Surau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Iswandima (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(30 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Minangkabaumosque.jpg|jmpl|Di Minangkabau, letak masjid biasanya berdampingan dengan surau. Lokasi foto diambil berada di [[Padang Lua, Banuhampu, Agam]] sekitar tahun 1900-an.]]Surau merupakan lembaga pendidikan tradisional yang berasal dari Sumatera Barat wilayah Minangkabau. [[Berkas:Austin Perdana Surau.JPG|jmpl|Surau di [[Johor]], [[Malaysia]].]]
 
Di beberapa daerah di [[SumateraSumatra]] dan [[Semenanjung Malaya]], '''surau''' merujuk pada bangunan tempat ibadah umat Islam. FungsinyaSurau hampirmenempati samabangunan denganterpisah [[masjid]]alih-alih yakniruangan sebagaipada pusatsebuah kegiatan keagamaan masyarakat dan pendidikan dasar keislamanbangunan. Akan tetapi, karena bangunannya relatif lebih kecil dari masjid, surau biasanya tidak digunakan untuk pelaksanaan [[salat Jumat]] dan [[salat Ied]]. Di [[Minangkabau]], surau kebanyakan lebih dikhususkan sebagai lembaga pendidikan dikarenakan letaknya yang berdampingan dengan masjid.
 
Fungsi surau hampir sama dengan [[masjid]] yakni sebagai pusat kegiatan keagamaan masyarakat dan pendidikan dasar keislaman. Akan tetapi, karena bangunannya relatif lebih kecil dari masjid, surau biasanya tidak digunakan untuk pelaksanaan [[salat Jumat]] dan [[salat Ied]].
Istilah surau sudah dikenal di Minangkabau jauh sebelum kedatangan Islam.<ref>Dobbin, Cristine (1971). ''Islam Revivalism In Minangkabau At The Turn Of The 19th Century''. Cambrage university Press. Hal. 120.</ref> [[A.A. Navis]] menggambarkan, surau merupakan tempat berkumpulnya anak laki-laki yang sudah akil baligh untuk tidur di malam hari{{efn|Menurut ketentuan adat di Minangkabau, laki-laki dianggap memalukan bila masih tidur di rumah orang tua mereka atau istri yang ia ceraikan sehingga mereka diharuskan tidur di surau.}} dan menekuni bermacam ilmu dan keterampilan.<ref>Sidi, Gazalba (1982). ''Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam''. Jakarta: Ummirda. Hal. 314.</ref><ref>Dobbin, Cristine (1992). ''Kebangkitan Islam Dalam Ekonomi Petani yang Sedang Berubah: Sumatera Tengah 1784-1847''. Terj. Lilian D. Tedjasukandhana. Jakarta: INIS. Hal. 142.</ref> Fungsi ini tidak berubah setelah kedatangan Islam, tetapi diperluas menjadi tempat ibadah dan penyebaran ilmu keislaman.<ref>[[Azyumardi Azra|Azra, Azyumardi]] (1985). ''Surau Di Tengah Krisis: Pesantren Dalam Prespektif Masyarakat''. Jakarta: PM3. Hal. 156.</ref> Menurut cendekiawan Islam [[Azyumardi Azra]], kedudukan surau di Minangkabau serupa dengan pesantren di Jawa. Namun, setelah kemerdekaan eksistensi surau di Minangkabau berangsur surut karena lembaga pendidikan Islam di Indonesia harus tunduk pada aturan pemerintah.<ref>[[Azyumardi Azra|Azra, Azyumardi]] (1999). ''Pemikiran Islam Tradisi dan Modernitas Menuju Milinium Baru.'' Ciputat: Logos.</ref>
 
Di [[Minangkabau]], surau kebanyakan lebih dikhususkan sebagai lembaga pendidikan dikarenakan letaknya yang berdampingan dengan masjid.<ref>http://www.lib.ui.ac.id/file?file=digital/20393920-Geschiedenis%20van%20het%20onderwijs%20in%20nederlansch-indie,%201938.pdf</ref>
 
== Defenisi ==
Istilah surau sudah dikenal di Minangkabau jauh sebelum kedatangan Islam.<ref>Dobbin, Cristine (1971). ''Islam Revivalism In Minangkabau At The Turn Of The 19th Century''. Cambrage university Press. Hal. 120.</ref> [[A.A. Navis]] menggambarkan, surau merupakan tempat berkumpulnya anak laki-laki yang sudah akil baligh untuk tidur di malam hari{{efn|Menurut ketentuan adat di Minangkabau, laki-laki dianggap memalukan bila masih tidur di rumah orang tua mereka atau istri yang ia ceraikan sehingga mereka diharuskan tidur di surau.}} danserta menekuni bermacam ilmu dan keterampilan.<ref>Sidi, Gazalba (1982). ''Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam''. Jakarta: Ummirda. Hal. 314.</ref><ref>Dobbin, Cristine (1992). ''Kebangkitan Islam Dalam Ekonomi Petani yang Sedang Berubah: SumateraSumatra Tengah 1784-1847''. Terj. Lilian D. Tedjasukandhana. Jakarta: INIS. Hal. 142.</ref><ref>https://books.google.co.id/books?id=CgdnDwAAQBAJ&pg=PA109&dq=%22TUANKU+MANSIANGAN%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjhkODyx-XoAhXu7XMBHYMRCXMQ6AEIQDAC#v=onepage&q=%22TUANKU%20MANSIANGAN%22&f=false</ref> Fungsi ini tidak berubah setelah kedatangan Islam, tetapi diperluas menjadi tempat ibadah dan penyebaran ilmu keislaman.<ref>[[Azyumardi Azra|Azra, Azyumardi]] (1985). ''Surau Di Tengah Krisis: Pesantren Dalam Prespektif Masyarakat''. Jakarta: PM3. Hal. 156.</ref> Menurut cendekiawan Islam [[Azyumardi Azra]], kedudukan surau di Minangkabau serupa dengan pesantren di Jawa. Namun, setelah kemerdekaan eksistensi surau di Minangkabau berangsur surut karena lembaga pendidikan Islam di Indonesia harus tunduk pada aturan pemerintah.<ref>[[Azyumardi Azra|Azra, Azyumardi]] (1999). ''Pemikiran Islam Tradisi dan Modernitas Menuju Milinium Baru.'' Ciputat: Logos.</ref>
 
Di Malaysia, perbedaan fungsi antara surau dengan masjid tidak begitu jelas. Untuk tujuan administratif, surau dibedakan menjadi surau besar dan surau kecil. Meskipun fungsinya hampir sama dengan masjid di Indonesia, surau besar biasanya mempunyai fungsionaris keagamaan lebih lengkap. Akan tetapi, surau besar pada umumnya tidak dimaksudkan sebagai lembaga pendidikan Islam. Sebaliknya, surau kecil biasanya juga difungsikan sebagai tempat memberikan pelajaran dasar agama.
 
[[Kategori:== Surau di Minangkabau]] ==
<br />
[[Berkas:Mesjid Asasi Padangpanjang.jpg|jmpl|270x270px|[[Masjid Asasi Padang Panjang]], dahulu merupakan surau gadang.]]
Dilihat dari bentuk bangunannya, surau terbagi dalam dua bagian yakni ''surau gadang'' (surau besar) dan ''surau ketek'' (surau kecil). ''Surau gadang'' adalah surau yang menjadi pusat dari ''surau-surau ketek'' di sekitarnya dengan daya tampung yang lebih luas. ''Surau gadang'' menyelenggarakan pengajian secara berkala oleh seorang syekh yang murid-muridnya adalah para guru yang berasal dari ''surau-surau ketek''. Pemberian nama ''surau gadang'' biasanya dinisbatkan oleh nama syekh yang mengasuh pengajian di surau tersebut atau sering disamakan dengan daerah tempat surau berdiri. Pada akhirnya, banyak surau gadang bertransformasi menjadi masjid atau madrasah/pesantren.<ref>https://onesearch.id/Record/IOS3796.123456789-36460</ref>
 
[[:nl:Arnold Willem Pieter Verkerk Pistorius|AWP. Verkerk Pistorius]] dalam artikelnya di ''[[Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië]]'' pada tahun 1868 memberikan gambaran sejumlah surau besar di Minangkabau. Di antara surau tersebut yakni: [[Surau Taram]], Surau Koto Tuo, Surau Cangkiang, Surau Pasir, Surau Laboh (Tanah Datar), Surau Padang Gantiang, Surau Simabur, Surau Pangian, Surau Piei, Surau Muara Panas, Surau Kota Anau, Surau Kasih, Surau Singkarak, [[Surau Calau]], dan Surau Padang Sibusuk.<ref>{{Cite book|date=1869|url=https://books.google.co.id/books?redir_esc=y&hl=id&id=0vwGAAAAYAAJ&q=surau#v=onepage&q=taram&f=false|title=Tijdschrift voor Nederlandsch Indië|publisher=Ter Lands-drukkerij|language=nl|url-status=live}}</ref>
 
[[Mahmoed Joenoes|Mahmud Yunus]] juga menambahkan sejumlah surau besar lainnya, yakni Surau Syekh Abdullah Khatib Ladang Lawas Bukittinggi, Surau Syekh Muhammad Jamil Tungkar, Surau Syekh Tuanku Kolok (Syekh Muhammad Ali) di Sungayang, Surau Syekh Abdul Manan (Tuanku Talao), Surau Syekh Muhammad Shaleh Padang Kandis, Surau Syekh Abdullah (Padang Japang), Surau Syekh Ahmad Alang Lawas, dan Surau Syekh Amarullah.<ref>{{Cite book|last=Yunus|first=Mahmud|date=2008|url=https://www.google.co.id/books/edition/Sedjarah_pendidikan_Islam_di_Indonesia/99oKAAAAMAAJ?hl=id&gbpv=1&bsq=%22Ahmad+Alang+Lawas+Padang%22&dq=%22Ahmad+Alang+Lawas+Padang%22&printsec=frontcover|title=Sejarah pendidikan Islam di Indonesia|publisher=Mahmud Yunus Wadzurriyyah|language=id|url-status=live}}</ref>
 
== Lihat pula ==
* [[Dayah]]
 
== Catatan kaki ==
Baris 15 ⟶ 29:
;Daftar pustaka
{{reflist|2}}
 
{{Arsitektur Indonesia}}
 
[[Kategori:Masjid]]
[[Kategori:Minangkabau]]
[[Kategori:Arsitektur Minangkabau]]