Sejarah Mesir Kuno: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
menambahkan pranala dalam |
|||
(44 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Sejarah Mesir}}
'''Sejarah [[Mesir Kuno]]''' meliputi kurun waktu
== Kronologi ==
{{Main|Kronologi Mesir}}
Sejarah Mesir Kuno dibagi-bagi menjadi beberapa kurun waktu berdasarkan zaman [[dinasti|wangsa-wangsa]] [[firaun]]. Penetapan tarikh peristiwa-peristiwa penting masih terus diteliti. Penetapan [[tarikh]] yang konservatif untuk kurun waktu tiga milenia tidak didukung satu pun tarikh mutlak yang andal. Berikut ini adalah pembagian kurun waktu sejarah Mesir Kuno menurut [[Kronologi Mesir|kronologi konvensional]].
* [[Prasejarah Mesir|Zaman Prawangsa]] (sebelum tahun 3100 SM)
* [[Naqada III|Zaman Protowangsa]] (kira-kira tahun 3100 sampai tahun 3000 SM)
* [[Periode Dinasti Awal Mesir|Zaman Awal]] (zaman wangsa pertama sampai zaman wangsa ke–2)
* [[Kerajaan Lama Mesir|Zaman Kerajaan Lama]] (zaman wangsa ke-3 sampai zaman wangsa ke-6)
* [[Periode Menengah Pertama Mesir|Zaman Antara Pertama]] (zaman wangsa ke-7 sampai zaman wangsa ke-11)
* [[Kerajaan Pertengahan Mesir|Zaman Kerajaan Pertengahan]] (zaman wangsa ke-12 sampai zaman wangsa ke-13)
* [[Periode Menengah Kedua Mesir|Zaman Antara Kedua]] (zaman wangsa ke-14 sampai zaman wangsa ke-17)
* [[Kerajaan Baru Mesir|Zaman Kerajaan Baru]] (zaman wangsa ke-18 sampai zaman wangsa ke-20)
* [[Periode Menengah Ketiga Mesir|Zaman Antara Ketiga]] (zaman wangsa ke-21 sampai zaman wangsa ke-25, disebut pula Zaman Libya)
* [[Periode Akhir Mesir Kuno|Zaman Akhir]] (zaman wangsa ke-26 sampai zaman wangsa ke–31)
== Zaman Batu Muda di Mesir ==
=== Zaman
[[Sungai Nil]] telah menjadi urat nadi peradaban Mesir semenjak masyarakat pemburu-peramu yang hidup berpindah-pindah mulai menempati tepiannya pada zaman [[Pleistosen]]. Peradaban bangsa Mesir perdana ini meninggalkan jejak-jejak berupa [[artefak]]-artefak dan ukiran-ukiran pada batu yang ditemukan di sepanjang teras Sungai Nil dan di wahah-wahah Mesir. Bagi bangsa Mesir, Sungai Nil berarti kehidupan dan gurun berarti kematian, kendati justru gurunlah yang membentengi mereka dari invasi.
Di sepanjang tepian Sungai Nil pada milenium ke-12 SM, muncul suatu kebudayaan masyarakat yang hidup dari mengirik biji-bijian dan telah memanfaatkan peralatan berupa bilah arit jenis terawal. Kebudayaan ini menggantikan kebudayaan masyarakat pengguna [[alat batu|peralatan batu]], yang mencari nafkah dengan [[perburuan|berburu]], [[penangkapan ikan|menangkap ikan]], dan [[pemburu-pengumpul|meramu]]. Ada pula bukti-bukti keberadaan permukiman manusia serta kegiatan penggembalaan ternak sebelum tahun 8000 SM di penjuru barat daya Mesir, dekat dari tapal batas [[Sudan]]. Meskipun demikian, menurut Barbara Barich, teori yang menyatakan bahwa penjinakan satwa jenis [[bovinae]] berlangsung di [[Afrika]] sudah harus ditinggalkan karena bukti-bukti lebih lanjut untuk kurun waktu sepanjang tiga puluh tahun yang terkumpul telah gagal mendukung teori itu.<ref>Barich, B. E. (1998) People, Water and Grain: The Beginnings of Domestication in the Sahara and the Nile Valley. Roma: L' Erma di Bretschneider (Studia archaeologica 98).</ref> Sehubungan dengan pendapat Barbara Barich ini, bekas-bekas penjinakan bovinae tertua di Afrika yang telah diketahui adalah bukti-bukti yang ditemukan di [[Al Fayyum]] dan diperkirakan berasal dari sekitar tahun 4400 SM.<ref>Barich et al. (1984) Ecological and Cultural Relevance of the Recent New Radiocabon dates from Libyan Sahara. In: L. Krzyzaniak and M. Kobusiewicz [eds.], Origin and Early Development of Food-Producing Cultures in Northeastern Africa, Poznan, Poznan Archaeological Museum, pp. 411–17.</ref> Bukti-bukti geologi dan studi percontohan iklim berbasis komputer menunjukkan bahwa perubahan iklim sekitar 8000 SM mengakibatkan kekeringan mulai melanda lahan penggembalaan ternak yang terbentang luas di kawasan utara Afrika dan pada akhirnya menciptakan [[Gurun Sahara]] (sekitar 2500 SM).
Kemarau panjang memaksa leluhur-leluhur bangsa Mesir perdana untuk berpindah dan tinggal lebih lama di sekitar Sungai Nil. Kemarau panjang juga memaksa mereka untuk mengadopsi gaya hidup yang lebih menetap.
=== Zaman Prawangsa ===
{{Main|Prasejarah Mesir}}
{{Further|Naqada}}
[[
Daerah Lembah Sungai Nil di Mesir pada hakikatnya tidak dapat didiami sebelum dimulainya kegiatan
Antara 5500
== Zaman Wangsa ==
{{Daftar Dinasti Mesir Kuno}}
===
{{Main|Periode Dinasti Awal Mesir}}
[[
Catatan-catatan sejarah Mesir Kuno diawali dengan menyebut Mesir sebagai suatu negara kesatuan yang terwujud sekitar 3150 SM. Menurut tradisi Mesir, [[Menes]], yang diyakini sebagai tokoh pemersatu Mesir Hulu dan Mesir Hilir, adalah raja Mesir yang pertama. Budaya, adat-istiadat,
[[Kronologi Mesir]], yang memuat tahun-tahun pemerintahan raja-raja, berawal pada
Sebelum penyatuan Mesir, wilayah negeri ini terbagi-bagi
Menurut [[Manetho]], [[Firaun|raja]] Mesir yang pertama adalah [[Menes]],
Tata-cara pemakaman golongan elit menghasilkan pembangunan makam-makam [[mastaba]], yang kelak menjadi contoh bagi
=== Zaman Kerajaan Lama ===
{{Main|Kerajaan Lama Mesir}}
[[
Zaman Kerajaan Lama lazimnya dianggap sebagai kurun waktu semenjak Mesir diperintah oleh [[Dinasti ketiga Mesir|Wangsa Ketiga]] sampai [[Dinasti keenam Mesir|Wangsa Keenam]] (2686–2181 SM).
Pada
Zaman Kerajaan Lama dan kekuasaan raja-
[[Dinasti kelima Mesir|Wangsa Kelima]] bermula dengan pemerintahan [[Userkaf]] sekitar 2495 SM, dan ditandai dengan
Makin besarnya minat bangsa Mesir akan barang-barang dagangan semisal [[kayu hitam]], wewangian seperti [[mur]] dan [[Kemenyan arab|kemenyan]], emas, tembaga dan bermacam-macam logam
Pada masa
===
{{Main|Periode Menengah Pertama Mesir}}
[[
Setelah keruntuhan Kerajaan Lama, tibalah kurun waktu sekitar 200 tahun yang dikenal sebagai
Sebagian besar firaun-firaun ini adalah raja-raja daerah yang
Sangat mungkin pula pada
Menjelang 2160 SM sebuah rentetan baru para firaun dari ([[Dinasti kesembilan Mesir|Wangsa Kesembilan]] dan [[Dinasti kesepuluh Mesir|Wangsa Kesepuluh]]) mempersatukan dan memerintah atas [[Mesir Hilir]]
=== Zaman Kerajaan Pertengahan ===
{{Main|Kerajaan Pertengahan Mesir}}
[[
Zaman Kerajaan Pertengahan adalah
Zaman ini terdiri atas dua tahap. Yang pertama adalah masa kekuasaan [[Dinasti kesebelas Mesir|Wangsa Kesebelas]] yang memerintah di [[Thebes, Mesir|Thebes]] dan yang kedua adalah masa kekuasaan [[Dinasti kedua belas Mesir|Wangsa Kedua Belas]] yang beribu kota di [[el-Lisht]]. Masa kekuasaan dua wangsa ini mula-mula dianggap sebagai keseluruhan dari rentang waktu zaman kerajaan persatuan ini, namun beberapa sejarawan kini<ref>Callender, Gae. ''The Middle Kingdom Renasissance'' from <cite>The Oxford History of Ancient Egypt</cite>, Oxford, 2000</ref> beranggapan bahwa paruh pertama dari [[Dinasti ketiga belas Mesir|Wangsa Ketiga Belas]] tergolong pula dalam Zaman Kerajaan Pertengahan.
Firaun-firaun terawal dari Zaman Kerajaan Pertengahan menisbatkan asal-usulnya pada dua [[nomark]] dari Thebes, yakni [[Intef Tua|Intef Agung, putera Iku]] yang mengabdi pada seorang firaun [[Herakleopolis Magna|Herakleopolis]] dari [[Dinasti kesepuluh Mesir|Wangsa Kesepuluh]], dan penggantinya [[Mentuhotep I]]. Firaun yang menggantikan Mentuhotep I, [[Intef I]] adalah penguasa Thebes pertama yang menggelari dirinya dengan [[Nama Horus]], dan oleh karena itu menyatakan diri berhak atas tahta Mesir. Ia dianggap sebagai firaun pertama dari [[Dinasti kesebelas Mesir|Wangsa Kesebelas]]. Pernyataan diri itu mengakibatkan rakyat Thebes bertikai dengan para penguasa dari Dinasti Kesepuluh. Intef I dan saudaranya, [[Intef II]], beberapa kali melancarkan peperangan ke wilayah utara dan pada akhirnya merebut nome penting, [[Abydos, Mesir|Abydos]].
Peperangan berlanjut antara Wangsa Thebes dan Wangsa Herakleopolis sampai pada tahun ke-39 pemerintahan Nebhetepra [[Mentuhotep II]], pengganti kedua dari Intef II. Pada titik inilah kubu Herakleopolis ditaklukkan dan Wangsa Thebes membentangkan jangkauan kekuasaannya ke segenap penjuru Mesir. Mentuhotep II diketahui telah memerintahkan bala tentaranya menyerbu [[Nubia]] di wilayah selatan yang telah memerdekakan diri pada [[Periode Menengah Pertama|Zaman Antara Pertama]]. Terdapat pula bukti-bukti pengerahan bala tentara untuk memerangi Palestina. Raja ini menata kembali negeri Mesir dan melantik seorang [[Wazir (Mesir Kuno)|wazir]] untuk mengepalai administrasi sipil negeri itu.
Mentuhotep II digantikan oleh puteranya, [[Mentuhotep III]], yang mengatur sebuah ekspedisi ke negeri Punt. Pada masa pemerintahannya dihasilkan beberapa karya ukir Mesir yang paling halus. Mentuhotep III digantikan oleh [[Mentuhotep IV]], firaun terakhir wangsa ini. Meskipun namanya tidak tercantum dalam banyak daftar firaun, keberadaan masa pemerintahannya dapat dibuktikan melalui sejumlah prasasti di [[Wadi Hammamat]] yang berisi riwayat ekspedisi ke pesisir [[Laut Merah]] dan ekspedisi penambangan batu untuk pembuatan monumen-monumen kerajaan. Pemimpin ekspedisi ini adalah wazirnya, Amenemhet, yang oleh banyak pihak diduga kelak menjadi Firaun [[Amenemhet I]], raja pertama [[Dinasti kedua belas Mesir|Wangsa Kedua Belas]]. Oleh karena itu beberapa egiptolog menduga Amenemhet merebut tahta ataupun mengambil alih kekuasaan setelah Mentuhotep IV mangkat tanpa keturunan.
Amenemhet I mendirikan sebuah ibu kota baru bagi Mesir dengan nama [[Itjtawy]] yang diduga tak jauh letaknya dari [[el-Lisht]] sekarang ini, walaupun [[Manetho]] mencatat bahwa Thebes tetap menjadi ibu kota Mesir. Amenemhet meredakan kekacauan internal dengan ketegasan, membatasi hak-hak para [[nomark]], dan diketahui pernah melancarkan peperangan setidaknya satu kali ke [[Nubia]]. Puteranya [[Senusret I]] melanjutkan kebijakan ayahnya untuk menguasai kembali [[Nubia]] serta wilayah-wilayah yang memerdekakan diri dari Mesir pada Zaman Antara Pertama. Bangsa Libya ditaklukan pada tahun ke-45 masa pemerintahannya, dan kemakmuran serta keamanan Mesir kembali pulih seperti sediakala.
[[Senusret III]] (1878–1839 SM) adalah seorang raja yang gemar berperang. Ia memimpin bala tentara Mesir menerobos ke pelosok Nubia, dan mendirikan benteng-benteng besar di seluruh wilayah Mesir sebagai penanda garis-garis perbatasan resmi yang memisahkan wilayah Mesir dari wilayah yang belum ditaklukkan. [[Amenemhat III]] (1860–1815 SM) dianggap sebagai firaun besar terakhir dari Zaman Kerajaan Pertengahan.
Populasi Mesir mulai melebihi tingkat produksi pangan pada masa pemerintahan Amenemhat III, yang oleh karena itu memerintahkan eksploitasi atas [[Fayyum]] dan peningkatan kegiatan penambangan di gurun [[Semenanjung Sinai|Sinai]]. Ia mengundang pula orang-orang Asia untuk bermukim di Mesir agar dapat dipekerjakan pada pembangunan monumen-monumen. Menjelang akhir masa pemerintahannya, banjir tahunan Sungai Nil mulai terhenti yang berdampak pada penyusutan sumber daya yang dimiliki pemerintah. Pada masa kekuasaan [[Dinasti ketiga belas Mesir|Wangsa Ketiga Belas]] dan [[Dinasti keempat belas Mesir|Wangsa Keempat Belas]] Mesir perlahan-lahan mengalami kemerosotan, sehingga pada [[Periode Menengah Kedua Mesir|Zaman Antara Kedua]] beberapa pemukim Asia yang didatangkan Amenemhet III pun mampu menguasai Mesir seperti [[Hyksos|bangsa Hyksos]].
=== Zaman Antara Kedua dan Kekuasaan Bangsa Hyksos ===
{{Main|Periode Menengah Kedua Mesir|Hyksos}}
[[Berkas:Mentuhotep VI.jpg|jmpl|ka|x400px|Arca kecil [[Merankhre Mentuhotep|Merankhre Mentuhotep VI]], seorang raja kecil dari [[Dinasti keenam belas Mesir|Wangsa Keenam Belas]], memerintah atas wilayah kekuasaan Thebes ''[[circa|ca.]]'' 1585 SM.]]
Periode Antara Kedua merupakan kurun waktu dalam sejarah [[Mesir Kuno]] di antara akhir [[Kerajaan Pertengahan Mesir|Zaman Kerajaan Pertengahan]] dan awal [[Kerajaan Baru Mesir|Zaman Kerajaan Baru]] tatkala negeri itu sekali lagi tercerai-berai. Zaman ini dikenal sebagai zaman ketika bangsa [[Hyksos]] (salah satu suku di Asia) menunjukkan keberadaannya di Mesir. Tahun-tahun pemerintahan raja-raja bangsa Hyksos inilah yang merupakan masa kekuasaan [[Dinasti kelima belas Mesir|Wangsa Kelima Belas]].
Wangsa Ketiga Belas terbukti tidak mampu mempertahankan keutuhan wilayah Mesir yang begitu luas, sehingga sebuah keluarga penguasa provinsi berkebangsaan Kanaan yang berlokasi di kawasan rawa-rawa di sebelah timur muara di [[Avaris]] melepaskan diri dari pemerintah pusat serta membentuk [[Dinasti keempat belas Mesir|Wangsa Keempat Belas]]. Besar kemungkinan perpecahan wilayah Mesir terjadi tak lama sesudah berkuasanya raja-raja perkasa dari [[Dinasti ketiga belas Mesir|Wangsa Ketiga Belas]], [[Neferhotep I]] dan [[Sobekhotep IV]] sekitar 1720 SM.<ref>Janine Bourriau, The Second Intermediate Period (c. 1650–1550 BC) in "The Oxford History of Ancient Egypt," ed: Ian Shaw, (Oxford University Press: 2002), paperback, pp.178–179 & 181</ref><ref>Bulletin of the American Schools of Oriental Research (BASOR) 315, 1999, pp.47–73.</ref>
Jika Wangsa Keempat Belas berkebangsaan Kanaan, maka bangsa Hyksos pertama kali muncul dalam sejarah Mesir sekitar 1650 SM tatkala mereka mengambil alih kendali atas kota [[Avaris]] dan bergegas ke selatan menuju [[Memphis, Mesir|Memphis]], dan dengan demikian mengakhiri masa kekuasaan Wangsa Ketiga Belas dan Wangsa Keempat Belas.
Rangkuman riwayat-riwayat tradisional mengenai "invasi" bangsa Hyksos atas Mesir terdapat dalam ''Aegyptiaca'' karya [[Manetho]], yang menulis bahwa pada masa itu bangsa Hyksos menguasai Mesir di bawah pimpinan [[Salitis]], pendiri Wangsa Kelima Belas. Meskipun demikian, sekarang ini telah muncul teori baru yang mendapat banyak dukungan bahwa sesungguhnya yang terjadi hanyalah migrasi sederhana yang melibatkan sedikit atau tanpa kekerasan sama sekali.<ref>Booth, Charlotte. <cite>The Hyksos Period in Egypt</cite>. p.10. Shire Egyptology. 2005. ISBN 0-7478-0638-1</ref> Menurut teori ini, para penguasa Mesir dari Wangsa Ketiga Belas dan Wangsa Keempat Belas tidak sanggup membendung masuknya para pendatang dari kawasan [[Levant]] setelah meninggalkan kerajaan-kerajaan mereka yang tengah dibelit berbagai permasalahan internal yang kemungkinan besar juga meliputi bencana kelaparan dan wabah penyakit.<ref>Manfred Bietak: ''Egypt and Canaan During the Middle Bronze Age'', BASOR 281 (1991), pp. 21–72 see in particular p. 38</ref> Baik dengan kekuatan senjata maupun secara damai, melemahnya kerajaan-kerajaan yang dikuasai Wangsa Ketiga Belas dan Wangsa Keempat Belas sudah cukup untuk menjelaskan mengapa kedua wangsa itu lekas jatuh seiring bangkitnya kekuasaan bangsa Hyksos.
Para penguasa dan petinggi yang berkebangsaan Hyksos berkuasa di daerah muara timur Sungai Nil bersama-sama dengan para bawahan mereka yang berkebangsaan Mesir. Para penguasa Hyksos dari Wangsa Kelima Belas menetapkan [[Memphis, Mesir|Memphis]] sebagai ibu kota dan pusat pemerintahan mereka, serta menjadikan [[Avaris]] sebagai tempat tinggal mereka selama musim panas.
Kerajaan bangsa Hyksos ini berpusat di bagian timur [[Delta Nil]] dan di [[Kerajaan Pertengahan Mesir|Mesir tengah]] tetapi dengan gigih mereka menerobos ke selatan untuk merebut kendali atas wilayah tengah dan wilayah hulu negeri Mesir. Kira-kira bersamaan waktunya dengan kejatuhan Memphis ke tangan bangsa Hyksos, keluarga Mesir yang menguasai [[Thebes, Mesir|Thebes]] menyatakan kemerdekaannya dan menjadikan dirinya sebagai [[Dinasti keenam belas Mesir|Wangsa Keenam Belas]]. Ada pula keluarga penguasa lain di Mesir tengah yang melakukan hal yang sama, yakni memanfaatkan kekosongan pemerintahan akibat keruntuhan Wangsa Ketiga Belas untuk membentuk wangsa baru. Wangsa yang berumur pendek ini dikenal sebagai [[Dinasti Abydos|Wangsa Abydos]].<ref name="ryholt">[[Kim Ryholt]]: ''The Political Situation in Egypt during the Second Intermediate Period'', Museum Tusculanum Press, (1997)</ref>
Sekitar 1600 SM bangsa Hyksos sudah berhasil bergerak ke selatan memasuki Mesir tengah, menyingkirkan Wangsa Abydos, dan secara langsung menentang Wangsa Keenam Belas. Wangsa ini terbukti tidak mampu bertahan dan Thebes pun jatuh ke tangan bangsa Hyksos untuk suatu masa yang singkat sekitar 1580 SM.<ref name="ryholt"/> Bangsa Hyksos bergegas mundur ke utara sehingga Thebes kembali menikmati sedikit kemerdekaan di bawah kepemimpinan [[Dinasti ketujuh belas Mesir|Wangsa Ketujuh Belas]]. Semenjak itu, tampaknya hubungan-hubungan bangsa Hyksos dengan kawasan selatan sebagian besar bersifat komersial, meskipun tampaknya para penguasa Thebes mengakui kekuasaan raja-raja Hyksos dan sangat mungkin pula mempersembahkan [[upeti]] kepada mereka selama beberapa waktu.
Wangsa Ketujuh Belas memperjuangkan kemerdekaan Mesir dan kelak memimpin perang pembebasan yang menghalau bangsa Hyksos kembali ke Asia. Dua raja terakhir dari wangsa ini adalah [[Seqenenre Tao II|Tao II, Sang Pemberani]] dan [[Kamose]]. [[Ahmose I]] merampungkan penaklukan serta pengusiran bangsa Hyksos dari [[Delta Nil|daerah muara Sungai Nil]], memulihkan kekuasaan Thebes atas seluruh tanah Mesir, dan berhasil menegakkan kembali kekuasaan Mesir atas wilayah-wilayah bekas jajahannya di [[Nubia]] dan [[Kanaan]].<ref name="Grimal 194">Grimal, Nicolas. ''A History of Ancient Egypt'' p. 194. Librairie Arthéme Fayard, 1988.</ref> Masa pemerintahannya menandai permulaan masa kekuasaan [[Dinasti kedelapan belas Mesir|Wangsa Kedelapan Belas]] dan permulaan [[Kerajaan Baru Mesir|Zaman Kerajaan Baru]].
=== Zaman Kerajaan Baru ===
{{Main|Kerajaan Baru Mesir}}
Besar kemungkinan sebagai akibat dari penjajahan bangsa [[Hyksos]] selama Periode Menengah Kedua, pada Zaman Kerajaan Baru bangsa Mesir berupaya membangun penghalang di antara Levant dan Mesir, serta berhasil memperluas wilayah kekuasaannya ke selatan sampai jauh ke [[Nubia]] dan menguasai wilayah-wilayah luas di [[Timur Dekat]]. Bala tentara Mesir bertempur melawan bala tentara [[Bangsa Het|Het]] untuk merebut kendali atas wilayah [[Suriah]] sekarang ini.
==== Wangsa Kedelapan Belas ====
[[Berkas:Tuthankhamun Egyptian Museum.jpg|jmpl|ka|200px|Topeng emas dari mumi [[Tutankhamun]]]]
Pada zaman inilah Mesir mengalami kemakmuran dan kekuasaaan yang besar. Beberapa firaun yang paling penting dan ternama memerintah pada zaman ini. [[Hatshepsut]] adalah salah seorang di antara firaun-firaun tersebut. Hatshepsut sendiri merupakan suatu keluarbiasaan karena ia adalah seorang firaun perempuan, suatu peristiwa langka dalam sejarah Mesir. Ia adalah seorang pemimpin yang penuh ambisi dan cakap, yang menambah jangkauan perniagaan Mesir sampai ke Somalia di selatan dan Mediterania di utara. Ia memerintah selama dua puluh tahun dengan jalan memadukan propaganda luas tersebar dan kepiawaian dalam berpolitik. Firaun sepemerintahan sekaligus penggantinya [[Thutmose III]] (" [[Napoleon Bonaparte|Napoleon]] dari Mesir") memperbesar angkatan perang Mesir dan memanfaatkannya dengan hasil yang besar. Menjelang akhir masa pemerintahannya ia memerintahkan penghapusan nama Hatshepsut dari monumen-monumen yang dibangun firaun perempuan itu. Ia berperang melawan orang-orang Asia dan merupakan Firaun Mesir yang paling sukses. [[Amenhotep III]] mendirikan kuil [[Karnak]] secara besar-besaran, termasuk [[Kuil Luxor]], yang terdiri atas dua [[Pilon]], sebuah selasar bertiang dua baris di belakang pintu masuk kuil baru itu, dan sebuah kuil baru untuk Dewi [[Maat]].
==== Wangsa Kesembilan Belas ====
[[Berkas:NE 1300bc.jpg|jmpl|300px|kiri|Mesir dan dunia yang dikenalnya pada 1300 SM.]]
[[Berkas:SFEC EGYPT ABUSIMBEL 2006-003.JPG|jmpl|kiri|Patung raksasa [[Ramesses II]] di kuil yang dibangun baginya di [[Abu Simbel]].]]
[[Ramesses I]] memerintah selama dua tahun dan digantikan oleh puteranya, [[Seti I]]. Seti I melanjutkan upaya Horemheb untuk memulihkan kekuatan, kekuasaan, dan kehormatan Mesir. Ia pula yang berjasa atas pendirian kumpulan kuil di [[Abydos, Egypt|Abydos]].
Boleh dikata kekuatan Mesir Kuno sebagai sebuah negara-bangsa mencapai puncaknya pada masa pemerintahan [[Ramesses II]] ("yang Agung") dari Wangsa Kesembilan Belas. Ia memerintah selama 67 tahun sejak berusia 18 tahun, melanjutkan usaha pendahulunya, dan mendirikan lebih banyak lagi kuil megah, seperti kuil [[Abu Simbel]] di perbatasan dengan Nubia. Ia mencoba merebut kembali wilayah-wilayah di [[Levant]] yang pernah dikuasai Wangsa Kedelapan Belas. Perang-perang penaklukan kembali yang dilancarkannya mencapai puncaknya dalam [[Pertempuran Kadesh]] pada 1274 SM, tatkala ia memimpin bala tentara Mesir menghadapi pasukan Raja Het [[Muwatalli II]]. Catatan riwayat pertempuran ini kelak terkenal sebagai catatan pertama dalam sejarah mengenai serangan militer. Ramesses II termasyhur karena menjadi ayah dari banyak anak yang dilahirkan isteri-isteri dan [[pergundikan|selir-selirnya]]; makam yang ia bangun bagi putera-puteranya (banyak dari anak-anaknya yang meninggal dunia mendahuluinya) di [[Lembah Raja-Raja]] merupakan kompleks pemakaman terbesar di Mesir.
Para penggantinya meneruskan serangan-serangan militer, meskipun kalangan istana yang semakin resah membuat segala macam urusan bertambah rumit. Ramesses II digantikan oleh puteranya [[Merneptah]] yang kemudian digantikan putera Merneptah, [[Seti II]]. Kedudukan Seti II tampaknya dipermasalahkan oleh saudara tirinya [[Amenmesse]], yang mungkin saja pernah memerintah untuk sementara waktu dari Thebes. Begitu Seti II mangkat, puteranya [[Siptah]], yang mungkin pernah dijangkiti [[polio]] semasa hidupnya, ditetapkan sebagai pewaris tahta oleh [[Mangkubumi Bay]], wazir dari kalangan rakyat jelata berkebangsaan Asia yang memegang kendali di balik layar. Setelah Siptah yang berumur pendek itu mangkat, tahta diduduki oleh Ibu Suri [[Twosret]], janda Seti II (dan besar kemungkinan adalah saudari Amenmesse). Pada zaman anarki di akhir masa pemerintahan Twosret yang singkat itu, pribumi Mesir bangkit menentang kendali bangsa asing yang berakibat mangkubumi dihukum mati dan [[Setnakhte]] didudukkan pada tahta sebagai pendiri [[Dinasti kedua puluh Mesir|Wangsa Kedua Puluh]].
==== Wangsa Kedua Puluh ====
Menurut anggapan banyak pihak, firaun "agung" terakhir dari zaman Kerajaan Baru adalah [[Ramses III|Ramesses III]], putera Setnakhte, yang memerintah tiga dasawarsa sesudah masa pemerintahan [[Ramesses II]]. Pada tahun ke-8 masa pemerintahannya, [[Bangsa Laut|Orang Laut]] menginvasi Mesir melalui jalan darat dan laut. Ramesses III mengalahkan mereka dalam dua pertempuran besar di darat dan laut. Ia menyatakan telah menjadikan mereka bangsa taklukan serta menempatkan mereka di Kanaan Selatan, meskipun ada bukti bahwa mereka memasuki Kanaan dengan kekuatan senjata. Kehadiran mereka di Kanaan boleh jadi turut berkontribusi atas pembentukan negara-negara baru di kawasan ini seperti Filistia seusai runtuhnya Kekaisaran Mesir. Ramesses III harus pula melawan invasi suku-suku Libya dalam dua kali peperangan di kawasan barat muara Sungai Nil, yakni pada tahun ke-6 dan tahun ke-11 masa pemerintahannya.<ref>Nicolas Grimal, A History of Ancient Egypt, Blackwell Books, 1992. p.271</ref>
Besarnya pembiayaan pertempuran-pertempuran ini terus menguras perbendaharaan Mesir dan ikut menjadi penyebab kemerosotan perlahan Kekaisaran Mesir di Asia. Gentingnya situasi terbuktikan oleh kenyataan bahwa peristiwa pemogokan buruh yang pertama kali tercatat dalam sejarah terjadi pada tahun ke-29 masa pemerintahan Ramesses III, di saat-saat makanan harus dijatah dan keperluan pokok para undagi elit pembangun makam kerajaan beserta para tukang dan pandai di desa [[Deir el Medina]] tidak dapat dipasok.<ref>William F. abbey, The Strikes in Ramses III's Twenty-Ninth Year, JNES 10, No. 3 (July 1951), pp. 137–145</ref> Udara dipenuhi sesuatu yang menghalangi sinar matahari mencapai permukaan tanah sekaligus membatasi pertumbuhan pohon secara global selama hampir dua dasawarsa penuh sampai 1140 SM.<ref>Frank J. Yurco, "End of the Late Bronze Age and Other Crisis Periods: A Volcanic Cause" in ''Gold of Praise: Studies on Ancient Egypt in Honor of Edward F. Wente'', ed: Emily Teeter & John Larson, (SAOC 58) 1999, pp.456–458</ref> Diduga penyebabnya adalah erupsi kali ketiga dari gunung api Hekla di Islandia, namun penetapan waktu ini masih diperdebatkan.
Segera setelah Ramesses III mangkat, timbul pertikaian berlarut-larut di antara para ahli warisnya. Tiga dari putera-puteranya kelak berturut-turut menduduki tahta, yakni [[Ramesses IV]], [[Ramesses VI]], dan [[Ramesses VIII]]. Akan tetapi, pada zaman ini pula Mesir mulai mengalami serangkaian bencana kemarau, tingkat ketinggian banjir [[Sungai Nil]] yang di bawah normal, bencana kelaparan, kerusuhan, dan korupsi pejabat negara. Kekuasaan firaun terakhir, [[Ramesses XI]], sedemikian melemahnya sampai-sampai di daerah selatan para [[Imam Besar Dewa Amun di Thebes]] bertindak selaku pemimpin de facto [[Mesir Hulu]], sementara [[Smendes]] sudah memegang kendali penuh atas [[Mesir Hilir]] bahkan sebelum Ramesses XI mangkat. Smendes kelak mendirikan [[Dinasti kedua puluh satu Mesir|Wangsa Kedua Puluh Satu]] di [[Tanis, Mesir|Tanis]].
=== Zaman Antara Ketiga ===
{{Main|Periode Menengah Ketiga Mesir}}
[[Berkas:Bm taharqa.jpg|jmpl|ka|Sfinks dari firaun berkebangsaan Nubia, [[Taharqa]].]]
[[Berkas:NubianPharoahs.jpg|jmpl|ka|220px|lurus|Wangsa ke-25]]
Setelah [[Ramesses XI]] mangkat, penggantinya [[Smendes]] memerintah dari kota [[Tanis, Mesir|Tanis]] di utara, sementara [[Imam Besar Dewa Amun di Thebes]] secara efektif berkuasa di selatan meskipun masih mengakui Smendes sebagai Raja.<ref>Cerny, p.645</ref> Pada kenyataannya, terbelahnya kekuasaan ini tidaklah seberapa penting karena baik imam besar maupun firaun berasal dari satu keluarga yang sama. [[Piankh]], memegang kendali atas Mesir Hulu, memerintah dari [[Thebes, Mesir|Thebes]], dengan batas utara daerah kekuasaan yang berakhir di [[Al-Hibah]]. (Imam Besar [[Herihor]] meninggal dunia mendahului Ramesses XI, namun semasa hidupnya ia adalah seorang pemimpin yang berkuasa penuh dalam segala hal kecuali dalam hal kemandirian, menjelang akhir masa pemerintahan raja.) Negeri Mesir sekali lagi terbagi dua dengan para imam yang memerintah dari Thebes dan para firaun yang memerintah dari Tanis. Tidak ada yang luar biasa dari masa pemerintahan mereka, dan mereka pun dilengserkan tanpa banyak gejolak oleh para raja berkebangsaan Libya dari [[Dinasti kedua puluh dua Mesir|Wangsa Kedua Puluh Dua]].
Hubungan Mesir dengan [[Libya]] sudah lama terjalin, dan raja pertama wangsa baru ini, [[Shoshenq I]], adalah orang Libya dari puak [[Meshwesh]], yang mengabdi sebagai panglima bala tentara Mesir pada masa pemerintahan pemimpin terakhir dari Wangsa Kedua Puluh Satu, [[Psusennes II]]. Ia mempersatukan Mesir, mengendalikan para [[rohaniwan]] Dewa Amun dengan cara menjadikan puteranya sendiri sebagai pemangku jabatan Imam Besar Dewa Amun yang sebelumnya diwariskan turun-temurun. Sedikit dan tidak lengkapnya keterangan yang terdapat dalam peninggalan-peninggalan tertulis dari zaman ini menimbulkan dugaan bahwa zaman ini dipenuhi pergolakan. Tampaknya ada banyak kelompok pembangkang yang akhirnya menciptakan [[Dinasti kedua puluh tiga Mesir|Wangsa Kedua Puluh Tiga]]. Wangsa baru ini memerintah pada waktu yang bersamaan dengan masa pemerintahan raja-raja terakhir Wangsa Kedua Puluh Dua.
Mesir dipersatukan kembali oleh Wangsa Kedua Puluh Dua yang didirikan oleh [[Shoshenq I]] pada 945 SM (atau 943 SM), keturunan pendatang [[Meshwesh]] dari [[Libya Kuno]]. Penyatuan kembali Mesir menjadikan negeri ini tenteram selama satu abad. Setelah berakhirnya masa pemerintahan [[Osorkon II]], Mesir kembali terbagi dua dengan [[Shoshenq III]] dari Wangsa Kedua Puluh Dua memegang kendali atas Mesir Hilir sekitar 818 SM sementara [[Takelot II]] dan puteranya (kelak menjadi [[Osorkon III]]) memerintah kawasan tengah Mesir dan Mesir Hulu.
Setelah Mesir undur dari [[Nubia]] pada akhir Zaman Kerajaan Baru, sebuah wangsa pribumi mengambil alih kendali atas Nubia. Di bawah kekuasaan Raja [[Piye]], orang Nubia pendiri [[Dinasti kedua puluh lima Mesir|Wangsa Kedua Puluh Lima]], bangsa Nubia menyerbu ke utara dengan maksud menghancurkan lawan-lawan Libya mereka yang memerintah di daerah muara. Piye berhasil merebut kekuasaan sejauh [[Memphis, Mesir|Memphis]]. Lawannya [[Tefnakht]] akhirnya bertekuk lutut namun diizinkan tetap berkuasa di Mesir Hilir dan mendirikan [[Dinasti kedua puluh empat Mesir|Wangsa Kedua Puluh Empat]] yang berumur pendek di [[Sais, Mesir|Sais]]. Kerajaan [[Kerajaan Kush|bangsa Kusy]] di selatan memanfaatkan keterpecahan Mesir dan kekacauan politik dan mengalahkan gabungan kekuatan beberapa pemimpin Mesir seperti [[Peftjaubast]], [[Osorkon IV]] dari Tanis, dan [[Tefnakht]] dari Sais. Piye mendirikan [[Dinasti kedua puluh lima Mesir|Wangsa Kedua Puluh Lima]] yang berkebangsaan Libya dan menjadikan para pemimpin taklukan sebagai kepala-kepala pemerintahan daerah. Ia pertama-tama digantikan oleh saudaranya, [[Shabaka]], dan kemudian oleh kedua puteranya [[Shebitku]] dan [[Taharqa]]. [[Taharqa]] mempersatukan kembali "Dua Negeri " di utara dan selatan Mesir serta menciptakan suatu kekaisaran yang sama besarnya dengan keadaannya dulu pada zaman [[Kerajaan Baru Mesir|Kerajaan Baru]]. [[Dinasti kedua puluh lima Mesir|Wangsa Kedua Puluh Lima]] menghadirkan suatu zaman pencerahan bagi Mesir Kuno.<ref>{{cite book|last=Diop|first=Cheikh Anta|title=The African Origin of Civilization|url=https://archive.org/details/africanoriginciv00diop|year=1974|publisher=Lawrence Hill Books|location=Chicago, Illinois|isbn=1-55652-072-7|pages=[https://archive.org/details/africanoriginciv00diop/page/n252 219]–221}}</ref> Agama, seni rupa, dan rancang bangun dipulihkan kembali kejayaannya seperti sediakala yakni sebagaimana adanya pada zaman Kerajaan Lama, Kerajaan Pertengahan, dan Kerajaan Baru. Para firaun, seperti Taharqa, membangun atau memugar kuil-kuil dan monumen-monumen di seantero lembah Sungai Nil, termasuk di Memphis, Karnak, Kawa, [[Jebel Barkal]], dan lain-lain.<ref>{{cite book|last=Bonnet|first=Charles|title=The Nubian Pharaohs|url=https://archive.org/details/nubianpharaohsbl00unse|year=2006|publisher=The American University in Cairo Press|location=New York|isbn=978-977-416-010-3|pages=[https://archive.org/details/nubianpharaohsbl00unse/page/142 142]–154}}</ref> Pada masa kekuasaan Wangsa Kedua Puluh Lima inilah, untuk pertama kalinya sejak zaman Kerajaan Pertengahan, Mesir menyaksikan pembangunan [[Piramida Nubia|piramida-piramida (sebagian besar terdapat di wilayah Sudan sekarang ini)]] secara besar-besaran.<ref>{{cite book|last=Mokhtar|first=G.|title=General History of Africa|year=1990|publisher=University of California Press|location=California, USA|isbn=0-520-06697-9|pages=161–163}}</ref><ref>{{cite book|last=Emberling|first=Geoff|title=Nubia: Ancient Kingdoms of Africa|year=2011|publisher=Institute for the Study of the Ancient World|location=New York|isbn=978-0-615-48102-9 |pages=9–11}}</ref><ref>{{cite book|last=Silverman|first=David|title=Ancient Egypt|url=https://archive.org/details/ancientegypt00davi_0|year=1997|publisher=Oxford University Press|location=New York|isbn=0-19-521270-3|pages=[https://archive.org/details/ancientegypt00davi_0/page/36 36]–37}}</ref>
Wibawa Mesir di mata bangsa-bangsa lain merosot tajam pada zaman ini. Sekutu-sekutu asing Mesir telah jatuh ke dalam lingkup pengaruh [[Asyur]] dan sejak sekitar 700 SM pertanyaannya bukan lagi “bagaimana jika”, melainkan “bilamana” kedua negeri itu saling berperang. Masa pemerintahan [[Taharqa]] dan penggantinya, [[Tantamani]], dipenuhi pententangan terus-menerus dengan bangsa Asyur yang banyak kali dimenangi pihak Mesir, namun pada akhirnya Thebes diduduki dan [[Memphis, Mesir|Memphis]] dijarah rayah oleh bangsa Asyur.
=== Zaman Akhir ===
{{Main|Periode Akhir Mesir Kuno}}
Sejak 671 SM sampai seterusnya, Memphis dan kawasan muara menjadi sasaran penyerbuan-penyerbuan bangsa [[Asyur]] yang akhirnya menghalau bangsa Nubia dan menyerahkan kekuasaan kepada raja-raja sekutu mereka dari [[Dinasti kedua puluh enam Mesir|Wangsa Kedua Puluh Enam]]. [[Psamtik I]] adalah orang pertama yang diakui sebagai raja atas seluruh tanah Mesir, dan ia berhasil menjadikan Mesir semakin kokoh selama 54 tahun memerintah dari ibu kota baru di [[Sais, Mesir|Sais]]. Empat raja Sais berturut-turut berhasil menuntun Mesir dalam damai mulai 610–526 SM, dengan memanfaatkan tenaga prajurit-prajurit upahan dari [[Yunani]] untuk menghalangi bangsa [[Babilonia]] memasuki wilayah Mesir.
Menjelang penghujung zaman ini tumbuh suatu kekuatan baru di Timur Dekat yaktu [[Persia]]. Firaun [[Psamtik III]] harus menghadapi kekuatan Persia di [[Pelusium]]; ia dikalahkan, dan meskipun sempat melarikan diri ke Memphis, dalam waktu yang singkat ia tertangkap dan kemudian dihukum mati.
=== Ketuanan Persia ===
Mesir di bawah kekuasaan [[Akhemeniyah]] dapat dibagi menjadi tiga zaman. Yang pertama adalah zaman pendudukan [[kekaisaran Persia|Persia]] kali pertama, tatkala Mesir dijadikan salah satu [[satrap|daerah pemerintahan]] dalam Kekaisaran Persia. Yang kedua adalah masa jeda ketika Mesir menikmati kemerdekaan untuk sementara waktu. Yang ketiga adalah zaman pendudukan Persia kali kedua sekaligus yang terakhir.
Raja Persia [[Kambisus II|Kambisus]] menggelari dirinya dengan gelar resmi firaun, Mesuti-Re ("Re telah melahirkan"), dan mempersembahkan kurban kepada dewa-dewa Mesir. Ia mendirikan [[Dinasti kedua puluh tujuh Mesir|Wangsa Kedua Puluh Tujuh]]. [[Mesir]] kemudian digabungkan dengan [[Siprus]] dan [[Bangsa Fenisia|Fenisia]] menjadi [[satrap|daerah pemerintahan]] keenam dalam [[Kekaisaran Akhemeniyah]].
Pengganti Kambisus, [[Darius I Agung]] dan [[Ahasyweros I dari Persia|Ahasyweros]] menerapkan kebijakan yang sama, berkunjung ke Mesir, dan menghalau sebuah serangan dari orang-orang [[Athena (kota)|Athena]]. Ada kemungkinan bahwa [[Artahsasta I dari Persia|Artahsasta I]] dan [[Darius II dari Persia|Darius II]] juga berkunjung ke Mesir, walaupun tidak disebut dalam sumber-sumber yang digunakan dalam artikel ini, dan tidak pula mampu mencegah merebaknya rasa tidak senang di kalangan rakyat Mesir.
Selama perang suksesi seusai masa pemerintahan Darius II, yang pecah pada 404 SM, bangsa Mesir memberontak di bawah pimpinan [[Amyrtaeus]] dan berhasil merebut kembali kemerdekaannya. Satu-satunya pemimpin dari [[Dinasti kedua puluh delapan Mesir|Wangsa Kedua Puluh Delapan]] ini mangkat pada 399 SM, dan kekuasaan pun beralih ke tangan [[Dinasti kedua puluh sembilan Mesir|Wangsa Kedua Puluh Sembilan]]. [[Dinasti ketiga puluh Mesir|Wangsa Ketiga Puluh]] didirikan pada 380 SM dan bertahan sampai 343 SM. [[Nektanebo II]] adalah raja pribumi terakhir yang memerintah atas tanah Mesir.
[[Artahsasta III dari Persia|Artahsasta III]] (358–338 SM) menaklukkan kembali lembah Sungai Nil untuk jangka waktu yang singkat (343–332 SM).
Pada 332 SM Mazakes menyerahkan Mesir kepada [[Aleksander Agung]] tanpa perang. Kekaisaran Akhemenia telah berakhir, dan untuk sementara waktu Mesir menjadi daerah pemerintahan yang dikepalai seorang satrap dalam kekaisaran Aleksander. Kelak lembah Sungai Nil diperintah oleh [[Dinasti Ptolemaik|Wangsa Ptolemaios]] dan kemudian oleh [[Kekaisaran Romawi|bangsa Romawi]].
=== Wangsa Ptolemaios ===
{{Main|Dinasti Ptolemaik }}
Pada 332 SM [[Aleksander Agung|Aleksander III]] dari [[Kekaisaran Makedonia|Makedonia]] menaklukkan Mesir tanpa perlawanan berarti dari pihak [[Kekaisaran Akhemeniyah|Persia]]. Ia disambut [[Bangsa Mesir|rakyat Mesir]] sebagai Tokoh Pembebas. Ia mengunjungi [[Memphis, Mesir|Memphis]], dan berziarah ke kediaman juru tenung [[Amun]] di [[Wahat Siwah]]. Juru tenung itu menyatakan bahwa Aleksander adalah putera [[Amun]]. Ia mampu mengambil hati rakyat Mesir karena sikap hormat yang ditunjukkannya pada agama mereka, tetapi ia menempatkan orang-orang Yunani pada semua jabatan tinggi di negeri itu, dan mendirikan sebuah kota baru yang bercorak Yunani, [[Iskandariyah|Aleksandria]], untuk dijadikan ibu kota Mesir yang baru. Kemakmuran Mesir dimanfaatkan untuk mendanai rencana penaklukan Aleksander atas seluruh [[Kekaisaran Persia]]. Pada permulaan 331 SM ia siap untuk bertolak, dan kemudian memimpin bala tentaranya menuju Fenisia. Ia meninggalkan [[Cleomenes dari Naucratis|Kleomenes]] sebagai [[nomark]] yang berkuasa selama ia berada di luar Mesir. Aleksander tidak pernah kembali lagi ke Mesir.
Setelah Aleksander mangkat di [[Babilon]] pada 323 SM, timbul [[Diadokhoi|krisis suksesi]] di antara para panglimanya. Mula-mula [[Perdikkas]] memerintah Kekaisaran Makedonia selaku wali dari saudara tiri Aleksander [[Arridaios]], yang kelak menjadi [[Filipus III dari Makedonia]], dan kemudian selaku wali dari Philip III dan putera Aleksander yang masih bayi [[Aleksander IV dari Makedonia]], yang belum lahir tatkala ayahnya mangkat. Perdikkas menunjuk [[Ptolemaios I Soter|Ptolemaios]], salah seorang pengiring terdekat Aleksander, menjadi [[satrap]] di Mesir. Ptolemaios memerintah Mesir sejak 323 SM atas nama raja-bersama [[Filipus III dari Makedonia|Filipus III]] dan [[Aleksander IV dari Makedonia|Aleksander IV]]. Akan tetapi begitu kekaisaran yang dibangun [[Aleksander Agung]] mulai terpecah-belah, Ptolemaios segera menjadikan dirinya sebagai penguasa mesir yang mandiri. Ptolemaios berhasil mempertahankan Mesir dari invasi Perdikkas pada 321 SM, dan memperkokoh kedudukannya di Mesir dan sekitarnya selama [[Perang Diadokhoi]] (322–301 SM). Pada 305 SM, Ptolemaios mulai mempergunakan gelar raja-raja. Sebagai [[Ptolemaios I Soter]] ("Sang Juru Selamat"), ia mendirikan [[Dinasti Ptolemaik|Wangsa Ptolemaios]] yang berkuasa atas Mesir selama hampir 300 tahun.
Anak-cucu Ptolemaios di kemudian hari mengikuti tradisi Mesir dengan menikahi saudara kandung mereka, memerintahkan gambar diri mereka ditatahkan pada monumen-monumen umum dalam gaya seni dan busana Mesir, serta menganut keyakinan bangsa Mesir.<ref>Bowman (1996) pp25-26</ref><ref>Stanwick (2003)</ref> Peradaban Helenistik terus tumbuh subur di Mesir bahkan sesudah [[Penaklukan Muslim di Mesir|ditaklukkan oleh kaum Muslim]]. Wangsa Ptolemaios harus menghadapi pemberontakan-pemberontakan pribumi Mesir dan terlibat dalam peperangan melawan bangsa asing maupun perang saudara yang mengakibatkan kemerosotan dan aneksasi kerajaan itu oleh [[Aegyptus (provinsi Romawi)|bangsa Romawi]].
== Referensi ==
{{Reflist|30em}}
[[Kategori:Mesir Kuno|*]]
[[Kategori:Sejarah Afrika|Mesir kuno]]
|