Persekutuan Franka-Mongol: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HaEr48 (bicara | kontrib)
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
[[Berkas:OljeituToPhilippeLeBel1305.jpg|260px|jmpl|Surat tahun 1305 (gulungan berukuran 302 x 50 sentimeter (9,91 x 1,64 kaki)) dari Ilkhan Mongol [[Öljaitü]] kepada Raja [[Philippe IV dari Prancis]] yang mengusulkan kolaborasi militer.]]
Upaya untuk menjalin '''persekutuan Franka-Mongol''' melawan [[kekhalifahan|kekhalifahan Islam]] (yang merupakan musuh bersama mereka) telah dilancarkan oleh pemimpin-pemimpin [[Tentara Salib]] [[Franka]] dan [[Kekaisaran Mongol]] pada tahun 1200-an. Persekutuan semacam itu tampak sebagai pilihan yang masuk akal: Mongol cenderung bersimpati kepada Kekristenan karena keberadaan orang-orang [[Gereja dari Timur|Kristen Nestorian]] di istana Mongol. Bangsa [[Franka]] (bangsa Eropa Barat dan mereka yang berada di [[negara-negara Tentara Salib]] di [[Syam]]){{refn|group=note|Banyak masyarakat di Dunia Timur menggunakan kata "Franka" untuk menyebut orang-orang Kristen Eropa Barat tanpa memandang etnisnya}} juga terbuka terhadap gagasan untuk memperoleh bantuan dari Timur, yang salah satunya disebabkan oleh legenda [[Presbiter Yohanes]], raja Timur yang diyakini akan datang untuk membantu Tentara Salib di Tanah Suci.<ref>{{sfnharvnb|Atwood|2004|p=583}}{{refn|group=note|: "The failure of Ilkhanid-Western negotiations, and the reasons for it, are of particular importance in view of the widespread belief in the past that they might well have succeeded.".{{sfn|Jackson|2005|p=4}}}}</ref> Muslim juga merupakan musuh bersama Franka dan Mongol. Namun, walaupun telah bertukar pesan, hadiah, dan duta selama beberapa dasawarsa, persekutuan ini tidak pernah terwujud.{{refn|group=note|"Despite numerous envoys and the obvious logic of an alliance against mutual enemies, the papacy and the Crusaders never achieved the often-proposed alliance against Islam".{{sfn|Atwood|2004|p=583}}}}{{sfn|Ryan|1998|p=411–421}}
 
Kontak antara bangsa Eropa dengan Mongol dimulai sekitar tahun 1220 dengan dikirimnya pesan dari paus dan raja-raja Eropa kepada para pemimpin Mongol seperti pemegang gelar [[Khagan|Khan Agung]] dan kemudian penguasa [[Ilkhanat]] di [[Persia]] yang telah ditaklukkan oleh Mongol. Komunikasi cenderung mengikuti pola berulang: bangsa Eropa meminta agar bangsa Mongol beralih keyakinan ke Kekristenan Barat, sementara bangsa Mongol menanggapinya dengan meminta pernyataan tunduk dan upeti. Bangsa Mongol telah menaklukkan banyak negara Kristen dan Muslim dalam sepak terjangnya di seluruh Asia, dan setelah menghancurkan [[Kekhalifahan Abbasiyah]] dan [[Dinasti Ayyubiyah|Kesultanan Ayyubiyah]], bangsa Mongol selama beberapa generasi berikutnya melawan satu-satunya kekuatan Islam yang masih tersisa di wilayah tersebut, yaitu [[Kesultanan Mamluk (Kairo)|Kesultanan Mamluk]] di [[Mesir]]. [[Hethum I, Raja Armenia|Hethum I]], raja negara Tentara Salib [[Kerajaan Armenia Kilikia|Armenia Kilikia]], telah tunduk kepada bangsa Mongol pada tahun 1247, dan mengajak raja-raja lain untuk mengadakan persekutuan Kristen-Mongol, tetapi ia hanya mampu meyakinkan menantunya, Pangeran [[Bohemond VI dari Antiokhia|Bohemond VI]] dari negara Tentara Salib [[Kepangeranan Antiokhia|Antiokhia]], yang kemudian menurut pada tahun 1260. Pemimpin-pemimpin Kristen lain seperti Tentara Salib di [[Akko]] tidak memercayai bangsa Mongol, dan menganggap mereka sebagai ancaman terbesar di wilayah tersebut. Maka Baron Akko terlibat dalam persekutuan pasif yang tidak biasa dengan Mamluk dengan membiarkan mereka melewati wilayah Tentara Salib agar dapat melawan dan mengalahkan pasukan Mongol dalam [[Pertempuran Ain Jalut]] pada tahun 1260.{{refn|group=note|"The authorities of the crusader states, with the exception of Antioch, opted for a neutrality favourable to the Mamluks."{{sfn|Morgan|1989|p=204}}}}
Baris 130:
{{see also|Invasi Syam oleh Mongol|Serangan Palestina oleh Mongol}}
 
Setelah kematian Arghun, ia digantikan oleh [[Gaykhatu]], yang kemudian digantikan oleh [[Baydu]]. Masa kekuasaan kedua penerus ini singkat, dan Baydu bahkan hanya memegang kekuasaan selama beberapa bulan. Stabilitas baru kembali setelah putra Arghun, [[Ghazan]], mengambil alih kekuasaan pada tahun 1295. Untuk mendapatkan dukungan dari tokoh-tokoh Mongol yang berpengaruh, dia menyatakan masuk Islam di muka umum ketika dia naik takhta. Meskipun secara resmi menjadi Muslim, Ghazan tetap toleran terhadap berbagai agama, dan berupaya mempertahankan hubungan baik dengan negara-negara vasalnya yang Kristen seperti Armenia Kilikia dan Georgia.<ref>{{refnharvnb|group=noteRichard|1999|p=455–456}}: "When Ghazan got rid of him [Nawruz] (March 1297), he revived his projects against Egypt, and the rebellion of the Mamluk governor of Damascus, Saif al-Din Qipchaq, provided him with the opportunity for a new Syrian campaign; Franco-Mongol cooperation thus survived both the loss of Acre by the Franks and the conversion of the Mongols of Persia to Islam. It was to remain one of the givens of crusading politics until the peace treaty with the Mamluks, which was concluded only in 1322 by the khan Abu Said."{{sfn|Richard|1999|p=455–456}}}}</ref>
 
[[Berkas:Mongol raids into Syria and Palestine ca 1300.svg|ka|jmpl|Dalam tahun 1299/1300, pasukan Mongol terjun dalam kancah pertempuran untuk merebut kota-kota di Suriah, dan dalam penyerangan jauh ke selatan hingga mencapai Gaza.]]
Baris 144:
[[Berkas:GhazanAndKingOfArmenia1303.JPG|jmpl|kiri|jmpl|Dalam sebuah miniatur dari ''[[Perjalanan Marco Polo]]'' abad ke-15, Ghazan memerintahkan Raja Armenia Hethum II untuk menyertai Kutlushka dalam serangan tahun 1303 terhadap Damaskus.{{sfn|Mutafian|2002|p=74–75}}]]
 
Rencana operasi gabungan antara pasukan Franka dan Mongol sekali lagi disusun untuk musim dingin tahun 1301 dan 1302. Namun, pada pertengahan tahun 1301, Pulau Ruad diserang oleh pasukan Mamluk. Setelah pengepungan yang berkepanjangan, pulau itu menyerah pada tahun 1302 atau 1303.{{sfn|Barber|2001|p=22}}{{sfn|Jackson|2005|p=171}} Pasukan Mamluk membantai banyakpasukan penduduklawan yang kalah, dan menjebloskan para Kenisah yang masih hidup ke penjara di Kairo.{{sfn|Barber|2001|p=22}} Pada akhir tahun 1301, Ghazan mengirim beberapa surat kepada paus yang memintanya untuk mengirim pasukan, pastor, dan petani, dengan tujuan agar Tanah Suci dapat menjadi sebuah negara bangsa Franka lagi.{{sfn|Richard|1999|p=469}}
 
Pada tahun 1303, Ghazan mengirim surat lain kepada Edward I, melalui Buscarello de Ghizolfi, yang juga pernah menjadi duta besar untuk Arghun. Surat itu menegaskan kembali janji leluhur mereka, Hulagu, bahwa pasukan Ilkhan akan menyerahkan Yerusalem kepada bangsa Franka sebagai imbalan untuk bantuan melawan pasukan Mamluk. Tahun itu, pasukan Mongol lagi-lagi berusaha untuk menyerang Suriah, muncul dengan kekuatan besar (sekitar 80.000 tentara) bersama dengan pasukan Armenia. Namun, mereka dikalahkan di Homs pada {{nowrap|30 Maret 1303}}, dan dalam [[Pertempuran Marj al-Saffar (1303)|Pertempuran Marj al-Saffar]], di sebelah selatan Damaskus, pada {{nowrap|21 April 1303}}.<ref name = "iranica" /> Pertempuran penting di Marj al-Saffar dianggap sebagai serangan besar-besaran Mongol terakhir ke Suriah.{{sfn|Nicolle|2001|p=80}} Ghazan meninggal pada {{nowrap|10 Mei 1304}}, dan impian bangsa Franka tentang penaklukan kembali Tanah Suci menjadi sirna.{{sfn|Demurger|2005|p=109}}