Suku Lamalera

suku bangsa di Indonesia

Suku Lamalera adalah kelompok etnis yang mendiami Pulau Lembata bagian selatan.[2] Secara administratif, suku ini tersebar di desa Lamalera A, Lamalera B, dan beberapa desa sekitarnya di kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata. Bahasa asli yang digunakan suku ini adalah bahasa Lamalera, serta bahasa Lamaholot yang berfungsi sebagai lingua franca di daerah tersebut.[3]

Lamalera
Jumlah populasi
4.000 (2008)[1]
Daerah dengan populasi signifikan
Kabupaten Lembata
Bahasa
Lamalera dan Lamaholot
Agama
Katolik (mayoritas), Islam (minoritas)
Kelompok etnik terkait
Kedang dan Lamaholot

Sejarah

Menurut Ambrosius Oleona dan Pieter Tedu Bataona, asal-usul masyarakat Lamalera bukan berasal dari penduduk asli Pulau Lembata (Kedang dan Lamaholot). Berdasarkan sejarah dan syair yang diwariskan secara turun-temurun yang disebut sebagai lia asa-usu ("syair asal-usul"), nenek moyang masyarakat di Lamalera berasal dari Tana Luwu hingga mencapai selatan Pulau Lembata dan kemudian menetap hingga turun-temurun. Masyarakat Lamalera ini datang sekitar 500 tahun lalu. Sebelumnya nenek moyang masyarakat Lamalera lebih dulu mengikuti perjalanan armada Gajah Mada menuju perairan Halmahera, dan sampai Semenanjung Bomberai, kemudian mereka memutar haluan ke arah selatan yaitu menuju Pulau Seram, Gorom, Ambon, Timor, dan akhirnya mendarat di Pulau Lembata. Kepindahan nenek moyang masyarakat Lamalera dari Tana Luwu ini dilatarbelakangi oleh adanya serangan dan penaklukan kerajaan di Tana Luwu oleh Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Kelompok yang melakukan migrasi inilah yang menjadi asal-usul terbentuknya 5 sub-suku/marga di dalam masyarakat Lamalera, yakni Batona, Blikolollo, Lamanundek, Tanakrofa, dan Lefotuka.[2]

Suku ini terkenal dengan tradisi berburu paus (baleo) yang sudah dilakukan sejak abad ke-16 hingga ke-17.[4][5] Catatan Portugis telah menyebutkan adanya masyarakat di Lembata yang berburu paus dengan cara tradisional.[6] Tradisi ini dilakukan pada musim menangkap ikan pada bulan Mei yang dikenal dengan sebutan lewa. Mereka menaiki kapal tradisional yang disebut peledang untuk berburu paus.[2]

Agama

Masyarakat Lamalera umumnya menganut agama Katolik. Ini tercermin dalam tradisi Misa Leva untuk memohon restu kepada tuhan atas musim Leva yang akan berlangsung pada tanggal 2 Mei–30 September setiap tahunnya.[7] Sedangkan Islam mendominasi di wilayah pesisir.[8]

Referensi

  1. ^ Bahasa Lamalera di Ethnologue (ed. ke-18, 2015)
  2. ^ a b c Setyaningrum, Puspasari (11 Februari 2023). "Mengenal Tradisi Berburu Paus Nelayan Lamalera di Nusa Tenggara Timur". denpasar.kompas.com. Diakses tanggal 2 Januari 2024. 
  3. ^ Lamalera Speaking Peoples - Joshua Project
  4. ^ Tifani (29 April 2023). "Tradisi Berburu Paus Jadi Bukti Ketangguhan Nelayan Lamalera". www.liputan6.com. Diakses tanggal 2 Januari 2024. 
  5. ^ Atmodjo, Kanty (12 Juli 2023). "Lamalera, Suku Pemburu Paus di Indonesia yang Mendunia". www.inilah.com. Diakses tanggal 2 Januari 2024. 
  6. ^ Kosti, Taksi (28 Juni 2018). "Wisata Lamalera". kostisolo.co.id. Diakses tanggal 2 Januari 2024. 
  7. ^ Artanegara (1 Februari 2018). "Tinggalan Arkeologi Di Kampung Adat Lamalera, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur". kebudayaan.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2 Januari 2024. 
  8. ^ Pati Herin, Francis; Arif, Ahmad (1 Februari 2018). "Uang Bukan Segalanya di Pasar Wulandoni". www.kompas.id. Diakses tanggal 2 Januari 2024.