Pertempuran Cartagena (209 SM)

artikel daftar Wikimedia

Pertempuran Cartagena Baru terjadi pada awal 209 SM kala pasukan Romawi di bawah kepemimpinan Publius Cornelius Scipio berhasil menyerang Cartagena Baru, ibukota Iberia Cartagena, yang dijaga oleh garisun di bawah kepemimpinan Mago. Pertempuran tersebut adalah bagian dari Perang Punik II.

Pada 211 SM, Romawi di Iberia (kini Spanyol dan Portugal) mengalami kekalahan besar pada pertempuran Baetis Hulu. Pengerahan didatangkan pada awal 210 SM dan Scipio mengerahkan pengerahan lebih lanjut kala ia mengambil komando pada akhir tahun tersebut. Scipio merasa tak mampu untuk menggambarkan pertempuran tersebut dan kekalahan tiga tentara Cartagena kuat di semenanjung dan sehingga memutuskan untuk menyerang di pusat material kekuatan Cartagena di Iberia: ibukota baru, Cartagena Baru. Ia mendatangi bagian luar kota tersebut pada awal 209 SM dan menyatakan serangannya pada keesokan harinya. Usai mengalahkan pasukan Cartagena di luar tembok, ia menekan serangan di gerbang timur. Secara mendadak, pasukan dari kapal-kapal Romawi berniat untuk menaiki tembok sampai selatan dari wilayah pelabuhan. Kedua serangan tersebut dipukul mundur.

Pada siang hari, Scipio mengerahkan kembali serangan. Dengan penekanan keras, Mago menggerakkan pasukan dari tembok utara, yang menghadap laguna dangkal besar. Dalam mengantisipasinya, Scipio mengirim 500 pasukan melewati laguna tersebut untuk merebut tembok utara, yang membuat mereka tak terlawan. Mereka memperjuangkan jalan mereka ke gerbang timur, membukanya dari dalam dan memasukkan rombongan mereka. Cartagena Baru jatuh dan dijarah, dan Mago menyerahkan citadel dan pasukan terakhirnya. Sejumlah besar logam berharga dan materiel perang direbut. Cartagena menjadi pusat logistik upaya perang Romawi di Iberia. Pada 206 SM, warga Cartagena diusir dari semenanjung tersebut.

Latar belakang

Kala Perang Punik II pecah antara Romawi dan Cartagena pada 218 SM, sebagian besar Iberia (kini Spanyol dan Portugal) dikendalikan oleh Cartagena atau sekutunya.[1] Salah satu tindakan pertama Romawi dalam perang tersebut adalah mengirim pasukan ke timur laut Iberia.[2] Usai tujuh tahun berbagi kekayaan, Romawi mengundang 20.000 pedagang Keltiberia untuk mengerahkan pasukan reguler mereka dan bergerak menuju selatan Iberia. Disana, mereka membagi pasukan mereka menjadi dua bagian. Kala Keltiberia membelot, Romawi kalah besar dalam dua pertempuran terpisah pada 211 SM.[2][3]

Panglima Romawi, dan kemudian konsul, Gaius Claudius Nero mengirimkan pengerahan pada 210 SM dan menstabilisasikan keadaan, menghimpun pemondokan kecil di timur laut Iberia.[3] Menjelang akhir 210 SM, Publius Cornelius Scipio[note 1] datang dengan pengerahan omawi tambahan untuk menggantikan Nero dala mengkomandoi seluruh pasukan Romawi di Iberia.[5][6] Scipio terlalu muda bagi standar Romawi untuk komando semacam itu, ia berusia pertengahan dua puluhan tahun. Ia secara tak diharapkan kurang berpengalaman untuk memegang jabatan semacam itu menurut standar Romawi pada masa itu, tak pernah memegang jabatan senior apapun.[7]

Scipio mengkomandoi sebanyak 31.000 pasukan: 28.000 infanteri dan 3.000 kavaleri.[8] Terdapat tiga kelompok pasukan Cartagena terpisah di Iberia, masing-masing sebesar atau lebih besar ketimbang pasukan Romawi. Pasukan Cartagena kabur dari wilayah yang direbut oleh Romawi: satu berada di tengah Iberia dipimpin oleh panglima Cartegena sepenuhnya di Iberia, Hasdrubal Barca;[note 2] satu di dekat Gades (kini Cádiz); dan ketiga di Lusitania (diperkirakan kini Portugal). Pembagian pasukan Cartagena membuatnya sulit bagi mereka untuk mendukung satu sama lain secara saling menguntungkan. Tindakan tersebut akan memperkenankan Scipio untuk dengan mudah mengkirab pasukannya dari pangkalan Romawi di Tarraco (kini Tarragona) untuk bertikai dengan salah satu kelompok pasukan; mungkin yang paling terdekat, yang berada di bawah kepemimpinan Hasdrubal di tengah Iberia.[12][13][14]

Pada waktu itu, sanga tsulit untuk menghimpun lawan yang tak dikehendaki untuk melakukan pertempuran. Pertempuran bernada biasanya didahului oleh dua kelompok pasukan yang berkemah pada jarak 2–12 kilometer (1–7 mi) selama berhari-hari atau berpekan-pekan; terkadang dibentuk dalam rangka pertempuran pada setiap hari. Jika panglima merasa tak memajukan, ia dapat berkirab tanpa menjalin atau enggan untuk meninggalkan kemah bentengnya.[15][16] taktik semacam itu dapat berujung pada kampanye tak pasti, pada akhirnya Romawi akan menarik diri, yang akan mendemoralisasikan sekutu Iberia mereka dan mungkin berujung pada pembelotan di kalangan mereka. Selain itu, salah satu pasukan Cartagena lain datang dengan bantuan Hasdrubal, yang akan mengembangkan kemungkinan Romawi menderita kekalahan serupa dengan yang terjadi pada tahun 211 SM.[17][12] Kekalahan tahun 211 BC sangat merusak pendirian Romawi dengan suku-suku Iberia. Kemenangan Romawi yang cepat akan memulihkan moral suku-suku tersebut yang masih setia pada Roma dan mendorong pihak lainnya datang.[18] Sambutan berkelanjutan kelemahan Romawi akan mendorong pembelotan.[19]

Permulaan

 
Patung dada marmer abad ke-2 SM dari Publius Cornelius Scipio[20][21]

Kala ia datang ke Iberia, Scipio berniat untuk mengadopsi pendirian agresif langsung dan sehingga memutuskan agar alih-alih merencanakan pertempuran dengan salah satu kelompok pasukan Cartagena, ia akan menyerang pusat material dari kekuatan Cartagena di Iberia: ibukotanya, Cartagena Baru.[22] Cartagena Baru (dikenal Romawi sebagai Carthago Nova) didirikan pada sekitar tahun 217 SM oleh penguasa Iberia Cartagena waktu itu, Hasdrubal yang Adil.[note 3] Tindakan tersebut menghimpun pelabuhan perairan dalam besar dengan fasilitas baik dan juga ditujukan untuk perjalanan dari dan ke Cartagena.[24][25] Terdapat pertambangan perak produktif di dekat pegunungan.[23] Pelabuhan kota berada di teluk yang menghadap selatan, dengan bagian masuk hanya memiliki lebar sekitar 600 meter (2.000 ft). Kota tersebut berada pada pesisir utaranya. Promontori berbukit memisahkan teluk dari aguna pasang dangkal yang besar di utara. Kota tersebut dibangun pada dan di antara lima bukit dari promontori tersebut. Satu-satunya penghubung ke daratan utama adalah sebuah tanah genting selebar 300-meter (300 yd) di timur. Laguna tersebut terhubung dengan teluk utama lewat tanjung sempit di barat Cartagena Baru.[26] Kota tersebut berjarak 450 kilometer (280 mi) dari selatan pangkalan Romawi utama.[27]

Scipio mengirim mata-mata untuk melaporkan balik soal geografi di sekitaran Cartagena Baru, pertahanannya dan garisunnya. Ia memahami bahwa wilayah tersebut dibentengi oleh tembok tinggi nan kuat sepanjang 3.700 meter (12.000 ft), yang menghadap wilayah perairan lebar pada sebagian besar bentangannya. Terdapat gerbang yang terbentengi dengan baik di sisi timurnya, akses utama ke kota tersebut.[23][28] Orang-orang Cartagena memakai Cartagena Baru sebagai percetakan uang logam dan penyimpanan harta benda utama mereka di Iberia. Mereka juga memakainya sebagai galangan kapal utama mereka dan pelabuhan militer untuk peralatan dan materiel perang di Iberia, serta menangkap banyak tahanan Iberia yang menjadi sandera atas perlakuan baik suku-suku mereka. Panglimanya, Mago,Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; referensi tanpa nama harus memiliki isi hanya memiliki 1.000 pasukan reguler yang mempertahankan kota tersebut, ditunjang oleh apa yang didapatkan oleh pasukannya dari penduduk asli. Dalam peristiwa tersebut, 2.000 militia tambahan dan pasukan ireguler yang tak diketahui jumlahnya dikerahkan.[note 4][30][31][22] Scipio juga berulang kali mempelajari penjelasan cara menerobos laguna ke utara, terutama kala pasang dan mungkin kala ada angin di atasnya.[14]

Kala mereka mencapai Cartago Baru, Romawi hanya akan memiliki waktu satu atau dua pekan untuk merebutnya sebelum pasukan Cartagena dapat mendatangkan bantuannya.[14][32] Sehingga, sangat tak lazim untuk kota yang dibentengi dengan baik untuk berhasil diserbu. Jika tempat semacam itu direbut, kejadian tersebut biasanya disebabkan oleh pengkhianatan dari dalam, tak memungkinkan dalam kasus Cartago Baru, ataupun pengepungan. Namun, pengepungan biasanya berlangsung berbulan-bulan dan setidaknya satu kelompok pasukan Cartagena mampu untuk didatangkan sebelum Cartagena Baru direbut lewat pengepungan.[note 5][32][34]

Pada awal 209 SM, Scipio meninggalkan 3.000 infanteri dan 300 kavaleri untuk mengamankan wilayah Iberia yang diduduki oleh Romawi dan bergerak ke selatan dengan jumlah seimbang, 25.000 infanteri dan 2.500 kavaleri.[35][14] Tiga puluh lima galley direncakan berlayar di bawah komando bawahan Scipio, Gaius Laelius, yang ditujukan untuk menghadapi pasukan utama di Cartagena Baru.[36] Hal semacam itu merupakan kerahasiaan yang mengerahkan pergerakan tersebut kala pasukan Romawi hanya mengerahkan Scipio dan Laelius sadar akan tujuan mereka. Para panglima Romawi lain dikerahkan pada beberapa titik dalam perjalanan.[37]

Pertempuran

Scipio mengisolasi kota di sisi daratan semenanjung dengan mendirikan kamp di tanah genting yang sempit dengan kekuatan 27.500 pasukan, bersama dengan armada maritim Romawi yang dipimpin oleh Gaius Laelius untuk memblokade kota dari arah teluk sehingga kota tersebut terisolasi dari bantuan luar. Bangsa Romawi tidak membuat garis blokade, karena berniat untuk melakukan gempuran serangan sebelum datangnya bantuan dari lawan-lawannya yang berjarak 10 hari perjalanan.[38][39]

2.000 orang warga sipil Kartago yang bersenjata, melancarkan aksi serangan mendadak melalui gerbang sempit di sebelah timur kota.[38] Tujuan mereka adalah untuk menunda progres pekerjaan pengepungan atau serangan Romawi.[38] Scipio telah mengantisipasi serangan tersebut, ketika penduduk bergerak mendekati kamp.[38] Meskipun Romawi memiliki keunggulan dalam jumlah pasukan, pelatihan, senjata dan kepemimpinan, Romawi tetap harus berjuang keras untuk waktu yang lama dalam menghadapi milisi yang terlatih.[38] Dalam pertempuran, Scipio mengerahkan lebih banyak manipulus dari pasukan cadangannya yang membuat orang-orang Kartago tercerai-berai, lalu melarikan diri kembali ke kota.[40]

Scipio melancarkan serangannya atas tanah genting yang menghubungkan daratan dengan semenanjung, sementara armada maritim Romawi menyerang dari sisi selatan. Kartago memukul mundur setiap serangan Romawi dengan menghujani pasukannya menggunakan misil (kuno) dan menelan banyak korban.[39] Scipio kemudian memperbarui serangannya pada hari berikutnya dengan tambahan kelompok pasukan yang menyerang melalui laguna di sisi utara.[38] Cuaca yang mendukung karena adanya badai angin, (yang mengalirkan sebagian arus laguna ke Mediterania, mengurangi kedalaman laguna sehingga pasukan Romawi dapat dengan mudah melintasinya) rombongan berhasil menaiki tembok bagian utara yang tidak dijaga, lalu menyerbu bagian belakang pasukan yang menjaga tanah genting tersebut. Pada saat yang bersamaan, pasukan maritim Romawi juga berhasil menembus kota dari selatan.[41]

Polibios memberikan uraian tentang bagaimana Scipio Africanus menyerbu Kartago Baru:

"...mengarahkan [para prajuritnya], menurut kebiasaan Romawi, menentang orang-orang di kota, mengatakan kepada mereka untuk membunuh setiap orang yang ditemui dan tak mengampuni siapa pun, serta tidak mengawali penjarahan sebelum mereka mendapat perintah. Maksud dari kebiasaan tersebut adalah untuk melancarkan aksi teror. Dengan demikian, orang dapat melihat kota-kota yang diduduki oleh Romawi tidak hanya manusia yang dibantai, bahkan anjing pun dibelah menjadi dua dan anggota badan hewan lain pun disembelih. Dalam situasi tersebut, jumlah pembantaian sangatlah besar."

— Polibios, [42]

Aksi pembantaian tersebut dihentikan ketika Mago menyatakan setuju untuk menyerah, kemudian setelah itu orang-orang Romawi mulai menjarah kota.

Akibat

Dengan jatuhnya Kartago Baru, Romawi memaksa Kartago untuk menyerahkan seluruh pantai timur Spanyol, serta merebut sejumlah besar toko-toko yang menjual peralatan militer dan tambang perak yang terletak tak jauh dari kota.

Catatan, kutipan dan sumber

Catatan

  1. ^ Publius Scipio merupakan putra dari rekan panglima Romawi sebelumnya di Iberia, yang juga bernama Publius Scipio, dan keponakan dari rekan panglima lain, Gnaeus Scipio.[4]
  2. ^ Hasdrubal adalah adik dari Hannibal Barca, yang memimpin pasukan Cartagena dari Iberia ke Italia Romawi pada 218 SM.[9][10] Pasukan Cartagena berkampanye disana selama delapan tahun sebelumnya dengan kesuksesan menonjol.[11]
  3. ^ Hasdrubal adalah paman dari Hannibal dan Hasdrubal Barca lewat pernikahan.[23]
  4. ^ Sejarawan modern Dexter Hoyos menjelaskan jumlah kecil garisun tersebut sebagai "penghimpunan strategis tak dibenarkan" oleh Hasdrubal Barca, yang sepenuhnya mengkomandoi Iberia untuk orang-orang Cartagena.[29]
  5. ^ Kala Hannibal menyerbu Saguntum, yang berjarak 350 kilometer (220 mi) dari utara Cartago Baru, pada 219 SM, pengerahan tersebut menghabiskan waktu delapan bulan untuk merrebutnya.[33]

Kutipan

  1. ^ Miles 2011, hlm. 220.
  2. ^ a b Zimmermann 2015, hlm. 291.
  3. ^ a b Edwell 2015, hlm. 322.
  4. ^ Miles 2011, hlm. 268, 298–299.
  5. ^ Edwell 2015, hlm. 323.
  6. ^ Carey 2007, hlm. 78.
  7. ^ Lowe 2000, hlm. 39–40.
  8. ^ Goldsworthy 2001, hlm. 271.
  9. ^ Erdkamp 2015, hlm. 71.
  10. ^ Hoyos 2015, hlm. 107.
  11. ^ Goldsworthy 2001, hlm. 169–170.
  12. ^ a b Lazenby 1998, hlm. 134.
  13. ^ Goldsworthy 2006, hlm. 271–272.
  14. ^ a b c d Bagnall 1999, hlm. 207.
  15. ^ Goldsworthy 2006, hlm. 56.
  16. ^ Sabin 1996, hlm. 64.
  17. ^ Goldsworthy 2006, hlm. 247, 272.
  18. ^ Goldsworthy 2004, hlm. 57.
  19. ^ Goldsworthy 2006, hlm. 247.
  20. ^ Coarelli 1981, hlm. 73–74.
  21. ^ Etcheto 2012, hlm. 274–278.
  22. ^ a b Zimmermann 2015, hlm. 292.
  23. ^ a b c Bagnall 1999, hlm. 147.
  24. ^ Miles 2011, hlm. 225.
  25. ^ Bagnall 1999, hlm. 206.
  26. ^ Bagnall 1999, hlm. 207–208.
  27. ^ Lazenby 1998, hlm. 139.
  28. ^ Lowe 2000, hlm. 41.
  29. ^ Hoyos 2003, hlm. 144.
  30. ^ Lazenby 1998, hlm. 134–135.
  31. ^ Goldsworthy 2004, hlm. 58, 60.
  32. ^ a b Goldsworthy 2004, hlm. 58.
  33. ^ Goldsworthy 2001, hlm. 163.
  34. ^ Lazenby 1998, hlm. 87.
  35. ^ Lowe 2000, hlm. 40.
  36. ^ Goldsworthy 2004, hlm. 59.
  37. ^ Lazenby 1998, hlm. 135.
  38. ^ a b c d e f Goldsworthy 2000, hlm. 273.
  39. ^ a b Goldsworthy 2000, hlm. 274.
  40. ^ Goldsworthy 2000, hlm. 273–274.
  41. ^ Livy 26.45
  42. ^ Keegan 1993, hlm. 265.

Sumber

  • Bagnall, Nigel (1999). The Punic Wars: Rome, Carthage and the Struggle for the Mediterranean. London: Pimlico. ISBN 978-0-7126-6608-4. 
  • Carey, Brian Todd (2007). Hannibal's Last Battle: Zama & the Fall of Carthage. Barnsley, South Yorkshire: Pen & Sword. ISBN 978-1-84415-635-1. 
  • Champion, Craige B. (2015) [2011]. "Polybius and the Punic Wars". Dalam Hoyos, Dexter. A Companion to the Punic Wars. Chichester, West Sussex: John Wiley & Sons. hlm. 95–110. ISBN 978-1-1190-2550-4. 
  • Coarelli, Filippo (1981). "La doppia tradizione sulla morte di Romolo e gli auguracula dell'Arx e del Quirinale". Dalam Pallottino, Massimo. li Etruschi e Roma: atti dell'incontro di studio in onore di Massimo Pallottino (dalam bahasa Italia). Rome: G. Bretschneider. hlm. 173–188. ISBN 978-88-85007-51-2. 
  • Edwell, Peter (2015) [2011]. "War Abroad: Spain, Sicily, Macedon, Africa". Dalam Hoyos, Dexter. A Companion to the Punic Wars. Chichester, West Sussex: John Wiley & Sons. hlm. 320–338. ISBN 978-1-119-02550-4. 
  • Erdkamp, Paul (2015) [2011]. "Manpower and Food Supply in the First and Second Punic Wars". Dalam Hoyos, Dexter. A Companion to the Punic Wars. Chichester, West Sussex: John Wiley & Sons. hlm. 58–76. ISBN 978-1-1190-2550-4. 
  • Etcheto, Henri (2012). Les Scipions. Famille et pouvoir à Rome à l'époque républicaine (dalam bahasa Prancis). Bordeaux: Ausonius Éditions. ISBN 978-2-35613-073-0. 
  • Goldsworthy, Adrian (2001). Cannae. London: Cassell. ISBN 978-0-304-35714-7. 
  • Goldsworthy, Adrian (2004) [2003]. In the Name of Rome: The Men Who Won the Roman Empire. London: Phoenix. ISBN 978-0-7538-1789-6. 
  • Goldsworthy, Adrian (2006) [2000]. The Fall of Carthage: The Punic Wars 265–146 BC. London: Phoenix. ISBN 978-0-304-36642-2. 
  • Hoyos, Dexter (2003). Hannibal's Dynasty: Power and Politics in the Western Mediterranean, 247–183 BC. London: Routledge. ISBN 978-0-203-41782-9. 
  • Hoyos, Dexter (2015). Mastering the West: Rome and Carthage at War. Oxford: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-986010-4. 
  • Lazenby, John (1996). The First Punic War: A Military History. Stanford, California: Stanford University Press. ISBN 978-0-8047-2673-3. 
  • Lazenby, John (1998). Hannibal's War: A Military History of the Second Punic War. Warminster: Aris & Phillips. ISBN 978-0-85668-080-9. 
  • Lowe, Benedict J. (2000). "Polybius 10.10.12 and the Existence of Salt-Flats at Carthago Nova". Phoenix. Classical Association of Canada. 54 (1/2 (Spring - Summer)): 39–52. doi:10.2307/1089089. JSTOR 1089089. 
  • Miles, Richard (2011). Carthage Must be Destroyed. London: Penguin. ISBN 978-0-14-101809-6. 
  • Richardson, J H (2018). "P Cornelius Scipio and the Capture of New Carthage: The Tide, the Wind, and Other Fantasies". Classical Quarterly. 68 (2): 458–474. doi:10.1017/S0009838818000368. ISSN 0009-8388. 
  • Sabin, Philip (1996). "The Mechanics of Battle in the Second Punic War". Bulletin of the Institute of Classical Studies. Supplement. 67 (67): 59–79. JSTOR 43767903. 
  • Zimmermann, Klaus (2015) [2011]. "Roman Strategy and Aims in the Second Punic War". Dalam Hoyos, Dexter. A Companion to the Punic Wars. Chichester, West Sussex: John Wiley & Sons. hlm. 280–298. ISBN 978-1-1190-2550-4.