Soekarno: Perbedaan antara revisi

[revisi terperiksa][revisi terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 147:
 
=== Keterlibatan dalam Partai Nasional Indonesia ===
Pada tanggal 4 Juli 1927, Soekarno bersama teman-temannya dari ''Algemeene Studieclub'' mendirikan partai pro-kemerdekaan, [[Partai Nasional Indonesia]] (PNI), dan SukarnoSoekarno terpilih sebagai pemimpin pertama. Partai ini menganjurkan kemerdekaan bagi [[Indonesia]], dan menentang [[imperialisme]] dan [[kapitalisme]] karena berpendapat bahwa kedua sistem tersebut memperburuk kehidupan [[rakyat Indonesia]]. Partai ini juga menganjurkan [[sekularisme]] dan persatuan di antara berbagai etnis di [[Hindia Belanda]], untuk membentuk [[Indonesia]] yang bersatu. Soekarno juga berharap bahwa [[Jepang]] akan memulai perang melawan [[Blok Sekutu dalam Perang Dunia II|kekuatan barat]] dan [[Jawa]] kemudian dapat memperoleh kemerdekaannya dengan [[Gerakan propaganda Jepang 3A|bantuan Jepang]]. [[Partai Nasional Indonesia|PNI]] mulai menarik sejumlah besar pengikut, khususnya di kalangan pemuda lulusan universitas yang menginginkan kebebasan dan kesempatan yang lebih luas yang tidak diberikan kepada mereka dalam sistem politik kolonialisme Belanda yang rasis dan konstriktif. Hal ini terjadi segera setelah disintegrasi [[Sarekat Islam]] pada awal tahun 1920-an dan hancurnya [[Partai Komunis Indonesia|Partai Komunis Indonesia]] setelah [[Pemberontakan komunis Sumatra 1927|pemberontakan yang gagal pada tahun 1926]].<ref name="Adams 1965">{{cite book |author1=Sukarno |last2=Adams |first2=Cindy |title=Sukarno, An Autobiography |publisher=The Bobbs-Merrill Company Inc. |year=1965 |pages=79–80}}</ref>
 
=== Penangkapan, persidangan, dan pemenjaraan ===
Baris 153:
==== Penangkapan dan persidangan ====
[[File:P.N.I. proces te Bandoeng 1930 - Nationaal Archief.jpg|thumb|right|Soekarno bersama rekan-rekan terdakwa dan pengacaranya pada saat persidangannya di [[Bandung]], 1930]]
Kegiatan [[Partai Nasional Indonesia|PNI]] menarik perhatian pemerintah kolonial, dan pidato serta pertemuan Soekarno sering kali disusupi dan diganggu oleh agen polisi rahasia kolonial ([[Politieke Inlichtingendiensnt|''Politieke Inlichtingendienst'']]). Akhirnya, Soekarno dan para pemimpin penting [[Partai Nasional Indonesia|PNI]] lainnya ditangkap pada tanggal 29 Desember 1929 oleh otoritas kolonial Belanda dalam serangkaian penggerebekan di seluruh [[Jawa]]. SukarnoSoekarno sendiri ditangkap saat sedang berkunjung ke [[Yogyakarta]]. Selama persidangannya di gedung pengadilan Landraad [[Bandung]] dari bulan Agustus hingga Desember 1930, Soekarno menyampaikan serangkaian pidato politik panjang yang menyerang kolonialisme dan [[imperialisme]], bertajuk ''Indonesia Menggoegat'' (''[[Indonesia Accuses]]'').<ref>{{Cite web |title=Behind the coup that backfired: the demise of Indonesia's Communist Party |url=https://theconversation.com/amp/behind-the-coup-that-backfired-the-demise-of-indonesias-communist-party-47640 |access-date=7 June 2022 |website=theconversation.com|date=30 September 2015 }}</ref>
 
==== Hukuman dan penjara ====
Pada bulan Desember 1930, SukarnoSoekarno dijatuhi hukuman empat tahun penjara, yang dijalani di penjara Sukamiskin di [[Bandung]]. Namun pidatonya mendapat liputan luas dari media, dan karena tekanan kuat dari unsur-unsur liberal di [[Belanda]] dan [[Hindia Belanda]], Soekarno dibebaskan lebih awal pada tanggal 31 Desember 1931. Dengan ini Saat itu, ia telah menjadi pahlawan populer yang dikenal luas di seluruh [[Indonesia]].
 
Namun, selama ia dipenjara, [[Partai Nasional Indonesia|PNI]] terpecah belah akibat penindasan pemerintah kolonial dan pertikaian internal. [[Partai Nasional Indonesia|PNI]] yang asli dibubarkan oleh Belanda, dan mantan anggotanya membentuk dua partai berbeda; [[Partindo|Partai Indonesia (Partindo)]] di bawah rekan Soekarno, [[Sartono]] yang mempromosikan agitasi massa, dan Pendidikan Nasionalis Indonesia (PNI Baru) di bawah [[Mohammad Hatta]] dan [[Soetan Sjahrir]], dua orang nasionalis yang baru saja kembali dari studi di Belanda, dan mempromosikan strategi jangka panjang dalam menyediakan pendidikan modern kepada masyarakat Indonesia yang tidak berpendidikan untuk mengembangkan elit intelektual yang mampu memberikan perlawanan efektif terhadap pemerintahan Belanda. Setelah berusaha mendamaikan kedua partai untuk membentuk satu front persatuan nasionalis, Soekarno memilih menjadi ketua Partindo pada tanggal 28 Juli 1932. Partindo tetap mempertahankan keselarasan dengan strategi agitasi massa langsung yang dilakukan Soekarno, dan Soekarno tidak setuju dengan [[Mohammad Hatta|Perjuangan jangka panjang berbasis kader Hatta]]. [[Mohammad Hata|Hatta]] sendiri meyakini kemerdekaan Indonesia tidak akan terjadi semasa hidupnya, sedangkan Soekarno meyakini strategi Hatta mengabaikan fakta bahwa politik hanya dapat melakukan perubahan nyata melalui pembentukan dan pemanfaatan kekuatan (''machtsvorming en machtsaanwending'').<ref name="Adams 1965"/>
 
Selama periode ini, untuk menghidupi dirinya dan partai secara finansial, Soekarno kembali ke dunia arsitektur, membuka biro Soekarno & Roosseno bersama junior universitasnya, [[Roosseno]]. Dia juga menulis artikel untuk surat kabar partai, ''Fikiran Ra'jat'' (Pikiran Rakyat). Saat bermarkas di [[Bandung]], Soekarno sering bepergian ke seluruh [[Jawa]] untuk menjalin kontak dengan kaum nasionalis lainnya. Aktivitasnya semakin menarik perhatian [[Polititeke Inlichtingendienst|PID]] Belanda. Pada pertengahan tahun 1933, SukarnoSoekarno menerbitkan serangkaian tulisan berjudul Mentjapai Indonesia Merdeka (“''Mencapai Indonesia Merdeka''”). Karena tulisan ini, ia ditangkap oleh polisi Belanda saat mengunjungi rekan [[nasionalisme|nasionalis]]nya, [[Mohammad Hoesni Thamrin]] di [[Jakarta]] pada tanggal 1 Agustus 1933.
 
=== Diasingkan ===
Kali ini, untuk mencegah pemberian platform kepada SukarnoSoekarno untuk menyampaikan pidato politik, gubernur jenderal garis keras [[Jonkheer]], [[Bonifacius Cornelis de Jonge]] menggunakan kekuatan daruratnya untuk mengirim SukarnoSoekarno ke pengasingan internal tanpa pengadilan. Pada tahun 1934, Soekarno dikapalkan bersama keluarganya (termasuk Inggit Garnasih), ke kota terpencil [[Ende, Indonesia|Ende]], di pulau [[Flores]]. Selama berada di Flores, ia memanfaatkan kebebasan bergeraknya yang terbatas untuk mendirikan teater anak-anak. Di antara anggotanya adalah politisi masa depan [[Frans Seda]]. Karena wabah malaria di Flores, pemerintah Belanda memutuskan untuk memindahkan Soekarno dan keluarganya ke Bencoolen (sekarang [[Bengkulu]]) di [[Sumatera Barat|pantai barat Sumatra]], pada bulan Februari 1938.
 
Di [[Bengkulu]], Soekarno berkenalan dengan Hassan Din, ketua organisasi [[Muhammadiyah]] setempat, dan dia diizinkan untuk mengajar agama di sekolah lokal milik [[Muhammadiyah]]. Salah satu muridnya adalah [[Fatmawati]] yang berusia 15 tahun, putri Hassan Din. Ia menjalin hubungan asmara dengan Fatmawati, yang ia beralasan dengan menyatakan ketidakmampuan Inggit Garnasih menghasilkan anak selama hampir 20 tahun pernikahan mereka. Soekarno masih berada di pengasingan [[Bengkulu]] ketika Jepang [[kampanye Hindia Belanda|menyerbu]] [[Kepulauan Melayu|kepulauan]] pada tahun 1942.