Piagam Jakarta: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
keterangan ini ada di sumber aslinya (termasuk di risalah rapat BPUPK), jadi tolong jangan sembarangan menghapus hanya karena Anda tidak suka, ini tergolong sebagai vandalisme
Tag: Pembatalan
 
(30 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 16:
'''Piagam Jakarta''' adalah rancangan Pembukaan [[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945]] (UUD 1945). Rancangan ini dirumuskan oleh [[Panitia Sembilan]] [[Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia|Badan Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan]] (BPUPK){{efn|Nama resmi badan ini sebenarnya adalah "Badan untuk Menyelidiki Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan". Nama ini tidak mencakup "Indonesia" karena badan ini pertama kali dibentuk oleh [[Angkatan Darat ke-16 (Jepang)|Angkatan Darat ke-16 Jepang]] yang hanya berwenang di Jawa, dan maklumat yang mengumumkan pendirian badan ini juga hanya menyebut wilayah Jawa. [[Angkatan Darat ke-25 (Jepang)|Angkatan Darat ke-25]] yang berwenang di Sumatra baru mengizinkan pembentukan BPUPK untuk Sumatra pada 25 Juli 1945. Di sisi lain, Angkatan Laut Jepang yang memiliki wewenang di Kalimantan dan Indonesia Timur tidak mengizinkan pembentukan badan persiapan kemerdekaan. Lihat {{harvnb|Kusuma|Elson|2011|pp=196-197, catatan kaki 3}}}} di [[Jakarta]] pada tanggal 22 Juni 1945.
 
Piagam ini mengandung lima sila yang menjadi bagian dari ideologi [[Pancasila]], tetapi pada sila pertama juga tercantum frasa "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Frasa ini, yang juga dikenal dengan sebutan "tujuh kata", pada akhirnya dihapus dari Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]], yaitu badan yang ditugaskan untuk mengesahkan UUD 1945. Tujuh kata ini dihilangkan atas prakarsa [[Mohammad Hatta]] yang pada malam sebelumnya menerima kabar dari seorang perwira angkatan laut Jepang bahwa kelompok nasionalis dari [[Indonesia Timur]] lebih memilih mendirikan negara sendiri jika tujuh kata tersebut tidak dihapus. Pada tahun 1950-an, ketika UUD 1945 ditangguhkan, para perwakilan partai-partai Islam menuntut agar Indonesia kembali ke Piagam Jakarta. UntukPada memenuhi5 keinginanJuli kelompok Islam1959, Presiden [[Soekarno]] mengumumkan dalam [[Dekret Presiden 5 Juli 1959|Dekret Presiden]] (yang menyatakan kembali ke UUD 1945) bahwa Piagam Jakarta "menjiwai" UUD 1945 dan "merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut". Makna dari kalimat ini sendiri terus memantik kontroversi sesudah dekret tersebut dikeluarkan. Kelompok kebangsaan merasa bahwa kalimat ini sekadar mengakui Piagam Jakarta sebagai suatu dokumen historis, sementara kelompok Islam meyakini bahwa dekret tersebut memberikan kekuatan hukum kepada "tujuh kata" dalam Piagam Jakarta, dan atas dasar ini mereka menuntut pengundangan hukum Islam khusus untuk Muslim.
 
Piagam Jakarta kembali memicu perdebatan selama proses amendemen undang-undang dasar pada masa [[Reformasi Indonesia|Reformasi]] (1999–2002). Partai-partai Islam mengusulkan agar "tujuh kata" ditambahkan ke dalam Pasal 29 UUD 1945, yaitu pasal yang mengatur soal kedudukan agama dalam negara dan [[kebebasan beragama]]. Namun, usulan amendemen dari partai-partai Islam tidak mendapatkan dukungan dari mayoritas di [[Majelis Permusyawaratan Rakyat]] (MPR).<!-- Hingga kini, berbagai kelompok Islam (seperti [[Front Pembela Islam]]) masih memperjuangkan pengembalian Piagam Jakarta.-->
Baris 112:
</div>
<div style="float:left; width:45%;">
{{Quote|Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada: ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewudjudkanmewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.}}
</div>
{{Clear}}
Baris 131:
Sesuai dengan saran dari Panitia Sembilan, BPUPK menggelar sidang resmi keduanya dari 10 hingga 17 Juli 1945 di bawah kepemimpinan Soekarno. Tujuannya adalah untuk membahas permasalahan terkait undang-undang dasar, termasuk rancangan mukadimah yang terkandung dalam Piagam Jakarta.{{sfn|Schindehütte|2006|p=125}} Pada hari pertama, Soekarno melaporkan hal-hal yang telah dicapai selama pembahasan pada masa reses, termasuk Piagam Jakarta. Ia juga mengabarkan bahwa Panitia Kecil telah menerima Piagam Jakarta secara bulat. Menurut Soekarno, piagam ini mengandung "segenap pokok-pokok pikiran yang mengisi dada sebagian besar daripada anggota-anggota Dokuritu Zyunbi Tyoosakai [BPUPK]".{{sfn|Elson|2009|p=114}}
 
Pada hari kedua sidang (tanggal 11 Juli), tiga anggota BPUPK menyampaikan penolakan mereka terhadap tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Salah satunya adalah [[Johannes Latuharhary]], seorang anggota beragama [[Kristen Protestan|Protestan]] yang berasal dari [[Pulau Ambon]]. Ia merasa bahwa tujuh kata dalam Piagam Jakarta akan menimbulkan dampak yang "besar sekali" terhadap agama lain. Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya bahwa tujuh kata tersebut akan memaksa [[sukuOrang Minangkabau|etnis Minangkabau]] untuk meninggalkan [[Adat Minangkabau|adat istiadat]] mereka dan juga berdampak terhadap hak tanah yang berlandaskan pada hukum adat di Maluku.{{sfn|Elson|2009|p=115}} Dua anggota lain yang tidak setuju dengan tujuh kata adalah [[Wongsonegoro]] dan [[Hoesein Djajadiningrat]]. Menurut Djajadiningrat, tujuh kata dapat menimbulkan fanatisme karena seolah memaksakan umat Islam untuk menjalankan hukum syariat. Salah satu anggota Panitia Sembilan, Wahid Hasjim, menampik kemungkinan terjadinya pemaksaan karena adanya dasar permusyawaratan. Ia juga berkomentar bahwa meskipun ada anggota yang menganggap tujuh kata itu "tajam", ada pula yang menganggapnya "kurang tajam".{{sfn|Boland|1971|p=29}}
 
Dua hari sesudahnya, pada 13 Juli, Hasjim menggagas perubahan Pasal 4 Rancangan Undang-Undang Dasar agar Presiden Indonesia harus beragama Islam. Ia juga mengusulkan agar Pasal 29 Rancangan Undang-Undang Dasar (yang berkaitan dengan agama) diamendemen untuk menjadikan Islam sebagai [[agama negara]] ditambah dengan klausul yang menjamin kebebasan beragama untuk kaum non-Muslim. Menurutnya, hal ini diperlukan karena hanya agama yang dapat membenarkan penggunaan kekuatan untuk mengambil nyawa dalam konteks pertahanan nasional.{{sfn|Anshari|1976|p=28-29}}{{sfn|Elson|2009|pp=115-116}} Anggota BPUPK lainnya, [[Otto Iskandardinata]], menentang usulan agar Presiden Indonesia harus Muslim, dan mengusulkan agar tujuh kata di Piagam Jakarta diulang dalam Pasal 29 Rancangan Undang-Undang Dasar.{{sfn|Anshari|1976|p=29}}
Baris 191:
=== Tuntutan penerapan Piagam Jakarta oleh kelompok Islam ===
[[Berkas:Mohammad_Roem,_Pekan_Buku_Indonesia_1954,_p245.jpg|jmpl|kiri|150px|Menurut [[Mohamad Roem]], kewajiban dalam tujuh kata Piagam Jakarta bukanlah kewajiban hukum, tetapi kewajiban agama yang pelaksanaannya tergantung pada masing-masing individu]]
Pengakuan Piagam Jakarta oleh Dekret 5 Juli 1959 ditafsirkan secara berbeda oleh berbagai kelompok politik. Di satu sisi, kelompok kebangsaan dan partai-partai non-Islam serta anti-Islam mengamati bahwa Piagam Jakarta hanya disebutkan di bagian pertimbangan, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum. Di sisi lain, kelompok Islam berpendapat bahwa Dekret 5 Juli 1959 telah memberikan kekuatan hukum bagi tujuh kata, sehingga dengan ini Muslim akan diwajibkan untuk menjalankan syariat Islam. Bagi kelompok Islam, dekret ini juga menandakan bahwa hukum Islam khusus untuk Muslim Indonesia dapat diundangkan.{{sfn|Boland|1971|p=101}}
 
Politikus dari Nahdlatul Ulama [[Saifuddin Zuhri]], yang diangkat menjadi Menteri Agama pada tahun 1962, mengumumkan pada tahun 1963 saat perayaan hari lahir Piagam Jakarta bahwa piagam tersebut telah memicu [[Revolusi Nasional Indonesia]], memiliki status konstitusional, dan berpengaruh terhadap setiap perundang-undangan dan kehidupan ideologis bangsa.{{sfn|Anshari|1976|p=107}} Sebagai Menteri Agama, ia juga mencoba mengarahkan bawahannya untuk melaksanakan Dekret 5 Juli 1959.{{sfn|Mujiburrahman|2006|p=130}} Pada saat perayaan hari jadi ke-40 Nahdlatul Ulama (31 Januari 1966), diadakan sebuah pawai, dan pesertanya memegang spanduk yang menuntut kembalinya Piagam Jakarta.{{sfn|Mujiburrahman|2006|p=107}} Pada bulan yang sama, [[Majelis Permusyawaratan Ulama]] [[Daerah Istimewa Aceh]] merumuskan sebuah rancangan Pedoman Dasar. Pasal 4 Pedoman Dasar ini menyatakan bahwa tujuan organisasi mereka adalah untuk menyatukan semua ulama dan umat dalam upaya untuk menerapkan Piagam Jakarta dan memberlakukan syariat Islam untuk Muslim di provinsi tersebut.{{sfn|Salim|2008|p=146}}
Baris 224:
== Tuntutan pengembalian Piagam Jakarta pada awal Reformasi (1999–2002) ==
=== Desakan partai Islam ===
Setelah [[Kejatuhan Soeharto|tumbangnya Soeharto]] dan pencabutan pembatasan terhadap kebebasan berpendapat pada tahun 1998, kembali muncul seruan untuk mendirikan negara Islam dan mengembalikan Piagam Jakarta.{{sfn|Jegalus|2009|pp=62, 68}} Pada Oktober 1999, MPR untuk pertama kalinya menyelenggarakan sidang untuk mengamendemen UUD 1945.{{sfn|Elson|2013|p=404}} Kemudian, saat Sidang Tahunan MPR pada tahun 2000, dua partai Islam, yaitu PPP dan [[Partai Bulan Bintang]] (PBB, penerus Partai Masyumi), memulai kampanye untuk menambahkan tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam Pasal 29 UUD 1945.{{sfn|Salim|2008|p=95}} Berdasarkan usulan ini, rumusan Pancasila di Pembukaan UUD 1945 tidak akan diubah.{{sfn|Butt|Lindsey|2012|p=232}} Pasal 29 sendiri berbunyi:{{sfn|Jegalus|2009|p=196}}
# Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
# Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Baris 275:
 
Walaupun kedua usulan partai-partai Islam gagal mendapatkan dukungan mayoritas, usulan-usulan ini masih didukung oleh banyak orang Muslim di Indonesia. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh surat kabar ''[[Kompas (surat kabar)|Kompas]]'' pada Agustus 2002, usulan Piagam Madinah didukung oleh 49,2% responden, sementara usulan Piagam Jakarta mendapat dukungan dari 8,2% responden. Jika keduanya digabung, 57,4% dapat dikatakan mendukung amendemen Pasal 29 UUD 1945, sementara hanya 38,2% yang ingin agar pasal tersebut dibiarkan seperti sebelumnya.{{sfn|Salim|2008|p=174}}
 
 
Pelanggaran Protokol Kesehatan Pencegahan COVID-19.
 
Vonis penjara
<!--
Hingga akhirnya ditetapkan sebagai organisasi terlarang pada 30 Desember 2020,<ref>{{cite news|url=https://news.detik.com/berita/d-5315789/4-alasan-pemerintah-tetapkan-fpi-ormas-terlarang-di-ri|title=4 Alasan Pemerintah Tetapkan FPI Ormas Terlarang di RI|first=Hestiana|last=Dharmastuti|publisher=[[Detik.com]]|date=30 Desember 2020|accessdate=21 Juli 2021}}</ref> FPI terus menuntut pengembalian Piagam Jakarta. Saat [[tablig akbar]] di [[Gasibu|Lapangan Gasibu]], Bandung, pada tahun 2011, Rizieq mengeluarkan pernyataan kontroversial dalam ceramahnya. Ia berkata "Pancasila Soekarno ketuhanan ada di pantat, Pancasila Piagam Jakarta ketuhanan ada di kepala".<ref name="rizieq">{{cite news|url=https://nasional.tempo.co/read/1085934/jejak-penghentian-kasus-penghinaan-pancasila-rizieq-shihab|title=Jejak Penghentian Kasus Penghinaan Pancasila Rizieq Shihab|first=M Rosseno|last=Aji|publisher=[[Tempo (majalah Indonesia)|Tempo]]|date=5 Mei 2018|accessdate=21 Juli 2021}}</ref> Putri Soekarno, [[Sukmawati Soekarnoputri]], melaporkan Rizieq ke polisi pada Oktober 2016 atas kasus penodaan Pancasila.<ref name="rizieq"/> Namun, pada 4 Mei 2016, [[Kepolisian Daerah Jawa Barat]] mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan, sehingga membebaskan Rizieq dari tuntutan.<ref>{{cite news|url=https://www.dw.com/id/rizieq-shihab-bebas-dari-tuntutan-kasus-penodaan-pancasila/a-43655763|title=Rizieq Shihab Bebas dari Tuntutan Kasus Penodaan Pancasila|publisher=[[Deutsche Welle]]|date=4 Mei 2018|accessdate=21 Juli 2021}}</ref>
-->
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Kamis (27/5) menjatuhkan hukuman delapan bulan penjara untuk Muhammad Rizieq Shihab, pendiri Front Pembela Islam (FPI) yang sekarang sudah dibubarkan, dalam kasus pelanggaran protokol kesehatan pencegahan COVID-19.
 
Vonis penjara untuk Rizieq dalam kasus kerumunan terkait resepsi pernikahan putrinya di Petambutan, Jakarta Pusat, lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni dua tahun serta pencabutan hak untuk menjadi pengurus organisasi masyarakat selama tiga tahun.
 
Sementara dalam kerumunan di Megamendung, Bogor, Rizieq hanya dihukum denda Rp20 juta yang jika tidak dibayar akan diganti hukuman lima bulan penjara. Vonis tersebut juga lebih rendah dari tuntutan sepuluh bulan penjara dan denda Rp50 juta.
 
Jaksa mendakwa Rizieq dengan tuduhan penghasutan dan kerumunan di Petamburan saat pesta pernikahan putrinya, kerumunan acara pembukaan pesantren di Megamendung, Bogor, melanggar karantina kesehatan dan menghalangi pelaksanaan penanggulangan pandemi.
 
Dalam pertimbangan meringankan, ketua majelis hakim Suparman Nyopa menilai Rizieq telah memberikan keterangan secara jujur selama persidangan terkait pidana yang membelitnya. Alhasil, meski terbukti melanggar Pasal 93 Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan, ia dihukum lebih ringan dari tuntutan.
 
"Terdakwa juga memiliki tanggungan keluarga dan sebagai guru agama Islam," kata hakim Suparman membacakan pertimbangan lain pada Kamis (27/5).
 
Sementara dalam pertimbangan meringankan pada kasus di Megamendung, hakim Suparman menilai kerumunan yang terjadi sebagai perihal yang tidak disengaja sehingga Rizieq tidak perlu dipidana.
 
"Perbuatan terdakwa merupakan delik culpa atau kesalahan yang tidak disengaja," lanjut Suparman.
 
Selain itu, Suparman menilai Rizieq telah mengalami diskriminasi hukum lantaran masih banyak kasus kerumunan massa lain sepanjang pandemi, tapi tidak berimplikasi pidana.
 
"Hakim berpendapat telah terjadi pengabaian karena ada pembedaan perlakukan di masyarakat satu sama lain," kata Suparman.
 
Dengan vonis ini, Rizieq diperkirakan akan bebas pada Agustus mendatang. Pasalnya, ia ditahan kepolisian sejak 12 Desember 2020.
 
Bersamaan dengan putusan Rizieq, Pengadilan Negeri Jakarta Timur juga menjatuhkan vonis delapan bulan penjara terkait kerumunan Petamburan kepada lima pengikut Rizieq yakni Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus alias Idrus Al-Habsyi, dan Maman Suryadi.
 
Kelimanya dinilai terbukti melanggar Pasal 93 Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan. Namun berbeda dengan Rizieq, mereka diperkirakan baru bebas pada Oktober mendatang lantaran baru ditahan pada 8 Februari 2021.
 
Tanggapan pengacara Rizieq
 
Menanggapi putusan majelis hakim, jaksa penuntut mengatakan akan berpikir-pikir terlebih dahulu, apakah menerima atau mengajukan banding.
 
Sementara Aziz Yanuar selaku kuasa hukum Rizieq mengapresiasi putusan majelis hakim, terutama terkait dakwaan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan yang dituduhkan jaksa yang dinilai tidak terbukti di persidangan.
 
"Kami puas karena artinya penghasutan yang dituduhkan kepada Habib Rizieq, agar masyarakat berkumpul, tidak terbukti," kata Aziz saat dihubungi.
 
“Ditambah dalam pertimbangan, hakim juga menyebut bahwa kerumunan di Megamendung adalah kesalahan yang tidak disengaja.”
 
Sidang vonis Rizieq dijaga aparat kepolisian dengan ketat, menyiagakan 2.300 personel. Kawat berduri dipasang mengelilingi pagar gedung pengadilan.
 
Sebelum persidangan, 11 simpatisan juga ditangkap setelah dinilai membandel saat diminta meninggalkan kawasan pengadilan karena persidangan digelar tertutup untuk publik guna menghindari kerumunan massa.
 
Terkait penyiagaan aparat hingga 2.300 orang tersebut, juru bicara Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, saat dihubungi, menyebutnya sebagai antisipasi jika terjadi kerumunan di depan pengadilan.
 
Adapun nasib 11 pendukung Rizieq yang ditangkap, Yusri enggan memerinci dengan mengatakan masih didalami tim dari Kepolisian Resor Jakarta Timur.
 
Kerumunan di Petamburan terjadi 14 November, empat hari usai Rizieq kembali dari Arab Saudi, di mana dia mengasingkan diri selama 3 tahun untuk menghindari sejumlah kasus hukum di tanah air yang dia sebut sebagai rekayasa karena kegiatan politiknya.
 
Sementara kerumunan di Megamendung terjadi tiga hari setelah di Petamburan, saat Rizieq menghadiri seremoni peletakkan batu pertama pembangunan masjid di kompleks Pesantren Alam Agrikultural Markaz Syariah milik FPI.
 
Selain dijerat pelanggaran UU Kekarantinaan Kesehatan, Rizieq juga didakwa menyiarkan berita bohong ihwal hasil tes usap di RS Ummi Bogor. Rizieq dideteksi positif, namun mengaku negatif COVID-19.
 
Karena hal tersebut, Pemerintah Kota Bogor menilai Rizieq Cs telah menghambat proses pelacakan penularan COVID-19 dan melapor ke kepolisian.
 
Rizieq dijerat bersama Direktur RS Ummi Andi Tatat dan menantunya Muhammad Hanif Alatas.
 
Ketiganya akan mendengarkan tuntutan jaksa pada persidangan yang digelar 3 Juni mendatang.
 
Dalam pembelaannya di sidang bulan Maret lalu, Rizieq mengecam apa yang dia sebut sebagai diskriminasi hukum dalam penegakkan protokol Kesehatan dan menyebut dakwaan sebagai memiliki motivasi politis.
 
Rizieq mengatakan banyak kasus pelanggaran protokol kesehatan COVID-19 lain yang tidak berakhir di pengadilan, termasuk kerumunan yang terjadi dalam kunjungan Presiden Joko “Jokowi” Widodo ketika dia datang ke Nusa Tenggara Timur bulan Februari.
 
Pengadilan mengabulkan permintaan Rizieq untuk menggelar sidang secara langsung di ruang pengadilan, setelah dia mengeluhkan bahwa dia tidak bisa secara efektif membela diri melalui persidangan jarak jauh secara daring karena koneksi internet yang buruk.
 
Setelah acara Maulid dan pernikahan putrinya yang mendapat kecaman publik, Rizieq memohon maaf secara terbuka kepada masyarakat dan membayar denda Rp50 juta kepada Pemda DKI.
 
Dia juga sepakat untuk membatalkan rencana kunjungannya keliling Indonesia hingga pandemi COVID-19 berakhir.
 
Pada 30 Desember 2020, Menkopolhukam Mohammad Mahfud MD mengumumkan pembubaran dan pelarangan seluruh kegiatan FPI di seluruh Indonesia dengan alasan mengganggu ketertiban umum dan keterlibatan beberapa anggota dan mantan anggota dalam kasus terorisme.
 
Kerumunan menyambut kedatangan Rizieq Shihab ketika ia meresmikan sebuah masjid di Bogor, Jawa Barat, tiga hari setelah ketibaannya di Tanah Air dari pengasingannya di Arab Saudi, 13 November 2020. [AFP]
Kerumunan menyambut kedatangan Rizieq Shihab ketika ia meresmikan sebuah masjid di Bogor, Jawa Barat, tiga hari setelah ketibaannya di Tanah Air dari pengasingannya di Arab Saudi, 13 November 2020. [AFP]
Berulang kali terjerat kasus
 
Vonis penjara kali ini bukan yang pertama buat Rizieq. Ia sebelumnya pernah dihukum 1 ½ tahun penjara terkait kerusuhan 1 Juni di Monumen Nasional pada 2008, dimana FPI melakukan penyerangan terhadap anggota kelompok Aliansi Kebangsaan Untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang menggelar unjuk rasa damai memperingati hari kelahiran Pancasila.
 
Pada 2003, ia kembali dihukum tujuh bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat setelah terbukti menghina kepolisian dalam sebuah dialog di stasiun televisi nasional.
 
Selain itu, Rizieq beberapa kali juga memikul status tersangka, seperti dugaan percakapan mesum pada 2017 dan dugaan penghinaan Pancasila.
https://www.benarnews.org/indonesian/berita/rizieq-sihab-hukuman-8-bulan-penjara-05272021134321.html
 
== Lihat pula ==
Baris 412 ⟶ 329:
[[Kategori:Islam di Indonesia]]
[[Kategori:Piagam Politik]]
[[Kategori:KonstitusiUndang-Undang Dasar Republik Indonesia]]
[[Kategori:Islam dan politik]]