Rechtshoogeschool te Batavia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Mengganti kategori Sekolah di masa kolonial Belanda dengan Sekolah pada masa kolonial Belanda
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 10:
|jenis = [[Perguruan tinggi negeri]] [[Hindia Belanda]]
|campus = Urban
|alamat = Koningsplein West<ref group="note" name="kwest">Sekarang Jl. Medan Merdeka Barat 13-14, Jakarta Pusat.</ref>
|alamat =
|kota = [[Weltevreden]], [[Batavia]]
|provinsi = [[Jawa Barat]]
Baris 105:
 
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Professoren der Rechts Hogeschool in Batavia TMnr 60012567.jpg|thumb|250px|<center>Guru besar RHS pada Upacara Pembukaan ''Rechtshoogeschool te Batavia'' pada hari Selasa, 28 Oktober 1924. Duduk di depan paling kiri adalah Prof. Dr. R. A. [[Hoesein Djajadiningrat]] - guru besar pertama bumiputera di Hindia Belanda.</center>]]
 
== Pengurus dan staf pengajar pertama ==
Berdasarkan ''Besluit'' tanggal 21 Oktober 1924 ditunjuk sebagai Dewan Kurator RHS:<ref name="Het241023">{{nl}} [http://kranten.kb.nl/view/text/id/ddd%3A010220130%3Ampeg21%3Ap005%3Aa0129 "De Rechtshoogeschool" dalam Harian ''"Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië"'' edisi 23 Oktober 1924, Tahun ke-29 No.259.]</ref>
Baris 132 ⟶ 133:
# Dr. E. Bessem - Bahasa Latin
# J. Cats - Bahasa Jawa
 
== Hari-hari terakhir RH ==
Pada awal bulan Desember 1941, para mahasiswa RH relatif tetap tenang, tetapi tidak demikian dengan sebagian penduduk Batavia, terutama para ibu rumah tangga yang menjadi panik. Mereka berusaha menimbun sebanyak mungkin bahan makanan dan juga pakaian. Sebagian lagi sibuk membentuk organisasi seperti COVIM (''Corps Vrouwen in Mobilisatietijd'') dan ''Luchtbeschermingsdienst'' (LBD - dinas pertahanan sipil untuk menghadapi kemungkinan serangan udara), banyak pula wanita yang mengambil kursus pertolongan pertama.
 
Sementara itu polisi semakin sering menangkap orang-orang yang berhubungan dengan pihak Jepang. Para dosen Belanda sekarang dimobilisasi, baik sebagai ''Stadwacht'' (barisan penjaga kota yang dibentuk pemerintah Belanda di Indonesia menjelang pendudukan Jepang) maupun ''Landwacht'' (korps cadangan angkatan darat), yang memberi kuliah dengan berseragam tentara, bersepatu bot sambil membawa helm. Ruang kelas F (ruang kelas terbesar), memiliki tempat di bawah tangga di mana kursi-kursi ditempatkan, sebagai tempat perlindungan ketika ada peringatan serangan udara. Dinding darurat juga dibangun pada bagian kiri bangunan untuk melindungi dinding luar ruang para guru besar.
 
Tentara Jepang melaju dengan cepat, dengan menduduki Menado, Ambon, terus menuju hutan-hutan Malaya, membombardir Balikpapan dan bahkan Surabaya. Suasana itu membuat banyak orang Belanda maupun segelintir orang pribumi panik, lalu mengungsi ke bungalow-bungalow mereka di pegunungan luar kota. Sayangnya mereka juga membawa serta barang-barang berharga, emas, kain dan baju-baju mahal. Sangat ironis, alih-alih takut kepada tentara Jepang, banyak di antara pengungsi kaya tersebut dirampok dan dijarah para pencuri, perampok, dan pembunuh, pada hari-hari pertama pendudukan Jepang. Sebaliknya, orang-orang yang tetap tinggal di Batavia aman, karena di sana terdapat tentara Jepang yang menjaga ketertiban dan keamanan.
 
Pada bulan Februari kampus hampir selalu sepi, namun tetap ada kegiatan akademik. Para mahasiswa mulai menghilang, terutama mahasiswi. Perkuliahan hanya dihadiri paling banyak sepuluh mahasiswa. Namun menjelang akhir bulan Februari 1942 sudah mulai banyak guru besar yang berhenti mengajar.
 
Tanggal 1 Maret 1942, suasana sangat menakutkan, sirene sudah tidak lagi bersuara. Batavia sudah dinyatakan sebagai “kota terbuka”. Tentara Belanda sudah ditarik ke luar kota. Hanya ''Stadswacht'' yang tinggal di kota untuk melindungi daerah-daerah yang dihuni para wanita dan anak-anak bangsa Belanda, sementara wilayah-wilayah yang dihuni bangsa pribumi tak terlindungi.
 
Tanggal 5 Maret 1942, jalan-jalan sepi, tidak terlihat seorangpun serdadu di mana-mana. Di kampus RH, buku-buku perpustakaan telah diamankan ke suatu ruang di gedung utama yang berdinding batu. Para profesor Belanda telah mengangkat staf pengajar dari kalangan pribumi sebagai pengganti mereka. Para mahasiswa tingkat V (tingkat akhir) RH telah mendapatkan “ijazah darurat” – diluluskan sebagai ''[[Meester in de Rechten]]'' – tanpa melalui ujian akhir.
 
Seluruh guru besar Belanda dan para koleganya bergabung di ''Stadswacht''. Jepang sudah menduduki Banten dan terus melaju ke Batavia hingga dapat tiba kapanpun juga. Prof. Dr. [[Soepomo]], guru besar hukum adat, memakai pakaian Jawa, bersarungkan batik, dengan topi ala Barat – sekarang dialah satu-satunya representasi para guru besar RH (Fakultas Hukum) dan ''Faculteit der Letteren en Wijsbegeerte'' (Fakultas Sastra dan Filsafat).
 
Sebuah truk bermuatan orang-orang berseragam tampak di lapangan di sebelah kanan depan gedung utama RH, di mana para guru besar dan pengajar RH ada di dalamnya. Itulah saat terakhir mereka ada di kampus RH pada masa kolonial.
 
Pada sore hari siaran radio mengumumkan berulang kali bahwa Batavia sudah dinyatakan sebagai “kota terbuka”, di mana tentara Jepang dipersilahkan masuk ke kota, namun dengan permintaan agar tidak perlu terjadi pertumpahan darah. Dengan jatuhnya Batavia, RH pun ditutup dan tidak pernah dibuka lagi di lokasi yang sama.<ref name="satya">{{en}} [http://cip.cornell.edu/DPubS?service=UI&version=1.0&verb=Display&handle=seap.indo/1107121630 Suleiman, Satyawati. "THE LAST DAYS OF BATAVIA" dalam ''Indonesia'', No. 28 (Oct., 1979), pp. 55-64.]</ref>
 
== Catatan ==