Sukmawati Soekarnoputri

politisi Indonesia

Diah Mutiara Sukmawati Sukarnoputri (lahir 26 Oktober 1951)[1][2] adalah putri dari presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Sukmawati juga merupakan adik dari Megawati Soekarnoputri, mantan presiden Indonesia.[3]

Sukmawati Soekarnoputri
Informasi pribadi
Lahir26 Oktober 1951 (umur 72)
Jakarta, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Partai politikPNI Marhaenisme
Suami/istriMangkunegara IX (cerai)
AnakGPH Paundrakarna Sukmaputra Jiwanegara
GRA Putri Agung Suniwati
Muhammad Putra Perwira Utama
Orang tuaSoekarno
Fatmawati
PekerjaanPolitisi, Pengusaha
ProfesiSeniman
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Pendidikan

 
Soekarno dan keluarganya pada tahun 1952. Searah jarum jam dari tengah: Soekarno, Sukmawati, Fatmawati, Guruh, Megawati, Guntur, dan Rachmawati

Sukmawati mengawali pendidikan formalnya di Sekolah Rakyat (SR) dan tamat tahun 1964. Ia melanjutkan pendidikannya Akademi Tari di di LPKJ, Jakarta, tahun 1970-1974 hingga kemudian menjadi mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional (HI), Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip), Universitas Bung Karno (UBK), Jakarta, sejak tahun 2003.

Karier politik

Pada tahun 1998, ia mendirikan dan menghidupkan kembali Partai Nasional Indonesia dengan nama PNI Soepeni.[4] Nama PNI Soepeni diubah menjadi menjadi PNI Marhaenisme pada tahun 2002 dan Sukmawati ditunjuk sebagai ketua umum.

Pada tahun 2011, ia menuliskan kesaksian sejarah terkait dengan kehidupannya selama 15 tahun di Istana Merdeka dalam sebuah buku yang berjudul Creeping Coup D'Tat Mayjen Suharto. Buku ini mengungkapkan kisah hidup Sukmawati sejak dilahirkan di Istana merdeka dan menceritakan kesaksian sejarahnya terkait kudeta yang dialami Soekarno pada tahun 1965–1967.

Sukmawati meyakini adanya kudeta yang dilakukan oleh Pangkostrad Mayjen Soeharto (saat itu, yang kemudian menjadi Presiden Soeharto menggantikan Bung karno) bersama anggota-anggota militer lainnya dengan menggunakan Surat Perintah 11 Maret 1966. Dalam pengakuannya, Sukmawati mengaku tidak akan memaafkan Soeharto karena telah melakukan pelanggaran HAM pasca peristiwa 1965.[5]

Kehidupan pribadi

Sukmawati menikah dengan Putra Mahkota Kadipaten Mangkunegaran yaitu Pangeran Sujiwa Kusuma (sekarang Adipati Mangkunegara). Di kemudian Hari Pangeran Kusuma naik tahta dan bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IX. Beberapa tahun kemudian, ia dan Sujiwa Kusuma memutuskan untuk cerai. Pada 26 Oktober 2021, Sukmawati akan menjalani ritual pindah agama ke Hindu mengikuti agama neneknya, Ida Ayu Nyoman Rai di Bali.[6]

Kontroversi

Pada 13 November 2008, Sukmawati ditetapkan sebagai tersangka ijazah palsu yang digunakan sebagai syarat pencalonan Pemilu 2009 calon Anggota DPR RI dari PNI Marhaenisme daerah pemilihan Bali.[7] Ia memakai foto kopi ijazah SMA 3 Jakarta tahun lulus 1970, tetapi tidak dilegalisasi. Sekolah menolak melegalisasi karena menyatakan Sukmawati hanya bersekolah hingga kelas II dan tidak bersekolah setelah menikah.[8] Ia hanya ditetapkan sebagai tersangka dan tidak ditahan dalam kasus yang dihentikan ini. Diketahui sebelumnya pada Pemilu 2004 ia memakai ijazah SMA 22 Jakarta tahun lulus 1969 sehingga ia memiliki dua ijazah yang berbeda tahun kelulusan.[9][10] Sukmawati mengundurkan diri dari pencalonan karena kasus ini.[11]

Pada 2 April 2018, Sukmawati membacakan puisi yang dinilai mengandung unsur penistaan agama karena membandingkan azan dengan kidung.

Pada 26 Oktober 2021, Sukmawati keluar dari agama islam (Murtad/Kafir) lalu menjadi pemeluk hinduisme. [12][13]

Referensi