Tjipto Mangoenkoesoemo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Edogang1 (bicara | kontrib)
Gaung Tebono (bicara | kontrib)
k →‎clean up: perbaikan kategori
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
(7 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 4:
| caption = Tjipto Mangoenkoesoemo
| birth_date = {{birth date|1886|03|04}}
| birth_place = [[Pecangaan, Jepara|Pecangaan]], [[Jepara]],Kabupaten [[Keresidenan SemarangJepara|Jepara]], [[Hindia Belanda]]
| death_date = {{death date and age|1943|03|08|1886|03|04}}
| death_place restingplace = Taman Makam Pahlawan [[Kota Jakarta|JakartaAmbarawa]], [[MasaKabupaten pendudukan JepangSemarang|Semarang]]
| death_place = [[Jakarta]], [[Masa pendudukan Jepang]]
|nationality = [[Jawa]], Indonesia
| occupation = [[Politikus]], [[Aktivis]], [[Penulis]], [[Priyayi]]
Baris 12 ⟶ 13:
}}
[[Berkas:Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, and Suryadi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantoro), 20 Mei Pelopor 17 Agustus, p11.jpg|jmpl|Tjipto Mangoenkoesoemo (tampak kanan) dalam [[Tiga Serangkai]].]]
'''[[Dokter|dr.]] Tjipto Mangoenkoesoemo''' ([[Ejaan Bahasa Indonesia|EBI]]: '''Cipto Mangunkusumo''', [[Aksara Jawa]]: ꦕꦶꦥ꧀ꦠꦩꦔꦸꦤ꧀ꦏꦸꦱꦸꦩ) ([[Pecangaan, Jepara|Pecangaan]], [[Kabupaten Jepara|Jepara, Keresidenan Semarang]], [[1886]] – [[Jakarta]], [[8 Maret]] [[1943]]) adalah seorang tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Bersama dengan [[Ernest Douwes Dekker]] dan [[Ki Hajar Dewantara]] ia dikenal sebagai "Tiga Serangkai" yang banyak menyebarluaskan ide pemerintahan sendiri dan kritis terhadap pemerintahan penjajahan [[Hindia Belanda]]. Ia adalah tokoh dalam ''[[Indische Partij]]'', suatu organisasi politik yang pertama kali mencetuskan ide pemerintahan sendiri di tangan penduduk setempat, bukan oleh [[Belanda]]. Pada tahun [[1913]] ia dan kedua rekannya diasingkan oleh pemerintah kolonial ke Belanda akibat tulisan dan aktivitas politiknya, dan baru kembali [[1917]].
 
Dokter Cipto menikah dengan seorang [[Indo]] pengusaha [[batik]], sesama anggota organisasi ''[[Insulinde]]'', bernama Marie Vogel pada tahun 1920.
Baris 21 ⟶ 22:
 
== Perjalanan Hidup ==
Cipto Mangunkusumo dilahirkan pada 4 Maret 1886 di desa Pecangakan, [[Jepara]], [[Keresidenan SemarangJepara]].<ref name=":0">{{Cite web|title=Tjipto Mangoenkoesoemo: Manusia Buangan & Tak Merasakan Kemerdekaan|url=https://tirto.id/tjipto-mangoenkoesoemo-manusia-buangan-tak-merasakan-kemerdekaan-diF5|website=tirto.id|language=id|access-date=2020-08-20}}</ref> Ia adalah putra tertua dari Mangunkusumo, seorang priyayi rendahan dalam struktur masyarakat Jawa. Karier Mangunkusumo diawali sebagai guru [[bahasa Melayu]] di sebuah sekolah dasar di [[Ambarawa]], kemudian menjadi kepala sekolah pada sebuah sekolah dasar di Semarang dan selanjutnya menjadi pembantu administrasi pada Dewan Kota di Semarang. Sementara, sang ibu adalah keturunan dari tuan tanah di [[Mayong, Jepara]].
 
Meskipun keluarganya tidak termasuk golongan priyayi birokratis yang tinggi kedudukan sosialnya, Mangunkusumo berhasil menyekolahkan anak-anaknya pada jenjang yang tinggi. Cipto beserta adik-adiknya yaitu Gunawan, Budiardjo, dan Syamsul Ma’arif bersekolah di [[School tot Opleiding van Indische Artsen|STOVIA]], sementara Darmawan, adiknya bahkan berhasil memperoleh beasiswa dari pemerintah Belanda untuk mempelajari ilmu kimia industri di [[Universitas Teknik Delft|Universitas Delft]], Belanda. Si bungsu, Sujitno terdaftar sebagai mahasiswa ''[[Rechtshoogeschool te Batavia]].''
 
== Pendidikan ==
[[File:Cipto_Mangunkusumo_statue_of_prominent_Indonesian_independence_leader.jpg|267x267px|right|thumb|Patung Cipto Mangunkusumo di [[Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo|rumah sakit Cipto Mangunkusumo]], Jakarta]]
Ketika menempuh pendidikan di STOVIA, Cipto mulai memperlihatkan sikap yang berbeda dari teman-temannya. Teman-teman dan guru-gurunya menilai Cipto sebagai pribadi yang jujur, berpikiran tajam, dan rajin. “Een begaafd leerling”, atau murid yang berbakat adalah julukan yang diberikan oleh gurunya kepada Cipto. Di STOVIA, Cipto juga mengalami perpecahan antara dirinya dan lingkungan sekolahnya. Berbeda dengan teman-temannya yang suka pesta dan bermain, Cipto lebih suka menghadiri ceramah-ceramah, baca buku, dan bermain catur. Penampilannya pada acara khusus, tergolong eksentrik, ia senantiasa memakai surjan dengan bahan lurik dan merokok kemenyan. Ketidakpuasan terhadap lingkungan sekelilingnya, senantiasa menjadi topik pidatonya. Baginya, STOVIA adalah tempat untuk menemukan dirinya, dalam hal kebebasan berpikir, lepas dari tradisi keluarga yang kuat, dan berkenalan dengan lingkungan baru yang diskriminatif.
 
Baris 114 ⟶ 115:
[[Kategori:Dokter Indonesia]]
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh dari Semarang]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Tengah]]
[[Kategori:Tokoh dari SemarangJepara]]
[[Kategori:Tokoh Semarang]]<!--dilarang memakai kategori "Tokoh dari Semarang"-->
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh dari Ambarawa]]
[[Kategori:Tokoh dari Kecamatan Pecangaan]]
[[Kategori:Kelahiran 1886]]
[[Kategori:Kematian 1943]]
[[Kategori:Politikus Partai Nasional Indonesia]]
[[Kategori:Pendiri partai politik]]
[[Kategori:Pejuang kemerdekaan Indonesia]]