Piagam Jakarta: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Penghapusan tujuh kata: mengganti urutan supaya tidak terkesan kalau Hadikoesoemo marah dengan penolakan usulan pendirian Kemenag |
GuerraSucia (bicara | kontrib) saya menghapus sumber buku Yamin karena sudah dianggap tidak tepercaya, dan menggantinya dengan sumber buku Kusuma yang berhasil menemukan risalah aslinya |
||
Baris 25:
Pada tahun 1942, [[Kekaisaran Jepang]] menduduki [[Hindia Belanda]]. Semenjak awal [[pendudukan Jepang di Indonesia|pendudukan]], pemerintahan militer Jepang sudah bekerja sama dengan para pemimpin kelompok kebangsaan dengan maksud untuk memenuhi keperluan perang dan pendudukan.{{sfn|Hosen|2007|p=60}} Agar kerja sama dengan kelompok kebangsaan di Jawa dapat dimaksimalkan, Jepang membentuk organisasi [[Hokokai|Jawa Hokokai]] pada awal Januari 1944,{{sfn|Benda|1958|p=153}} dan organisasi ini merupakan pengganti [[Pusat Tenaga Rakyat]] yang telah dibubarkan.{{sfn|Formichi|2012|p=75}} Ketika Jepang mulai mengalami kekalahan dalam [[Perang Pasifik]], [[Perdana Menteri Jepang]] [[Kuniaki Koiso]] [[Janji Koiso|berjanji akan memberikan]] kemerdekaan kepada seluruh bangsa Indonesia pada suatu hari.{{sfn|Anshari|1976|p=14}}
Pada 1 Maret 1945, [[Angkatan Darat ke-16 (Jepang)|Angkatan Darat ke-16]], korps militer Jepang yang melaksanakan pemerintahan atas wilayah Jawa, membentuk Badan Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK, [[bahasa Jepang]]: ''Dokuritsu Junbi Chōsa-kai'').{{sfn|Elson|2009|pp=108-109 & catatan kaki 24}}{{sfn|Kusuma|Elson|2011|pp=196-197, catatan kaki 3}} Badan ini bertugas menetapkan dasar negara Indonesia dan merumuskan undang-undang dasarnya.{{sfn|Hosen|2007|p=61}} BPUPK terdiri dari 62 anggota, dengan 47 dari antaranya berasal dari golongan kebangsaan dan 15 dari golongan Islam.{{sfn|Anshari|1976|p=37}} Wakil-wakil kelompok Islam meyakini bahwa undang-undang dasar Indonesia sepatutnya dilandaskan pada [[syariat]].{{sfn|Butt|Lindsey|2012|p=227}} BPUPK menggelar sidang resmi pertamanya di [[Jakarta]] dari tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945.{{sfn|Kusuma|
{{cquote2|Prinsip yang kelima hendaknya: Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang [[Kristen]] menyembah Tuhan menurut petunjuk [[Yesus|Isa al Masih]], yang [[Islam]] bertuhan menurut petunjuk Nabi [[Muhammad]] [[Selawat|s.a.w.]], orang [[Agama Buddha|Buddha]] menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa.{{sfn|Taniredja|Suyahmo|2020|p=245}}}}
Baris 136:
Piagam Jakarta kembali dibahas dalam rapat yang digelar pada 14 Juli, salah satunya karena terdapat rencana untuk menggunakan isi dari piagam tersebut dalam deklarasi kemerdekaan Indonesia.{{sfn|Anshari|1976|p=56}} Dalam rapat ini, [[Daftar Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah|Ketua Umum Muhammadiyah]] [[Ki Bagoes Hadikoesoemo]] mengusulkan agar frasa "bagi pemeluk-pemeluknya" dihapus. Soekarno menolak usulan tersebut dengan argumen bahwa tujuh kata merupakan hasil kompromi:{{sfn|Elson|2009|p=116}}
{{cquote2|Jadi panitia memegang teguh akan kompromis yang dinamakan oleh anggota yang terhormat
Hadikoesoemo juga berpandangan bahwa umat Islam akan merasa dihina jika ada aturan yang berbeda untuk Muslim dan non-Muslim. Soekarno menjawab bahwa jika frasa tersebut dihapus, akan muncul tafsir bahwa kaum non-Muslim juga wajib menjalankan syariat Islam. Hadikoesoemo menampik kekhawatiran Soekarno karena menurutnya "Pemerintah tidak boleh memeriksa agama".{{sfn|Elson|2009|p=116}} Pada akhirnya, Hadikoesoemo berhasil diyakinkan oleh anggota lain dari golongan Islam, [[Abikusno Tjokrosujoso]], bahwa tujuh kata sebaiknya dibiarkan seperti itu demi persatuan dan perdamaian.{{sfn|Elson|2009|p=116}}
Baris 308:
* {{citation|last=Jahroni|first=Jajang|title=Defending the Majesty of Islam: Indonesia’s Front Pembela Islam 1998–2003|publisher=Silkworm Books|location=Chiang Mai|year=2008}}
* {{citation|last=Jegalus|first=Norbertus|title=Das Verhältnis von Politik, Religion und Zivilreligion untersucht am Beispiel der Pancasila|publisher=Herbert Utz Verlag|location=München|year=2009}}
* {{citation|last=Kusuma|first=A.B.|title=Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945|publisher=Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia|location=Jakarta|year=
* {{Citation | last = Kusuma | first = A.B. | last2 = Elson | first2 = R.E. | title = A Note on the Sources for the 1945 Constitutional Debates in Indonesia | journal = Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde | volume = 167 | issue = 2–3 | pages = 196–209| year = 2011|url = http://espace.library.uq.edu.au/view/UQ:273574/UQ273574_OA.pdf }}
* {{citation|last=Madinier|first=Rémy|title=L’Indonesie, entre démocratie musulmane et Islam intégral: histoire du parti Masjumi (1945–1960)|publisher=Karthala|location=Paris|year=2012}}
Baris 315:
* {{citation|last=Schindehütte|first=Matti|title=Zivilreligion als Verantwortung der Gesellschaft – Religion als politischer Faktor innerhalb der Entwicklung der Pancasila Indonesiens|publisher=Abera Verlag|location=Hamburg|year=2006}}
* {{citation|last1=Taniredja|first1=Tukiran|author2=Suyahmo|title=Pancasila Dasar Negara Paripurna|publisher=Kencana|location=Jakarta|year=2020}}
== Bacaan lanjut ==
|