Soemitro Djojohadikoesoemo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Baris 130:
Soemitro menikah dengan Dora Marie Sigar, yang saat itu merupakan mahasiswa keperawatan di [[Utrecht]], ketika keduanya belajar di Belanda. Mereka menikah pada 7 Januari 1947 meski berbeda agama (Dora merupakan seorang beragama [[Kristen]] yang berasal dari [[Manado]] sementara Sumitro beragama [[Islam]]), kemudian tinggal di daerah Matraman, Jakarta.<ref name=":0" /> Anak pertama mereka, Biantiningsih Miderawati, menjadi sarjana pendidikan dari [[Universitas Harvard]]. Anak kedua, Mariani Ekowati, menjadi ahli mikrobiologi. Anak ketiga, [[Prabowo Subianto]] merupakan Ketua Umum [[Partai Gerakan Indonesia Raya|Partai Gerindra]] dan [[Daftar Menteri Pertahanan Indonesia|Menteri Pertahanan]] dalam [[Kabinet Indonesia Maju]], dan juga sempat menikahi [[Titiek Soeharto]], putri Suharto. Anak bungsu, [[Hashim Djojohadikusumo]], menjadi pebisnis grup Arsari.<ref name=":0" />
 
Soemitro terkenal sebagai perokok berat. Selama 1942-1994., Soemitro menulis sebanyak 130 buku dan makalah, khususnya urusan ekonomi.<ref name="liputan6">{{cite news |title=Sumitro Djojohadikusumo Meninggal Dunia |url=https://www.liputan6.com/news/read/9221/sumitro-djojohadikusumo-meninggal-dunia |access-date=12 Mei 2022 |work=liputan6.com |date=9 Maret 2001 |language=id}}</ref>
 
== Pandangan ==
Selama di Rotterdam, Soemitro banyak membaca tulisan pemikir ekonomi seperti [[Karl Marx]], [[Joseph Schumpeter]], [[Eugen von Böhm-Bawerk]], [[Irving Fisher]], dan lainnya.{{sfn|Djojohadikusumo|1986|pp=29-30}} Ia juga terpengaruh oleh para pemikir dari ''[[Fabian Society]]''.{{sfn|Niwandhono|2021|pp=165-166}} Meskipun secara ideologis Soemitro tidak menyukai pembatasan perdagangan, ia juga menganggap bahwa kondisi politik dalam negeri tidak memungkinkan perdagangan bebas. Kebijakan Soemitro selama menjabat sebagai menteri di era Orde Lama menurutnya bertujuan untuk mengurangi pengaruh Belanda dalam ekonomi Indonesia.{{sfn|Djojohadikusumo|1986|pp=35-36}} Soemitro mengaku bahwa pertentangannya dengan [[Syafruddin Prawiranegara]] terjadi karena Soemitro melihat kebijakan Syafruddin sebagai kelanjutan dari pemerintah kolonial.{{sfn|Niwandhono|2021|p=177}} Dalam pandangan Soemitro, ekonomi kolonial Indonesia terbagi menjadi dua: ekonomi agraris yang ala kadarnya, dan ekonomi kapitalis yang terhubung dengan sistem perdagangan internasional. Untuk mengembangkan ekonomi, Soemitro mengikuti teori ekonomi [[William Arthur Lewis]] yang menyatakan bahwa pemerintah harus mendukung industrialisasi demi meningkatkan produktivitas tenaga kerja.{{sfn|Niwandhono|2021|pp=173-176}} Demi industrialisasi ini, Soemitro menjadi pendukung investasi asing, asalkan investasi tersebut disertai partisipasi modal dalam negeri, peningkatan [[sumber daya manusia]], dan penginvestasian kembali sebagian laba dalam ekonomi Indonesia.{{sfn|Rice|1983|p=68}}