Syafruddin Prawiranegara: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
GuerraSucia (bicara | kontrib) |
kTidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(133 revisi perantara oleh 25 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox President
| name = Syafruddin Prawiranegara<br />
| image
| image_size = 200px
|
| office = [[Kabinet Darurat|Ketua <br> Pemerintahan Darurat Republik Indonesia]]<br/><small>''Setingkat Presiden dan Perdana Menteri Republik Indonesia''</small>{{efn|Merangkap Menteri Keuangan dan Penerangan.{{sfn|Kementerian Penerangan|1986|p=172}} Awalnya juga sebagai Menteri Dalam Negeri, tetapi digantikan oleh [[A.A. Maramis]].{{sfn|Kahin|1999|p=140}}}}
|
|
|
| successor = [[Sukarno]]{{efn|Sebagai [[Presiden Indonesia]] baik sebelum dan setelahnya.}}
| office1 = Wakil Perdana Menteri Indonesia
| order1 = ke-3
|
|
|
| primeminister1 = [[Mohammad Hatta]]
| predecessor1 = [[Adenan Kapau Gani]]<br>[[Setyadjit Soegondo]]<br>[[Raden Sjamsoeddin]]<br>[[Wondoamiseno]]
|
|
|
| term_start2 = 1 Juli 1953{{efn|Sebelumnya juga menjabat Gubernur ''De Javasche Bank'', pendahulu BI, sejak 15 Juli 1951.{{sfn|Madinier|2015|p=197}} Tanggal yang dipakai disini merupakan tanggal resminya perubahan ''De Javasche Bank'' menjadi Bank Indonesia.}}
|
| president2 = [[Sukarno]]
| primeminister2 =
| predecessor2 = ''Tidak ada; jabatan baru''
| successor2 = [[Lukman Hakim (birokrat)|Lukman Hakim]]
| office3 = Menteri Kemakmuran Indonesia
| order3 = ke-4
| term_start3 = 29 Januari 1948
| term_end3 = 4 Agustus 1949
| president3 = [[Sukarno]]
| predecessor3 = [[Adenan Kapau Gani]]
| successor3 = [[Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono|I. J. Kasimo]]
| office4 = Menteri Keuangan Indonesia
| order4 = ke-5
| term_start4 =
| term_end4 = 27 April 1951{{efn|Di antara 20 Desember 1949 dan 6 September 1950, Sjafruddin menjabat sebagai Menteri Keuangan pada [[Kabinet Republik Indonesia Serikat]], bukan sebagai Menteri Keuangan pada [[Republik Indonesia (1949–1950)|negara bagian Republik Indonesia]], yang dijabat oleh [[Lukman Hakim (birokrat)|Lukman Hakim]].{{sfn|Ministry of Finance|1991|p=43}}}}
| president4 = [[
| predecessor4 = [[
| successor4 = [[Jusuf Wibisono]]
| term_start5 = 2 Oktober 1946
| term_end5 = 26 Juni 1947
| president5 = [[Sukarno]]
| predecessor5 = [[Surachman Tjokroadisurjo]]
| successor5 = [[Alexander Andries Maramis]]
| office6 = Menteri Muda Keuangan Indonesia
| order6 = ke-1
| term_start6 = 12 Maret 1946
| term_end6 = 2 Oktober 1946
| president6 = [[Sukarno]]
| predecessor6 = ''Tidak ada; jabatan baru''
| successor6 = [[Lukman Hakim (birokrat)|Lukman Hakim]]
| birth_date = {{birth date|1911|2|28}}
| birth_place = [[Kabupaten Serang|Serang]], [[Keresidenan Banten]], [[Hindia Belanda]]
| death_date = {{death date and age|1989|2|15|1911|2|28}}
| death_place = [[Jakarta]], [[Indonesia]]
| nationality = Indonesia
| party = [[Partai Masyumi (1945)|Masyumi]]
| spouse = [[Tengku Halimah Syehabuddin Prawiranegara]]
| profession = Politisi
| blank1 = Agama
| data1 = Islam
| signature = Signature of Sjafruddin Prawiranegara.svg
}}
[[Meester in de Rechten|Mr.]] '''Sjafruddin Prawiranegara''' ([[Ejaan Yang Disempurnakan|EYD]]: Syafruddin Prawiranegara) {{lahirmati|[[Kabupaten Serang|Serang]], [[Banten]]|28|2|1911|[[Jakarta]]|15|2|1989}}) adalah seorang negarawan dan ekonom Indonesia. Ia memimpin Indonesia sebagai Ketua [[Pemerintahan Darurat Republik Indonesia|Pemerintah Darurat Republik Indonesia]] (PDRI). Selama [[Era Demokrasi Liberal (1950–1959)|masa Demokrasi Liberal]], ia menjabat sebagai [[Daftar Menteri Keuangan Indonesia|Menteri Keuangan]] dan [[Daftar Gubernur Bank Indonesia|Gubernur Bank Indonesia]] pertama.
Syafruddin lahir di [[Banten]], dengan campuran darah [[Orang Minangkabau|Minangkabau]]–[[Suku Banten|Sunda Banten]]. Meskipun semula apolitis selama studinya di [[Rechtshoogeschool te Batavia|Rechtshoogeschool]] (Sekolah Tinggi Hukum), ia mulai aktif dalam pergerakan nasional Indonesia setelah ia bekerja. Menyusul pecahnya [[Revolusi Nasional Indonesia|perang kemerdekaan]], Syafruddin mulai terlibat dalam pemerintah sebagai Menteri Keuangan; kebijakannya yakni mencetuskan dan mendistribusikan [[Oeang Republik Indonesia]]. Pada 1948, Syafruddin ditugaskan oleh Wakil Presiden dan Menteri Pertahanan [[Mohammad Hatta]] ke [[Kota Bukittinggi|Bukittinggi]] dan setelah pemimpin Republik Indonesia ditawan Belanda dalam [[Agresi Militer Belanda II]], ia membentuk PDRI pada 22 Desember 1948. Kiprahnya bergerilya selama tujuh bulan di Sumatra memungkinkan adanya keberlangsungan pemerintahan di tengah [[Revolusi Nasional Indonesia|perang kemerdekaan]] sehingga memaksa Belanda untuk kembali bernegosiasi.
Setelah mengembalikan mandatnya kepada [[Sukarno]] pada 14 Juli 1949, Syafruddin sempat menjadi Wakil Perdana Menteri sebelum ia ditunjuk kembali menjadi Menteri Keuangan. Sebagai salah seorang tokoh partai [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia|Masyumi]] yang menganut paham ekonomi [[sosialisme religius]], Syafruddin turut membentuk kebijakan ekonomi Indonesia pada awal 1950-an, dengan kebijakan moneter yang konservatif dan program sertifikat devisa. Kebijakannya yang paling terkenal, [[Gunting Syafruddin]], bertujuan memangkas pasokan uang dengan memerintahkan pengguntingan uang terbitan Belanda. Selanjutnya, ia menjadi [[Daftar Gubernur Bank Indonesia|Gubernur Bank Indonesia]], tetapi karena mendukung investasi asing dan menentang kebijakan [[nasionalisasi]], ia berseberangan dengan kebijakan Sukarno selama akhir masa Demokrasi Liberal.
Perbedaan pandangan ekonomi ini dan pergeseran sistem pemerintahan ke [[Demokrasi terpimpin|Demokrasi Terpimpin]] membuat Syafruddin turut serta dalam pemerintah tandingan PRRI di Sumatera Barat pada 1958 sebagai Perdana Menteri. Selama tiga tahun, pemerintah pusat melancarkan [[Operasi 17 Agustus|operasi militer menumpas PRRI]]. Ia menyerahkan diri pada 1961, tetapi belakangan dipenjarakan. Setelah dibebaskan oleh pemerintah [[Suharto]] pada 1966, ia hengkang dari jabatan pemerintahan. Ia aktif dalam organisasi-organisasi keagamaan dan mengkritik pemerintah. Secara khusus, Syafruddin menentang penggunaan [[Pancasila]] sebagai alat politik oleh pemerintah [[Orde Baru]]. Ia meninggal pada 1989 dan dianugerahi gelar [[Pahlawan nasional Indonesia|Pahlawan Nasional Indonesia]] pada 2011.
== Masa muda ==
Syafruddin lahir di [[Anyar, Serang|Anyer Kidul]], [[Kabupaten Serang]], [[Keresidenan Banten]] pada
Syafruddin menempuh pendidikan [[
Setelah lulus dari Rechtshoogeschool, Syafruddin
==Karier politik==
===
[[Berkas:Mr._Sjafruddin_Prawiranegara.jpg|jmpl|kanan|Sjafruddin Prawiranegara pada tahun 1947.]]
Setelah [[proklamasi kemerdekaan Indonesia]], Syafruddin dipilih sebagai salah seorang dari 15 anggota Badan Pekerja [[Komite Nasional Indonesia Pusat]] (KNIP) pada 17 Oktober 1945 (sebulan jelang Masyumi terbentuk). Sebelumnya, ia merupakan anggota KNI Pariangan.{{sfn|Kahin|1989|p=102}}{{sfn|Legge|2010|p=211}}{{sfn|Fogg|2020|p=298}}{{sfn|Fogg|2020|p=254}} Pada 1946, Syafruddin menjadi anggota [[Partai Masyumi (1945)|Masyumi]], meski semula sempat ditawari masuk [[Partai Sosialis Indonesia]] (PSI) oleh Sjahrir dan Amir Syarifuddin.{{sfn|Fogg|2020|p=298}} Menurut Syafruddin, ia memilih masuk Masyumi sebagai seorang Islam, meskipun pada waktu itu ia tidak memiliki pengalaman sama sekali dalam organisasi Islam.{{sfn|Fogg|2019|pp=173-176}} Kala itu, ia berkontribusi mengakhiri status monopoli partai nasional dalam proses terbentuknya [[Maklumat 3 November 1945|Maklumat Wakil Presiden Nomor X]] sebagai perubahan fungsi [[KNIP]] sebagai badan legislatif sehari-hari, yang menjadikan Indonesia lebih mendekati sistem parlementer. Hal itu juga yang diharapkan membentuk citra Indonesia sebagai pemerintahan yang demokratis dan diperhitungkan dalam politik luar negeri.{{sfn|Fogg|2020|pp=251{{spaced ndash}}253}} Berkat kedekatannya dengan Sjahrir, Syafruddin ditunjuk menjadi Menteri Muda Keuangan dalam [[Kabinet Sjahrir II]] antara 12 Maret 1946 sampai 2 Oktober 1946, dan selanjutnya diangkat menjadi Menteri Keuangan dalam [[Kabinet Sjahrir III]] antara 2 Oktober 1946 hingga 27 Juni 1947. Ia juga menjabat sebagai Menteri Kemakmuran di [[Kabinet Hatta I]] mulai 29 Januari 1948.{{sfn|Kahin|1989|p=102}}{{sfn|Anderson|2006|p=321}} Sjahrir sebenarnya menawarkan kursi Menteri Keuangan kepada Syafruddin dalam [[Kabinet Sjahrir I]], tetapi Syafruddin menolak karena merasa kurang berpengalaman. Belakangan, Syafruddin berkomentar bahwa setelah melihat cara kerja Menteri Keuangan [[Panji Surachman Cokroadisuryo]], ia merasa lebih cocok menjabat.{{sfn|Kian Wie Thee|2003|pp=78-79}}
Di bidang keuangan, Syafruddin berperan besar dalam penerbitan [[Oeang Republik Indonesia]] (ORI), salah satunya dengan meyakinkan [[Mohammad Hatta]] untuk menerbitkan mata uang sendiri untuk mendanai perlawanan melawan Belanda dan untuk menunjukkan keseriusan pemerintah Republik Indonesia yang masih muda.{{sfn|Kian Wie Thee|2003|pp=69-70}} Saat Hatta sempat ragu-ragu, Syafruddin mengatakan kepadanya bahwa "apabila Hatta ditangkap Belanda, ia akan digantung bukan sebagai pemalsu uang, tapi sebagai pemberontak". Syafruddin menjadi Menteri Keuangan pertama di Indonesia yang mendistribusikan mata uang Indonesia pada akhir tahun 1946, meskipun di lembaran ORI awalnya tercetak tanda tangan [[Alexander Andries Maramis]] yang mengatur proses percetakannya.{{sfn|Kian Wie Thee|2003|pp=78-79}}{{sfn|Kementerian Keuangan|1991|p=19}} Syafruddin
Pada
=== Pemerintah Darurat RI ===
[[File:Sjafruddin Prawiranegara base PDRI.jpg|thumb|Rumah Syafruddin selama di [[Bidar Alam, Sangir Jujuan, Solok Selatan|Bidar Alam]].{{sfn|Subdisjarah|2001|p=45}}]]
[[File:Sjafruddin Prawiranegara with Sukarno in Yogyakarta, 1949.jpg|thumb|Syafruddin (kedua dari kanan) dengan Sukarno (tengah) di Yogyakarta, 1949.]]
Syafruddin mengatur rapat dengan Gubernur
Setelah pengumuman tersebut, Syafruddin dan tokoh-tokoh PDRI mulai bergerak lagi. Tokoh pemerintahan sipil bergerak ke arah [[Pekanbaru]], sementara tokoh militer bergerak ke [[Aceh]].{{sfn|Kahin|1999|p=141}}{{sfn|Subdisjarah|2001|pp=60-62}} Kelompok Syafruddin mengalami sejumlah kesulitan dalam perjalanan, dan karena Belanda berhasil merebut sejumlah kota dan desa di rute perjalanan ke Pekanbaru, rombongan memutuskan untuk berpencar di [[Sungai Dareh, Pulau Punjung, Dharmasraya|Sungai Dareh]] dan berkumpul lagi di
Keberadaan PDRI di bawah Syafruddin memungkinkan adanya kepemimpinan terpusat yang menyatukan kelompok-kelompok pejuang yang terus melangsungkan perang gerilya di Jawa dan Sumatra.{{sfn|Kahin|1999|p=140}}
[[Berkas:Rumah Perundingan PDRI Padang Japang 20211219.jpg|jmpl|Lokasi perundingan pemimpin PDRI dengan delegasi Hatta di Padang Japang, [[Kabupaten Lima Puluh Kota]]]]
Menurut Syafruddin, Sukarno dan Hatta beserta para tokoh lain yang diasingkan di [[Pulau Bangka]] tidak mengetahui kekuatan militer PDRI.{{sfn|Madinier|2015|pp=110-111}} Hal itu terbukti ketika Hatta hendak menemui Syafruddin dengan pergi ke Aceh karena mengira PDRI memiliki markas di sana.{{sfn|Kahin|1999|pp=153-155}}{{sfn|Subdisjarah|2001|p=123}} Untuk membujuk Syafruddin menerima hasil perjanjian Perjanjian Roem-Roijen dan menjemput para pemimpin PDRI ke Yogyakarta, Hatta mengutus delegasi yang terdiri dari [[Mohammad Natsir]], [[Johannes Leimena]], dan [[Abdoel Halim]] ke Sumatera Barat. Syafruddin sempat menyatakan ketidaksetujuannya atas Perjanjian Roem-Roijen, tetapi setelah perundingan alot dengan delegasi Hatta di Padang Japang pada 6 Juli 1949, ia bersedia menerimanya demi persatuan nasional. Pada 13 Juli 1949, ia mengembalikan mandatnya selaku Ketua PDRI ke Sukarno.{{sfn|Kahin|1999|p=155}}
=== Waperdam dan Menkeu ===
Sekembalinya Syafruddin ke Yogyakarta, ia ditunjuk sebagai Wakil Perdana Menteri untuk urusan Sumatra di dalam [[Kabinet Hatta II]], dengan penugasan di [[Banda Aceh]].{{sfn|Kementerian Penerangan|1986|p=172}} Karena pada saat itu kekuasaan dan komunikasi pemerintah pusat sangat lemah di Sumatra, Syafruddin diberikan kekuasaan yang cukup besar dalam menjalankan tugasnya.{{sfn|van Dijk|1981|p=288}} Selama masa PDRI, Syafruddin sering dibujuki oleh pemimpin-pemimpin daerah [[Aceh]] yang bertekad memisahkan Aceh sebagai provinsi yang terpisah dari [[Sumatera Utara]].{{sfn|Djumala|2013|pp=25-26}} Pada bulan Mei 1949, Syafruddin menunjuk [[Daud Beureu'eh]] sebagai gubernur militer Aceh.{{sfn|Madinier|2015|p=160}}{{sfn|van Dijk|1981|p=288}} Ketika Syafruddin berkunjung ke Aceh pada bulan Agustus 1949, para tokoh daerah mendesak Syafruddin untuk membentuk provinsi tersebut. Desakan yang dialami Syafruddin cukup keras,{{sfn|van Dijk|1981|p=288}} sampai ia menerbitkan peraturan Waperdam pada bulan Desember 1949 yang isinya merupakan pemekaran provinsi Aceh dari Sumatera Utara.{{sfn|Djumala|2013|pp=25-26}}{{sfn|Kahin|1999|p=170}} Belakangan, pemerintahan pusat selama [[Kabinet Natsir]] menyatakan bahwa pembentukan provinsi otonom Aceh merupakan suatu ''[[Keadaan kahar|force majeure]]'' (keadaan di luar kendali),{{sfn|van Dijk|1981|p=288}} dan mencabut aturan tersebut. Tindakan tersebut memancing amarah para tokoh Aceh, sampai [[Mohammad Natsir]] perlu melakukan safari ke Aceh untuk menenangkan situasi.{{sfn|Djumala|2013|pp=25-26}}{{sfn|Kahin|1999|p=170}} Di luar itu, Syafruddin juga menenangkan pegawai-pegawai negeri yang pernah bekerja di bawah kekuasaan Belanda, dan memastikan bahwa tidak ada tindak pembalasan terhadap mereka.{{sfn|Kahin|1999|p=156}}
Selama periode [[Republik Indonesia Serikat]] (RIS) dan Kabinet Natsir, Syafruddin kembali menjabat sebagai Menteri Keuangan.{{sfn|Glassburner|1962|pp=122-124}} Saat penyusunan [[Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia]], Syafruddin mengusulkan agar ada klausul Hatta akan ditunjuk sebagai Perdana Menteri apabila terjadi krisis politik. Usulan ini diterima oleh Masyumi dan [[Wilopo]] dari [[Partai Nasional Indonesia]] (PNI), tetapi kandas karena tidak didukung oleh tokoh-tokoh lain.{{sfn|Rifai-Hasan|2012|p=183}} Antara periode RIS sampai ke jatuhnya [[Kabinet Wilopo]], tokoh [[Partai Masyumi (1945)|Masyumi]] banyak tersebar dalam pemerintah, dan karena Syafruddin merupakan ekonom termasyhur dalam partai tersebut, pandangannya sangat berpengaruh dalam pemerintahan.{{sfn|Glassburner|1962|p=114}} Salah satu program Syafruddin adalah
[[File:Indonesia 1951 250s o.jpg|thumb|Uang kertas 2,5 rupiah tahun 1951 dengan tanda tangan Syafruddin]]Selain masalah perdagangan, pada masa itu pemerintah Indonesia tertekan hutang warisan [[Hindia Belanda]] dari [[Konferensi Meja Bundar]]. Karena banyaknya mata uang yang beredar dan tercetak, dan karena kurangnya produksi barang, inflasi juga merebak di masyarakat. Pada tahun 1950, ada tiga mata uang yang beredar: uang pemerintah Indonesia, uang pemerintah sipil Belanda [[NICA]], dan uang bank sentral jaman [[Hindia Belanda]] ([[Bank Indonesia#Sejarah|De Javasche Bank]]) yang dicetak sebelum pendudukan Jepang. Untuk mengurangi [[persediaan uang]], Syafruddin memerintahkan pada tanggal 10 Maret 1950 bahwa semua uang kertas NICA dan De Javasche Bank dengan nilai lebih dari 5 [[Gulden Belanda|gulden]] harus digunting menjadi dua potongan. Kebijakan ini dikenal dengan istilah "[[Gunting Syafruddin]]".<ref name="tirto">{{cite news |last1=Raditya |first1=Iswara N. |title=Gunting Uang ala Menkeu Syafruddin demi Atasi Krisis Ekonomi |url=https://tirto.id/gunting-uang-ala-menkeu-syafruddin-demi-atasi-krisis-ekonomi-cXja |access-date=14 November 2021 |work=tirto.id |date=10 Maret 2020 |language=id |archive-date=14 November 2021 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211114045330/https://tirto.id/gunting-uang-ala-menkeu-syafruddin-demi-atasi-krisis-ekonomi-cXja |url-status=live }}</ref><ref name="time">{{cite news |title=Indonesia: The Magic Scissors |url=http://content.time.com/time/subscriber/article/0,33009,805298,00.html |access-date=14 November 2021 |work=[[Time Magazine|Time]] |date=27 Maret 1950|language=en |archive-date=14 November 2021 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211114140229/http://content.time.com/time/subscriber/article/0,33009,805298,00.html |url-status=live }}</ref>{{sfn|Lindblad|2008|p=41}} Potongan sebelah kiri berlaku sampai tanggal 9 April 1950, dengan nilai setengah dari nilai utuhnya sampai ditukar dengan uang baru, sementara potongan sebelah kanan dapat ditukarkan dengan [[obligasi]] pemerintah berjangka 30 tahun dengan bunga 3 persen.<ref name="tirto" />{{sfn|Kementerian Keuangan|1991|p=13}} "Gunting" ini juga berlaku untuk rekening bank, dengan separuh saldo rekening (pengecualian sebesar maksimal 200 gulden, apabila saldo rekening di bawah 1.000 gulden) ditukarkan dengan obligasi.<ref name="time" /><ref>{{cite web |title=Putusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Serikat No : P.U./1. Jakarta Tanggal 19 Maret 1950 tentang Uang kertas |url=https://acehprov.sikn.go.id/uploads/r/null/c/f/8/cf881ebb539a2b3be759d6154448f449e2276e335c5841bad6004e4c8420d097/11.2.pdf |publisher=Government of Indonesia |access-date=16 November 2021 |language=id |archive-date=16 November 2021 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211116064333/https://acehprov.sikn.go.id/uploads/r/null/c/f/8/cf881ebb539a2b3be759d6154448f449e2276e335c5841bad6004e4c8420d097/11.2.pdf |url-status=live }}</ref> Syafruddin belakangan menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan ganda: untuk mengurangi inflasi dan untuk menyelaraskan mata uang yang beredar dengan mencabut mata uang Belanda dari peredaran.{{sfn|Kian Wie Thee|2003|pp=78–79}}{{sfn|Lindblad|2008|p=41}} Menurut pernyataan De Javasche Bank, meskipun pasokan uang turun 41 persen setelah kebijakan ini, inflasi tetap merebak dengan harga pangan dan sandang yang masih naik.{{sfn|Glassburner|1962|pp=122–124}}
Kebijakan-kebijakan Syafruddin menuai pro dan kontra dari masyarakat dan kalangan politik. Gunting Syafruddin khususnya menjadi bulan-bulanan [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI).<ref name="tirto"/> Kebijakan Gunting Syafruddin juga dikritik karena diumumkan saat rata-rata karyawan masih memegang uang tunai.{{sfn|Kementerian Keuangan|1991|p=13}} Selama masa jabatan Syafruddin di RIS, pendapatan pemerintah meningkat, tetapi defisit tetap berjalan karena pengeluaran pemerintah turut meningkat.{{sfn|Kementerian Keuangan|1991|p=50}} Karena pecahnya [[Perang Korea]] selama Kabinet Natsir, permintaan komoditas Indonesia dari negara asing meningkat, sehingga pendapatan pemerintah naik drastis dan anggaran pemerintah surplus. Dalam kabinet ini, [[Menteri Perdagangan dan Industri]] [[Sumitro Djojohadikusumo]] mencetuskan Rencana Urgensi Perekonomian (RUP) yang bertujuan untuk mengembangkan industri [[substitusi impor]] di dalam negeri dan mengembangkan perekonomian "pribumi". Syafruddin merupakan salah satu tokoh yang bertentangan dengan RUP.{{sfn|Glassburner|1962|pp=122–124}}{{sfn|Friend|2009|p=82}} Selama kabinet Natsir, Syafruddin tetap berhemat dengan anggaran pemerintah, dengan tidak menaikkan gaji pegawai negeri, mempertahankan sejumlah pajak era kolonial, dan menolak memberikan bantuan ke partai politik. Ia juga mempertahankan sejumlah pegawai berkebangsaan Belanda di dalam [[Kementerian Keuangan Republik Indonesia|Kementerian Keuangan]] itu sendiri.{{sfn|Feith|2006|pp=169-170}}{{sfn|Madinier|2015|p=193}} Setelah digantikan oleh [[Jusuf Wibisono]] dalam [[Kabinet Sukiman-Suwirjo]], Syafruddin menjadi pengkritik pemerintah, dan ia menyatakan pada Juni 1951 bahwa kebijakan pemerintah telah menyebabkan penurunan ekonomi, yang tersembunyi oleh ekspor komoditas yang melejit.{{sfn|Feith|2006|p=222}}
===Gubernur BI===
Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank pada tahun 1951 dengan membeli sahamnya dan mengubahnya menjadi badan pemerintah.{{sfn|Wolters|2012|pp=125-126}} Syafruddin sendiri sebenarnya tidak setuju atas kebijakan ini, karena dia beranggapan bahwa belum cukup banyak orang Indonesia dengan pengalaman perbankan.{{sfn|Madinier|2015|p=197}} Meskipun begitu, ia ditunjuk menjadi gubernur De Javasche Bank (belakangan [[Bank Indonesia]] atau BI mulai tanggal 1 Juli 1953){{sfn|Kementerian Keuangan|1991|p=193}} pada tanggal 15 Juli 1951, setelah gubernur sebelumnya A. Houwink yang berkebangsaan Belanda mengundurkan diri.{{sfn|Madinier|2015|p=197}} Awalnya Syafruddin berniat menolak karena ingin pensiun dari pemerintahan dan bekerja di sektor swasta, tetapi ia akhirnya setuju menjadi gubernur dengan syarat bahwa pegawai Indonesia akan menerima upah yang sama dengan pegawai-pegawai Belanda.{{sfn|Thee Kian Wie|2012|p=10}}
Pandangan ekonomi dan keuangan Syafruddin cukup mirip dengan Houwink. Syafruddin menyebut, Houwink menganggap dirinya sebagai pengganti yang sesuai. Dalam laporan tahunannya yang pertama, Syafruddin berargumen bahwa De Javasche Bank harus tetap menjalankan operasi perbankan umum karena lemahnya pasar modal dan akses ke fasilitas perbankan di Indonesia.{{sfn|Wolters|2012|pp=125-126}} Syafruddin merupakan penyusun statuta BI, dan ia menetapkan bahwa cadangan emas dan valuta asing di BI minimal 20 persen dari nilai mata uang yang diterbitkan. Kebijakan cadangan wajib minimal ini dikritik oleh banyak ekonom dan pakar keuangan pada masanya, seperti Sumitro yang saat itu menjabat sebagai Menteri Keuangan, dan dianggap sebagai kebijakan yang gagal mencapai tujuannya.{{sfn|Wolters|2012|p=129}}
Syafruddin juga sering mengkritik kebijakan pro-"pribumi" pemerintah yang dianggapnya kurang jelas memisahkan modal "asing" dan "dalam negeri". Menurut Syafruddin, perbedaan antara modal asing dan dalam negeri hanya didasarkan [[remitansi]]: dengan kata lain, apabila keuntungan dibawa ke luar negeri, modal tersebut "asing", dan apabila keuntungan tetap di Indonesia, modal tersebut "dalam negeri". Berdasarkan kriteria Syafruddin ini, pengusaha-pengusaha [[Tionghoa-Indonesia]] merupakan pengusaha dalam negeri, yang bertentangan dengan kebijakan pro-pengusaha pribumi ([[Program Benteng]]) dari Sumitro.{{sfn|Lindblad|2008|p=142}} Syafruddin juga sering mengkritik kebijakan ekonomi dan moneter pemerintah selama [[Kabinet Ali Sastroamidjojo I]].{{sfn|Feith|2006|p=370}} Masa jabatan pertama Syafruddin sebagai Gubernur BI habis pada tahun 1956, dan awalnya pemerintah yang saat itu dikuasai PNI ingin menggantikannya dengan [[Lukman Hakim]] yang merupakan anggota partai tersebut. Meskipun begitu, karena manuver Menteri Keuangan [[Jusuf Wibisono]], [[Nahdlatul Ulama]] memutuskan untuk mendukung Syafruddin sehingga masa jabatannya diperpanjang.{{sfn|Notodidjojo|1980|p=160}}{{sfn|Madinier|2015|p=220}}
== Keterlibatan dalam PRRI ==
===Latar belakang===
[[Ekonomi Indonesia]] pada tahun 1957 sedang melemah dan situasi politik dalam negeri semakin memanas. Dalam kondisi ini, perusahaan-perusahaan asing, khususnya milik Belanda, sering disalahkan sebagai penyebab kelemahan ekonomi tersebut.{{sfn|Lindblad|2008|p=186}}{{sfn|Kahin|1999|pp=204-205}} Opini masyarakat telah bergeser dan kini menentang posisi Syafruddin yang pro
Keadaan politik semakin memburuk pada tanggal 29 November 1957; Belanda berhasil mencegah pembahasan [[Irian Barat|Papua Barat]] di forum [[Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa]], sehingga Sukarno memerintahkan serikat-serikat buruh dan kesatuan tentara untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan Belanda Selama di
===Jalannya PRRI===
[[File:MUS B.12.10. Uang pemberontakan PRRI Rp100, 1958; 1 (cropped).jpg|thumb|Uang kertas edaran PRRI tahun 1958, dengan tanda tangan Syafruddin.]]
Pada
Sayap militer PRRI telah hampir ditumpas oleh pemerintah pusat dalam empat bulan saja
Untuk memecah PRRI, [[Kepala Staf Angkatan Darat]] [[Abdul Haris Nasution]]
Syafruddin awalnya tidak dipenjara karena adanya amnesti untuk tokoh-tokoh PRRI dari Sukarno, dan sempat tinggal di [[Medan]]. Namun, ia ditangkap pada bulan Maret 1962 dan dibawa ke [[Jakarta]], lalu ia ditahan tanpa diadili di [[Kedu, Temanggung|Kedu]] sebelum dipindahkan ke penjara militer di Jakarta.<ref>{{cite news |title=Orde Lama, Syahrir, Natsir, Hamka:Penjara Tanpa Proses Hukum |url=https://www.republika.co.id/berita/plk6zr385/0rde-lama-syahrir-natsir-hamkapenjara-tanpa-proses-hukum |access-date=14 November 2021 |work=Republika |date=19 January 2019 |language=id |archive-date=14 November 2021 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211114095542/https://www.republika.co.id/berita/plk6zr385/0rde-lama-syahrir-natsir-hamkapenjara-tanpa-proses-hukum |url-status=live }}</ref> Ia baru
== Orde Baru ==
Di sisi politik, Syafruddin menentang pendirian [[Partai Muslimin Indonesia]] (Parmusi). Syafruddin bahkan berkomentar bahwa Parmusi lebih buruk dari
Syafruddin juga turut menulis "lembaran putih" seusai [[Peristiwa Tanjung Priok]] 1984, yang menuduh kebijakan represif pemerintah terhadap kelompok keagamaan dan pemaksaan Pancasila sebagai akar kerusuhan yang terjadi.{{sfn|Friend|2009|p=192}}<ref>{{cite news |title=Priok 12 September 1984: Ketika Aspirasi Dijawab Peluru dan Penjara |url=https://www.republika.co.id/berita/owedm8385/priok-12-september-1984-ketika-aspirasi-dijawab-peluru-dan-penjara-part1 |access-date=17 November 2021 |work=Republika |date=17 September 2017 |language=id |archive-date=17 November 2021 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211117152040/https://www.republika.co.id/berita/owedm8385/priok-12-september-1984-ketika-aspirasi-dijawab-peluru-dan-penjara-part1 |url-status=live }}</ref> Karena aktivitas-aktivitasnya tersebut, Syafruddin di[[cekal]] keluar negeri, kecuali untuk urusan berobat.{{sfn|Kahin|1989|p=105}} Meskipun begitu, Syafruddin tetap mengkritik pemerintah, dan sempat diperiksa karena isi khotbah [[Idul Fitri]] di suatu masjid di Tanjung Priok pada Juni 1985.<ref name="wafat"/>
== Pandangan ==
Ekonom [[Thee Kian Wie]] menuliskan bahwa Syafruddin, beserta tokoh-tokoh semasa seperti Sumitro dan Hatta, merupakan pembuat kebijakan yang pragmatis,{{sfn|Thee Kian Wie|2012|p=8}} meskipun dibandingkan tokoh-tokoh lain pada masa itu pandangan ekonomi Syafruddin dianggap lebih terbuka terhadap investasi dan modal asing.{{sfn|Glassburner|1962|pp=120–121}} Ia mengedepankan [[sosialisme religius]] dengan sistem ekonomi [[pasar bebas]], dan menganggap bahwa pada masa itu belum waktunya untuk menjalankan [[nasionalisasi]] berbagai industri.{{sfn|Glassburner|1962|pp=120–121}} Pandangan-pandangan ini sering berseberangan dengan Sumitro, yang lebih nasionalis.{{sfn|Glassburner|1962|pp=122–124}} Sumitro beranggapan bahwa pemerintah Indonesia harus bertindak langsung untuk membantu [[industrialisasi]], sementara Syafruddin tidak percaya bahwa [[badan usaha milik negara]] dapat beroperasi dengan efisien.{{sfn|Kementerian Keuangan|1991|p=56}} Syafruddin ingin proses nasionalisasi dilangsungkan secara bertahap,{{sfn|Friend|2009|p=82}} dan berpendapat bahwa investasi dan modal asing berdampak positif untuk ekonomi Indonesia.{{sfn|Assyaukanie|2009|pp=79-80}}
Meskipun Syafruddin setuju dengan prinsip [[keadilan sosial]] dan menghargai upaya organisasi-organisasi komunis di Eropa dalam pergerakan buruh, ia menolak [[Marxisme]] secara fundamental karena prinsip [[ateisme]] dalam paham komunis. Menurut Syafruddin, seorang Muslim atau Kristen tidak dapat menjadi seorang komunis sepenuhnya.{{sfn|Fogg|2019|pp=182-183}}{{sfn|Rifai-Hasan|2012|p=215}} Ia beranggapan bahwa banyak Muslim yang bergabung dengan organisasi komunis karena ketidakpahaman atas asas-asas dalam komunisme,{{sfn|Rifai-Hasan|2012|pp=205-206}} dan juga beranggapan bahwa Marxisme bertentangan dengan [[Undang-Undang Dasar 1945|Undang-Undang Dasar]].{{sfn|Rifai-Hasan|2012|p=175}} Meskipun begitu, pandangan teologis Syafruddin dapat dianggap liberal,{{sfn|Rifai-Hasan|2012|p=16}} dengan interpretasi yang mengedepankan [[Al-Qur'an]] di atas [[Hadits]].{{sfn|Rifai-Hasan|2012|pp=148-150}} Ia juga tidak menganggap bunga bank sebagai [[riba]].{{sfn|Assyaukanie|2009|p=78}} Syafruddin mendukung program [[keluarga berencana]] di bawah Suharto meskipun adanya fatwa yang menentang kebijakan tersebut,{{sfn|Rifai-Hasan|2012|p=154}} dan juga menentang pendirian negara Islam seperti [[Pakistan]] dengan anggapan bahwa struktur negara tersebut bersifat memaksakan agama Islam ke penduduk Indonesia lainnya.{{sfn|Rifai-Hasan|2012|pp=178-179}}
== Keluarga ==
Syafruddin menikah dengan Tengku Halimah Syehabuddin, putri Camat Buahbatu dan keturunan Raja Pagaruyung pada tanggal 31 Januari 1941.{{sfn|Kahin|1989|p=101}} Mereka memiliki delapan orang anak, salah seorangnya [[Farid Prawiranegara]].<ref>{{
== Meninggal dan peninggalan ==
Syafruddin meninggal pada
Dalam [[obituari]]nya, Kahin menuliskan bahwa Syafruddin merupakan salah
Pada
==
{{notelist}}
== Catatan kaki ==
{{reflist}}
== Daftar pustaka ==
{{Div col}}
* {{cite book |title=Rupiah di tengah rentang sejarah: 45 tahun uang Republik Indonesia, 1946-1991 |
* {{cite book|ref={{harvid|Kementerian Penerangan|1986}} |title=Sejarah Departemen Penerangan RI. |year=1986 |publisher=[[Kementerian Penerangan]]|url=https://www.google.com/books/edition/Sejarah_Departemen_Penerangan_RI/rtIjAAAAMAAJ?hl=en&gbpv=1&dq=syafruddin+prawiranegara+anyer+kidul&pg=PA172 |language=id |access-date=14 November 2021 |archive-date=25 November 2021 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211125060828/https://www.google.com/books/edition/Sejarah_Departemen_Penerangan_RI/rtIjAAAAMAAJ?hl=en&gbpv=1&dq=syafruddin+prawiranegara+anyer+kidul&pg=PA172 |url-status=live }}
* {{cite book
* {{cite book |title=Cerita Jemaah Haji Indonesia Tahun 1970-an Ketika Ibadah Haji Mulai Dengan Pesawat|year=2020|publisher=Tempo Publishing|isbn=978-623-262-180-0|url=https://www.google.com/books/edition/Cerita_Jemaah_Haji_Indonesia_Tahun_1970/3F3UDwAAQBAJ |language=id |access-date=14 November 2021 |archive-date=25 November 2021 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211125060803/https://www.google.com/books/edition/Cerita_Jemaah_Haji_Indonesia_Tahun_1970/3F3UDwAAQBAJ|ref={{harvid|''Tempo''|2020}} |url-status=live }}
* {{cite book|
* {{cite book |title=Belajar Dari Partai Masjumi |year=2014 |publisher=Pustaka Al Kautsar |isbn=978-979-592-674-0 |pages=18-20 |url=https://www.google.com/books/edition/Belajar_Dari_Partai_Masjumi/NyDuDAAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=masa+kecil+sjafruddin+prawiranegara+kuding&pg=PA19 |language=id |access-date=14 November 2021 |archive-date=25 November 2021 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211125060852/https://www.google.com/books/edition/Belajar_Dari_Partai_Masjumi/NyDuDAAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=masa+kecil+sjafruddin+prawiranegara+kuding&pg=PA19 |url-status=live|last=Artawijaya |ref={{harvid|Artawijaya|2014}}}}
* {{cite book |last1=
* {{cite book|isbn=978-602-7677-56-2 |last1=Bahar |first1=Saafroedin |title=Etnik, Elite dan Integrasi Nasional: Minangkabau 1945-1984 Republik Indonesia 1985-2015 |year=2018 |publisher=Gre Publishing |url=https://www.google.com/books/edition/ETNIK_ELITE_DAN_INTEGRASI_NASIONAL/Tk1jDwAAQBAJ |language=id|ref=harv|ref={{harvid|Bahar|2018}}}}
* {{cite book |last1=Budiyarso |first1=Edy |title=Menentang tirani: aksi mahasiswa '77/'78 |year=2000 |publisher=Gramedia Widiasarana Indonesia bekerja sama dengan Bank Naskah Gramedia |isbn=978-979-669-975-9 |url=https://www.google.com/books/edition/Menentang_tirani/0e1xAAAAMAAJ |language=id |access-date=14 November 2021 |archive-date=25 November 2021 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211125060804/https://www.google.com/books/edition/Menentang_tirani/0e1xAAAAMAAJ |url-status=live |ref={{harvid|Budiyarso|2000}}}}
* {{cite book |last1=
* {{cite book |authorlink=Herbert Feith|last1=Feith |first1=Herbert |title=The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia |year=2006 |publisher=Equinox Publishing |isbn=978-979-3780-45-0 |url=https://www.google.com/books/edition/The_Decline_of_Constitutional_Democracy/VAH0W9uxoqoC |language=en|ref=harv|ref={{harvid|Feith|2006}}}}
* {{cite book |last1=
* {{cite book |title=Spirit Islam pada Masa Revolusi Indonesia |last=Fogg |first=Kevin W. |year=2020 |publisher=Noura Books |location=[[Jakarta]] |isbn=978-623-242-186-8 |ref=harv |translator=Yanto Musthofa|ref={{harvid|Fogg|2020}}}}
* {{cite book |last1=
* {{cite journal |language=en|last1=Glassburner |first1=Bruce |title=Economic Policy-Making in Indonesia, 1950-57 |url=https://archive.org/details/sim_economic-development-and-cultural-change_1962-01_10_2/page/113|journal=Economic Development and Cultural Change |year=1962 |volume=10 |issue=2 |pages=113–133 |jstor=1151906 |issn=0013-0079|ref=harv|ref={{harvid|Glassburner|1962}}}}
* {{cite journal |last=Kahin |first=George McT.|language=en |author-link=George McTurnan Kahin |title=In Memoriam: Sjafruddin Prawiranegara (1911–1989) |url=https://archive.org/details/sim_indonesia_1989-10_48/page/101 |journal=Indonesia |volume=48 |year=1989 |publisher=Cornell Modern Indonesia Project |place=Ithaca, New York |pages=101–106 |issn=0019-7289 |jstor=3351269 |ref=harv|ref={{harvid|Kahin|1989}}}}
* {{cite book |last1=Kahin |first1=Audrey |title=Rebellion to Integration: West Sumatra and the Indonesian Polity, 1926-1998 |year=1999 |publisher=Amsterdam University Press |isbn=978-90-5356-395-3 |url=https://www.google.com/books/edition/Rebellion_to_Integration/AlF14JYwA_wC |language=en|ref=harv|ref={{harvid|Kahin|1999}}}}
* {{cite book |last1=
* {{cite book |last1=Latif |first1=Yudi |title=Indonesian Muslim Intelligentsia and Power |date=2008 |publisher=[[Institute of Southeast Asian Studies]] |isbn=978-981-230-472-8 |url=https://www.google.com/books/edition/Indonesian_Muslim_Intelligentsia_and_Pow/FLR3uqRr-1oC |language=en|ref={{harvid|Latif|2008}}}}
* {{cite book |last1=Legge |first1=J. D. |title=Intellectuals and Nationalism in Indonesia: A Study of the Following Recruited by Sutan Sjahrir in Occupied Jakarta |year=2010 |publisher=Equinox Publishing |isbn=978-602-8397-23-0 |url=https://www.google.com/books/edition/Intellectuals_and_Nationalism_in_Indones/HHwW1m0atC0C |language=en|ref=harv|ref={{harvid|Legge|2010}}}}
* {{cite book |last1=Lindblad |first1=J. Th |title=Bridges to New Business: The Economic Decolonization of Indonesia |year=2008 |publisher=BRILL |isbn=978-90-04-25397-1 |url=https://www.google.com/books/edition/Bridges_to_New_Business/rfRjAAAAQBAJ |language=en|ref=harv|ref={{harvid|Lindblad|2008}}}}
* {{cite book |last1=Madinier |first1=Remy |title=Islam and Politics in Indonesia: The Masyumi Party between Democracy and Integralism |year=2015 |publisher=NUS Press |isbn=978-9971-69-843-0 |url=https://www.google.com/books/edition/Islam_and_Politics_in_Indonesia/jxlxCgAAQBAJ |language=en|ref=harv|ref={{harvid|Madinier|2015}}}}
* {{cite book |last1=Madinier |first1=Remy |title=Revolusi Tak Kunjung Selesai |year=2022 |publisher=Kepustakaan Populer Gramedia |isbn=978-602-424-306-7 |url=https://www.google.com/books/edition/Revolusi_Tak_Kunjung_Selesai/xWhYEAAAQBAJ |language=id|ref={{harvid|Madinier|2022}}}}
* {{cite book |last1=Notodidjojo |first1=Soebagijo Ilham |title=Jusuf Wibisono, karang di tengah gelombang |year=1980 |publisher=Gunung Agung |url=https://www.google.com/books/edition/Jusuf_Wibisono_karang_di_tengah_gelomban/dt0LAAAAIAAJ |language=id |access-date=14 November 2021 |archive-date=25 November 2021 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211125060802/https://www.google.com/books/edition/Jusuf_Wibisono_karang_di_tengah_gelomban/dt0LAAAAIAAJ |url-status=live |ref={{harvid|Notodidjojo|1980}}}}
* {{cite book |last1=Prawiranegara |first1=Syafruddin |title=Bebaskanlah perjalanan haji dari monopoli pemerintah! |year=1978 |publisher=Bulan Bintang |url=https://www.google.com/books/edition/Bebaskanlah_perjalanan_haji_dari_monopol/jQWnAQAACAAJ |language=id |access-date=14 November 2021 |archive-date=25 November 2021 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211125060852/https://www.google.com/books/edition/Bebaskanlah_perjalanan_haji_dari_monopol/jQWnAQAACAAJ |url-status=live |ref={{harvid|Prawiranegara|1978}}}}
* {{cite web|last1=Rifai-Hasan |first1=Pipip-Achmad |title=Islam, Social Justice and Economic Development: A Study of the Works of Sjafruddin Prawiranegara |date=15 September 2012 |url=https://spectrum.library.concordia.ca/id/eprint/974772/ |publisher=Concordia University |language=en|ref={{harvid|Rifai-Hasan|2012}}}}
* {{cite book |last1=Rosidi |first1=Ajip |title=Sjafruddin Prawiranegara Lebih Takut Kepada Allah S.w.t: Sebuah Biografi |year=1986 |publisher=Inti Idayu |url=https://www.google.com/books/edition/Sjafruddin_Prawiranegara_Lebih_Takut_Kep/EwcbzQEACAAJ?hl=en |language=id|ref=harv|ref={{harvid|Rosidi|1986}}}}
* {{cite book|language=en|editor=[[Thee Kian Wie]]|url=https://books.google.com/books?id=kot1BwAAQBAJ |title=Recollections: The Indonesian Economy, 1950s–1990s |publisher=[[Institute of Southeast Asian Studies]] |location=Singapura |year=2003 |isbn=978-981-230-174-1|ref=harv|ref={{harvid|Thee Kian Wie|2003}}}}
* {{cite book |last1=Thee Kian Wie |author1-link=Thee Kian Wie |title=Indonesia's Economy Since Independence |date=2012 |publisher=Institute of Southeast Asian Studies |isbn=978-981-4379-63-2 |url=https://books.google.com/books/about/Indonesia_s_Economy_Since_Independence.html?id=YsJI4L8yBBwC |language=en|ref={{harvid|Thee Kian Wie|2012}}}}
* {{cite book |last1=van Dijk |first1=C. |title=Rebellion under the Banner of Islam |year=1981 |publisher=BRILL|isbn=978-90-04-28725-9
|pages=269–339 |url=https://www.jstor.org/stable/10.1163/j.ctvbqs6vx.12 |language=en|chapter=Aceh, the Rebellion of the Islamic Scholars|ref=harv|ref={{harvid|van Dijk|1981}}}}
* {{cite book |last1=Wolters |first1=W.G. |title=Beyond Empire and Nation |year=2012 |publisher=BRILL|language=en|pages=109–136 |url=https://www.jstor.org/stable/10.1163/j.ctt1w8h2zm.8 |chapter=Decolonizing money: Central banks in the Philippines and Indonesia|isbn=978-90-6718-289-8|ref=harv|ref={{harvid|Wolters|2012}}}}
{{Div col end}}
{{kotak mulai}}
{{s-off}}
{{kotak suksesi|jabatan=[[Menteri Keuangan Indonesia]]|pendahulu=[[Lukman Hakim (birokrat)|Lukman Hakim]]|pengganti=[[Jusuf Wibisono]]|tahun=1949–1951}}
{{kotak suksesi |jabatan = [[Wakil Perdana Menteri Indonesia]] |pendahulu = [[Adenan Kapau Gani]]<br>[[Setyadjit Soegondo]]<br>[[Raden Sjamsoeddin]]<br>[[Wondoamiseno]] |pengganti = [[Abdul Hakim Harahap]] |tahun = 1949–1949}}
{{kotak suksesi |jabatan = [[Kabinet Darurat|Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia]]<br>{{small|Merangkap Menteri Keuangan dan Penerangan}} |pendahulu = [[Soekarno]]<br>{{small|Presiden}} |pengganti = [[Soekarno]]<br>{{small|Presiden}} |tahun = 1948–1949}}
{{kotak suksesi|jabatan=[[Menteri Kemakmuran Indonesia]]|pendahulu=[[Adnan Kapau Gani]]|pengganti=[[Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono|I. J. Kasimo]]|tahun=1948–1948}}
{{kotak suksesi|jabatan=[[Menteri Keuangan Indonesia]]|pendahulu=[[Surachman Tjokrodisurjo]]|pengganti=[[A. A. Maramis]]|tahun=1946–1947}}
{{S-new}}
{{S-ttl|title=[[Menteri Muda Keuangan Indonesia]]|years=1946–1946}}
{{s-aft|after=[[Lukman Hakim (birokrat)|Lukman Hakim]]}}
{{s-gov}}
{{S-new}}
{{S-ttl|title=[[Gubernur Bank Indonesia]]|years=1953–1958}}
{{s-aft|after=[[Lukman Hakim (birokrat)|Lukman Hakim]]}}
{{kotak selesai}}
{{Pahlawan Indonesia}}
{{Wakil Perdana Menteri Indonesia}}
{{Menteri Keuangan Indonesia}}
{{Gubernur Bank Indonesia}}
{{lifetime|1911|1989|Prawiranegara, Syafruddin}}
{{Authority control}}
{{artikel pilihan}}
[[Kategori:Pejuang kemerdekaan Indonesia]]
[[Kategori:Pejuang Pemerintahan Darurat Republik Indonesia]]
[[Kategori:Politikus Partai Masyumi]]
[[Kategori:Presiden Indonesia]]
[[Kategori:Menteri Kabinet Sjahrir II]]
[[Kategori:Menteri Kabinet Sjahrir III]]
Baris 214 ⟶ 236:
[[Kategori:Menteri Kabinet Republik Indonesia Serikat]]
[[Kategori:Menteri Keuangan Indonesia]]
[[Kategori:Gubernur Bank Indonesia]]
[[Kategori:Wakil Perdana Menteri Indonesia]]
[[Kategori:Penerima Bintang Republik Indonesia Adipradana]]
[[Kategori:Penandatangan Petisi 50]]
[[Kategori:Tokoh Petisi 50]]
[[Kategori:Tokoh Orde Lama]]
[[Kategori:Tahanan politik Indonesia]]
[[Kategori:Dinasti Mauli]]
[[Kategori:Tokoh Banten]]
[[Kategori:Politikus Minangkabau]]
[[Kategori:Tokoh politik Sunda]]
[[Kategori:Intelektual Sunda]]
[[Kategori:Tokoh dari Serang]]
|