Poncke Princen: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Andri.h (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-ekstrim +ekstrem)
Baris 25:
 
== Berjuang hingga akhir hayat ==
Sejak dibebaskan tahun 1976, Princen tidak menjadi kendor, tetapi malah semakin vokal membela [[Hak Asasi Manusia]] di bawah represi orde militer yang menguasai negeri ini saat itu. Dia terlibat dalam pembelaan HAM di [[Timor Timur]] salah satu dari dua kasus yang menonjol adalah pembantaian Santa Cruz dan melindungi puluhan mahasiswa Timor-Timur. dia juga aktif dalam masalah perburuhan. Sejak tahun 1976 dia tak pernah dipenjarakan secara permanen, tetapi berulang kali diinterogasi dan juga diawasi secara ketat oleh [[polisi]], dan mungkin juga militer (yang tak jelas bedanya saat itu - sama-sama [[ABRI]]). Tahun 1980, ia juga ikut mendirikan [[YLBHI]], menjadi pengacara para korban pada peristiwa pembantaian [[Tanjung Priok]] (1984), membela puluhan mahasiswa [[ITB]] yang ditahan karena mendemo Mendagri [[Rudini]] (1989). Mendirikan sebuah Koalisi HAM yang bernama [[Indonesia Front for Defending Human Right]] ([[INFIGHT]]) 1989, [[Serikat Buruh Merdeka Setiakawan]] (SBMS) tahun 1990, [[KontraS]] (1998) dan lain-lain. Pun ketika masyarakat memberinya penghargaan [[Yap Thiam Hien]] [[Award]] 2002 sebagai tokoh HAM bersama petani [[jenggawah]] [[Jember]], Poncke memandang penghargaan tersebut sebagai bagian yang lahir dari proses panjang perjuangan penegakan HAM secara bersama di Indonesia. Baginya didukung atau tidak bukan menjadi bagian utama dari upaya pembelaannya secara konsisten terhadap manusia tanpa membedakan apakah ia dituduh [[PRD]] - yang oleh Orde Baru dianggap turunan dari [[PKI]] atau ekstrimekstrem kanan.
 
Princen meninggal pada 22 Februari 2002 sebagai figur yang sangat dihormati dan dihargai oleh tokoh dari berbagai golongan. Pekerjaannya yang amat mulia kini dicoba diteruskan oleh [[Ahmad Hambali]] seorang aktivis muda yang sempat bertemu dalam kondisi berkursi roda ketika sama-sama membela petani Sagara Garut tahun 1990-an. Walaupun pencekalan ditanah leluhurnya masih terus berlangsung hingga ajal menjemput, namun rohnya kini bebas keluar masuk [[Den Haag]], [[Heemstede]], [[Amersfoort]], [[Enschede]], [[Haarlem]] dan [[Sukabumi]]. Bebas juga dari protes kerdil para veteran perang kolonial, dari Drs. Kamsteeg yang melarangnya menggunakan nama Poncke. Yang tersisa hanya semangatnya. Sang desertir sudah pulang ke kesatuannya.