Tragedi Yunani: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(15 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Short description|Bentuk pertunjukan teater dari zaman Yunani Kuno}}
 
'''Tragedi Yunani''' adalah suatusalah satu bentuk [[teater|seni teater]] yang lahir dan berkembang pada [[Abad Kuno]] di [[Yunani Kuno|negeri Yunani]] maupundan daerah-daerah wilayahrantau bangsa Yunani di Jazirah [[Anatolia]]. Tragedi Yunani kian disempurnakan di [[Atena]] pada abad ke-5 Pramasehi, sehingga kadang-kadang disebut '''tragedi Atika'''.
 
Banyak pihak meyakini bahwa tragedi Yunani adalahbercikal hasilbakal pengembangandari upacara purba pemujaan [[Dionisos]], dan sangat memengaruhi seni teater [[Teater Romawi Kuno|Romawi Kuno]] maupun [[tragedi#Renaisans|Renaisans]]. Alur Cerita-cerita tragedi sering kali didasarkandipetik atasdari [[mitos]]-mitos daridi di dalam khazanah tradisi tutur [[wiracarita]] purba., Meskipunhanya demikian,saja di dalam pementasan tragedi, cerita-cerita tersebut dituturkan para pelakon. Para pujangga penggubah tragedi Yunani yang ternama adalah [[Aiskhilos]], [[Sofokles]], dan [[Euripides]]. Pujangga-pujangga initersebut kerap menggarap beragam tema seputar tabiat manusia, terutamadengan maksud utama agarsupaya ceritanya mengena di hati dan pikiran penonton, tetapi juga agarsupaya penonton terhanyut ke dalam alur cerita sandiwara yang sedang ditontonnya.
 
== Etimologi ==
Baris 11:
Asal-usul kata ''tragedi'' sudah menjadi pokok bahasan sedari Abad Kuno. Sumber primer pengetahuan seputar pokok bahasan ini adalah risalah ''[[Peri poietikes|Peri Poyetikes]]'' (''Ihwal Puisi'') karangan [[Aristoteles]]. Aristoteles berhasil menghimpun dokumentasi tangan-pertama dari pertunjukan teater di [[Attika|Atika]], yang mustahil diakses para peneliti dewasa ini. Oleh karena itu ''Peri Poyetikes'' merupakan sumber pustaka yang tidak ternilai harganya bagi studi tragedi kuno, sekalipun beberapa pokok pikiran di dalam paparan kesaksian Aristoteles masih dapat dipertanyakan keandalannya.
 
Menurut Aristoteles, cikal bakal tragedi adalah [[ditirambos]], [[himne|gita puja]] Yunani Kuno yang dinyanyikan sembari menari-nari memuliakan Dionisos. Istilah ''τραγῳδία'' (tragodia) terbentuk dari penggabungan kata ''τράγος'' (tragos) yang berarti "kambing" dan kata ''ᾠδή'' (ode) yang berarti "nyanyian", sehingga berarti "nyanyian kambing-kambing," merujuk kepada paduan suara para [[satir|satiros]]os. Menurut pendapat lain, istilah ''tragodia'' tercetus ketika [[Tespis]], pujangga sekaligus pelakon legendaris Yunani Kuno, bertanding dalam lomba pementasan tragedi perdana dengan hadiah seekor kambing.<ref name=Hart1/>
 
=== Hipotesis Aleksandria ===
Baris 135:
Sandiwara-sandiwara tragedi dipentaskan di Atena dalam perhelatan Dionisia Besar, perayaan yang digelar untuk memuliakan Dionisos pada bulan [[Elafebolion]], menjelang akhir bulan Maret.{{refn|group=keterangan|name=Dionisia1}} Pementasan sandiwara-sandiwara tersebut diselenggarakan oleh negara dan [[eponimos arkhon]], yang memilih tiga warga kaya untuk mengongkosinya. Di dalam tatanan demokrasi Atena, warga kaya diwajibkan mendanai kegiatan-kegiatan pelayanan masyarakat. Adat semacam ini disebut [[liturgi (Yunani Kuno)|''liturgi'']].
 
Pada perhelatan Dionisia, [[Agon|dipertandingkan]] tiga sandiwara yang dipilih ''arkhon eponimos arkhon''. Sandiwara mungkin dipilih dengan tolok ukur naskah. Para pujangga harus mengajukan sebuah naskah [[tetralogi]] yang terdiri atas tiga tragedi dan satu [[lakon satiros]]. Masing-masing tetralogi dipentaskan sehari penuh, oleh karena itu pementasan ketiga tragedi berlangsung selama tiga hari. Hari keempat dikhususkan bagi pementasan lima komedi.{{refn|group=keterangan|name=reduced1}} Pada penghujung hari ketiga, sepuluh orang dipilih dari antara warga Atena untuk menjadi anggota dewan wasit yang bertugas memilih paduan suara terbaik, pelakon terbaik, dan penulis terbaik. Pada akhir setiap pementasan, para wasit memasukkan sebuah loh yang ditulisi nama pilihan mereka, selanjutnya lima loh dipilih secara acak. Yang menjadi juara adalah orang yang mendapatkan suara terbanyak. Dengan demikian penulis, pelakon, maupun paduan suara yang menjadi juara murni terpilih melalui undian, tetapi dalam hal ini peluang memang memaninkan peranan.
 
Minat orang Yunani akan tragedi memang kelewat besar. Menurut para kritikus, orang Atena menghabiskan lebih banyak uang untuk teater ketimbang untuk armada. Manakala pengongkosan pertunjukan-pertunjukan tersebut menjadi pokok permasalahan yang sensitif, pemerintah menetapkan bea masuk bagi penonton dan juga ''[[teorikon]]'', dana khusus untuk mengongkosi seluruh perhelatan tersebut.<ref name=Plutarch1/>
Baris 161:
* ''[[Elektra (sandiwara gubahan Sofokles)|Elektra]]'' ({{lang-el|Ἠλέκτρα}}), waktu penulisan tidak diketahui;
* ''[[Filoktetes (sandiwara gubahan Sofokles)|Filoktetes]]'' ({{lang-el|Φιλοκτήτης}}), tahun 409 Pramasehi;
* ''[[OedipusOidipus di Kolonos]]'' ({{lang-el|Oἰδίπoυς ἐπὶ Κολωνῷ}}, ''Oidipus epi Kolōnōi''), tahun 406 Pramasehi.
 
Selain sandiwara-sandiwara yang sintas utuh, ada pula tiga perempat dari keseluruhan isi naskah lakon satiros ''Ἰχνευταί'' (Ikneutai) atau ''[[Para Pelacak]]'', yang ditemukan pada permulaan abad ke-20 di dalam sebuah naskah papirus.<ref name=Privitera1/>
Baris 184:
* ''[[Perempuan-Perempuan Fenisia]]'' ({{lang-el|Φοινίσσαι}}, ''Foinisai''), sekitar tahun 408 Pramasehi;
* ''[[Orestes (sandiwara)|Orestes]]'' ({{lang-el|Ὀρέστης}}), tahun 408 BC;
* ''[[IphigeneyaIfigeneya di Aulis]]'' ({{lang-el|Ἰφιγένεια ἡ ἐν Αὐλίδι}}, ''Ifigèneya he en Aulìdi''), tahun 410 Pramasehi;
* ''[[Para Bakheya]]'' ({{lang-el|Βάκχαι}}, ''Bakhai''), tahun 406 Pramasehi;
* ''[[Kiklops (sandiwara)|Kiklops]]'' ({{lang-el|Κύκλωψ}}), lakon satiros;
Baris 194:
Dengan menggali lebih dalam peran paduan suara, penulis melihat dampak yang mungkin timbul dari sudut pandang demos. Penulis mencermati bahwa sering kali paduan-paduan suara tragedi berasal dari satu macam kedudukan sosial (baik umur, jenis kelamin, kebangsaan, maupun lapisan masyarakat).<ref name=":0" /> Sehubungan dengan jenis kelamin, penulis mendapati bahwa kendati paduan suara perempuan terdapat di dalam sandiwara-sandiwara Yunani pada umumnya, perempuan-perempuan tersebut, sebagaimana orang-orang lain yang diperbudak maupun orang asing, tidak sejajar statusnya dengan kaum lelaki Yunani.<ref name=":0" /> Orang-orang yang tidak dianggap sebagai warga negara bukanlah representasi demos.<ref name=":0" /> Penulis memberi satu contoh betapa paduan suara perempuan di dalam sandiwara ''Tujuh Melawan Thebai'' gubahan [[Aiskhilos]] dikecam karena berpengaruh buruk terhadap semangat juang warga negara.<ref name=":0" />
 
Penulis selanjutnya mencermati betapa paduan suara lelaki dinamakan menurut "golongan-golongan mereka di tengah-tengah warga negara" (hlm. 66).<ref name=":0" /> Sebagai contoh, jika paduan suaranya terdiri atas bocah-bocah lelaki dari kalangan [[Argos (kota)|orang Argos]], maka mereka akan disebut "bocah-bocah Argos" (hlm. 66).<ref name=":0" /> Meskipun demikian, yang jauh lebih jelas ditonjolkan perbedaan golongannya adalah paduan-paduan suara yang beranggotakan laki-laki dewasa, misalnya dengan sebutan "orang-orang tua pencinta tugas wasit (Kerumunan Tawon)" (hlm. 66), yang mengindikasikan bahwa semua anggota paduan suara itu adalah laki-laki berumurparuh baya yang mengambil bagian dalam tugas wasit, dan dengan demikian mengindikasikan peranan mereka di tengah-tengah warga negara.<ref name=":0" /> Paduan suara warga negara tidak hanya dibedakan menurut status tetapi juga dipandang sebagai perwakilan dari demos.<ref name=":0" />
 
== Tragedi Yunani: Sebuah Pertunjukan ==
Tragedi Yunani sering kali membingungkan bilamana orang berusaha menilainya sebagai drama, kejadian terperinci, pertunjukan, bahkan sebagai sesuatu yang menyampaikan sebuah tema mendasar.<ref name=":2">{{Cite journal|last=Frendo|first=Mario|date=February 2019|title=Ancient Greek Tragedy as Performance: the Literature–Performance Problematic|journal=New Theatre Quarterly|volume=35|issue=1|pages=19–32|doi=10.1017/S0266464X18000581|s2cid=191998802|issn=0266-464X}}</ref> Sebuah artikel yang ditulis Mario Frendo, menyoroti tragedi Yunani selaku penyampai sebuah tema mendasar sebagai suatu fenomena pertunjukan, suatu pemisahan makna sandiwara tersebut dari pokok pikiran yang sesungguhnya disampaikan, dan bukan suatu usaha untuk melakukan pendekatan terhadap Tragedi Yunani melalui konteks (misalnya kelaziman-kelaziman pertunjukan, fakta-fakta kesejarahan, dsb).<ref name=":2" /> Melakukan pendekatan terhadap zaman purba dari kacamata masa kini, terutama dalam kaitannya dengan konstruksi dan bentuk sandiwara-sandiwara, menghambat pemahaman akan masyarakat Yunani klasik.<ref name=":2" />
 
Asal-muasal Tragedi Yunani lebih banyak didasarkan atas nyanyian atau tuturan ketimbang naskah lakon tertulis.<ref name=":2" /> Dengan pemahaman semacam ini Frendo mengemukakan bahwa Tragedi pada hakikatnya performatif (dilakonkan).<ref name=":2" /> Frendo lebih lanjut menjabarkan argumennya dengan mengutip hasil-hasil penelitian tragedi Yunani sebelumnya. Ia menguraikan hakikat musikal, sering kali nyanyian yang dinyanyikan, dari sandiwara-sandiwara Yunani, dan menyoroti tradisi lisan sebagai latar belakang konstruksi sandiwara-sandiwara tersebut (misalnya, tradisi lisan bisa jadi turut berperan di dalam proses-proses yang bermuara pada penciptaan tragedi Yunani).<ref name=":2" /> Frendo mengutip pendapat yang mengatakan bahwa penghayatan tragedi mengharuskan suatu pergelaran teatrikal, dan oleh karena itu tragedi terpisah dari kesusastraan.<ref name=":2" /> Ia menandaskan lebih lanjut bahwa penting sekali memandang tragedi sebagai pra-drama, bahwasanya tragedi tidak bersesuaian dengan pemahaman yang lebih mutakhir akan "drama" sebagaimana yang sudah kita ketahui pada zaman Renaisans.<ref name=":2" />
Baris 204:
 
== ''Deus Ex Machina'': Suatu Teknik Intervensi ==
Sebuah artikel yang ditulis Thomas Duncan membahas tentang dampak teknik dramatis terhadap pengaruh sandiwara-sandiwara tragedi dan penyampaian akibat-akibat yang penting atau pokok, khususnya melalui pemanfaatan ''[[Deus ex machina|Deus Ex Machina]]''.<ref name=":3">{{Cite journal|last=Duncan|first=Thomas Shearer|date=January 1935|title=The Deux ex Machina in Greek Tragedy|journal=Philological Quarterly|volume=14|pages=16|id={{ProQuest|1290993493}}}}</ref> ''Deus Ex Machina'' adalah teknik yang dipakai untuk menghentikan suatu tindakan dengan memunculkan tokoh yang tidak disangka-sangka atau lewat campur tangan dewata, yang pada hakikatnya menciptakan akhir bagi sebuah sandiwara.<ref name=":3" /> Salah satu contohnya terlihat di dalam sandiwara ''[[Hipolitos (sandiwara)|Hipolitos]]'' gubahan Euripides. Di dalam sandiwara ini, Hipolitos disumpahi supaya lekas mati oleh ayahnya sendiri, [[Theseus|Raja Teseus]], yang menyangka Hipolitos sudah merudapaksa ibu tirinya, [[Faedra (mitologi)|Permaisuri Faidra]], sehingga membuat sang permaisuri bunuh diri.<ref name=":3" /> Padahal, Permaisuri Faidra bunuh diri lantaran dilanda nafsu berahi menyimpang kepada Hipolitos (yang ditimbulkan Dewi Afrodite di dalam hatinya), sehingga menyalahkan Hipolitos sebagai sebab kematiannya.<ref name=":4">{{Cite book|url=https://www.academia.edu/35333308|title=MISERY AND FORGIVENESS IN EURIPIDES: Meaning and Structure in the Hippolytus|last=Nikolsky|first=Boris|date=Juni 2015|isbn=9781910589076}}</ref>
 
Hipolitos dijemput ajal akibat campur tangan dewata, yakni Dewi Afrodite, yang membenci Hipolitos karena kesetiaannya untuk berbakti kepada Dewi [[Artemis]] berpangkal dari sikap meremehkan atau mendustakan kuasa Dewi Afrodite.<ref name=":4" /> Dengan kata lain, lantaran memilih untuk mengabdikan diri kepada Dewi Artemis, pemangku ''temai'' (kewenangan dewata) atas kemurnian diri, untuk beberapa alasan Hipolitus memutuskan untuk mendustakan kewujudan ''temai'' Dewi Afrodite, yakni nafsu berahi, lawan dari kemurnian diri.<ref name=":4" /> Lakon ''Hipolitos'' menunjukkan bagaimana campur tangan dewata menggerakkan tema utama sandiwara ini, yakni balas dendam, dan bagaimana campur tangan tersebut mengakibatkan sebuah wangsa binasa.<ref name=":4" /> Kendati demikian, kenyataan bahwa Hipolitos adalah mangsa angkara Afrodite baru terungkap menjelang akhir sandiwara, yakni pada saat Artemis turun tangan memberi tahu Raja Teseus bahwa sumpah serapahnya sudah merenggut nyawa anaknya sendiri.<ref name=":4" />
Baris 256:
<ref name=Souda1>Menurut Leksikon Romawi Timur, [[Souda]], Aiskhilos mengarang sembilan puluh sandiwara; lih. Souda [http://www.stoa.org/sol-bin/search.pl?login=guest&enlogin=guest&db=REAL&field=adlerhw_gr&searchstr=alphaiota,357 "Aiskhilos"] (αι.357 Adler).</ref>
<ref name=Souda2>Souda [http://www.stoa.org/sol-bin/search.pl?search_method=QUERY&login=guest&enlogin=guest&page_num=1&user_list=LIST&searchstr=epsilon%2C3695&field=adlerhw_gr&num_per_page=25&db=REAL "Euripides"] (ε.3695 Adler).</ref>
<ref name=Souda3>Souda [http://www.stoa.org/sol-bin/search.pl?search_method=QUERY&login=guest&enlogin=guest&page_num=1&user_list=LIST&searchstr=sigma%2C815&field=adlerhw_gr&num_per_page=25&db=REAL "Sofokles"] {{Webarchive|url=https://archive.today/20120911144514/http://www.stoa.org/sol-bin/search.pl?search_method=QUERY&login=guest&enlogin=guest&page_num=1&user_list=LIST&searchstr=sigma,815&field=adlerhw_gr&num_per_page=25&db=REAL |date=2012-09-11 }} (σ.815 Adler).</ref>
<ref name=Souda4>Souda [http://www.stoa.org/sol-bin/search.pl?search_method=QUERY&login=guest&enlogin=guest&page_num=1&user_list=LIST&searchstr=alpha%2C3886+&field=adlerhw_gr&num_per_page=25&db=REAL "Arion"] (α.3886 Adler); Yohanes Diakonus, ''Commentaria in Hermogenem'', disunting H. Rabe, ''Rheinisches Museum'' 63, 1908, hlm. 150.</ref>
<ref name=Winkler1>Winkler, J.J. & Zeitlin, F. (penyunting), 1992, ''Nothing to Do With Dionysus?: Athenian Drama in Its Social Context'', Princeton, Badan Penerbit Universitas Princeton, hlm. 60.</ref>