https://tribunmanadowiki.tribunnews.com/2020/08/31/asal-muasal-suku-minahasa-di-sulawesi-utara|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|language=id|access-date=29 Januari 2021|last=irham|first=muhammad}}</ref> serta kelompok Toulour dan kelompok Tonsawang.<ref>{{Cite news|date=5 Januari 2021|title=Tahukah Kamu Asal Kata Minahasa, Maknanya Sama Seperti Bhineka Tunggal Ika|url=https://travel.tempo.co/read/1420320/tahukah-kamu-asal-kata-minahasa-maknanya-sama-seperti-bhineka-tunggal-ika|work=[[Tempo.co]]|access-date=30 Januari 2021|editor-last=Kustiani|editor-first=Rini|language=id}}</ref> Pada perdamaian ini juga, nama Minahasa muncul pertama kali dari kata ''Min'hasa'' sebagai kata yang dipakai oleh [[Landraad]]. Karena keberhasilan Schierstein dalam meredakan konflik yang terjadi di Minahasa, dia pun melakukan musyawarah kembali pada tahun 28 Juli 1790 di Fort Amsterdam. Namun, usahanya digagalkan oleh Pangalila selaku kepala Walak Tondano serta Ukung Sumondak dan kepala walak lainnya karena mereka hanya menyetujui Verbond 10 Januari 1679 sebagai satu-satunya perjanjian yang disetujui. Berkat pemberontakan ini, Schierstein melancarkan rencana untuk menangkap Pangalila dan teman-temannya sehingga perjanjian pada tanggal 5 Agustus 1790 berhasil. Mereka berhasil ditangkap dan Pangalila meninggal di tahanan, sedangkan teman-temannya dibawa keluar daerah dengan kapal Belona.{{Sfn|Supit|1991|p=18}} Menurut Taulu dalam buku ''Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme Kolonialisme Sulawesi Utara'', Pangalila ditangkap oleh Puluwang karena terlambat mengumpulkan beras ke Puluwang sebelum diserahkan kepada Kepala Balak Tonsea. Puluwang merupakan seorang perwakilan residen dalam mengumpulkan beras kepada VOC.<ref>{{Cite book|date=1981|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/13022/|title=Sejarah perlawanan terhadap imperialisme dan kolonialisme di Sulawesi Utara|location=Jakarta|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional|pages=83|language=id|url-status=live}}</ref>
 
=== Perang Tondano II (1808-1809) ===