Piagam Jakarta: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
→‎Penghapusan tujuh kata: alasannya tidak diketahuu
Baris 149:
Soekarno dan Hatta [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|menyatakan kemerdekaan Indonesia]] pada 17 Agustus. Kemudian, pada pagi hari tanggal 18 Agustus, PPKI berkumpul untuk mengesahkan undang-undang dasar Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, Hatta mengusulkan agar tujuh kata di Mukadimah dan Pasal 29 dihapus. Seperti yang kemudian dijelaskan Hatta dalam bukunya ''Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945'', pada malam hari tanggal 17 Agustus, seorang opsir [[kaigun]] (Angkatan Laut) Jepang mendatanginya dan menyampaikan kabar bahwa kelompok nasionalis beragama Kristen dari Indonesia Timur menolak tujuh kata karena dianggap diskriminatif terhadap penganut agama minoritas, dan mereka bahkan menyatakan lebih baik mendirikan negara sendiri di luar Republik Indonesia jika tujuh kata tersebut tidak dicabut.{{sfn|Elson|2009|p=120}}
 
Hatta lalu menjabarkan usulan perubahannya: istilah "ketuhanan" akan diganti dengan "ketuhanan yang maha esa",{{sfn|Boland|1971|p=36}} sementara istilah "Mukadimah" yang berasal dari [[bahasa Arab]] diganti menjadi "Pembukaan".{{sfn|Elson|2009|p=120}} Ayat yang menyatakan bahwa Presiden Indonesia harus Muslim juga dihapus.{{sfn|Elson|2009|p=121}} Setelah usulan ini diterima, PPKI menyetujui Undang-Undang Dasar Republik Indonesia pada hari yang sama, dan tujuh kata pun secara resmi dihapus.{{sfn|Jegalus|2009|p=45}} Perwakilan [[Bali]] [[I Gusti Ketut Pudja]] mengusulkan agar kata Arab "[[Allah]]" diganti dengan kata "Tuhan". Usulan tersebut diterima, namun karena beberapa alasantetapi saat konstitusi resmi dipublikasi, perubahan tersebut tak dilakukan.{{sfn|Elson|2009|p=121}}
 
Tidak diketahui secara pasti mengapa PPKI menyetujui usulan Hatta tanpa adanya perlawanan dari golongan Islam.{{sfn|Anshari|1976|pp=42}} Di satu sisi, komposisi anggota PPKI sangat berbeda dengan BPUPK: hanya 12% anggota PPKI yang berasal dari golongan Islam (sementara di BPUPK terdapat 24%).{{sfn|Anshari|1976|pp=65}} Dari sembilan penandatangan Piagam Jakarta, hanya tiga yang hadir dalam pertemuan tanggal 18 Agustus. Ketiga orang itu pun bukan berasal dari golongan Islam; Hasjim yang datang dari [[Surabaya]] baru tiba di Jakarta pada 19 Agustus.{{sfn|Elson|2009|p=122}} Di sisi lain, Indonesia pada masa itu tengah terancam oleh kedatangan pasukan Sekutu, sehingga yang menjadi prioritas adalah pertahanan nasional dan upaya untuk memperjuangkan aspirasi golongan Islam dapat ditunda hingga situasinya memungkinkan.{{sfn|Anshari|1976|p=64}}