Tugu Proklamasi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Citra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(35 revisi perantara oleh 21 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Proclamation Monument Jakarta.JPG|jmpl|300px|Tugu Proklamasi]]
'''Tugu Proklamasi''' atau '''Tugu petir''' adalah [[tugu]] peringatan [[proklamasi kemerdekaan RI]]. Tugu Proklamasi berdiri di tanah lapang kompleks Taman Proklamasi di Jl. Proklamasi (dahulunya disebut Jl. Pegangsaan Timur No. 56), [[Jakarta Pusat]]. Pada kompleks juga terdapat monumen dua patung [[Soekarno]]-[[Hatta]] berukuran besar yang berdiri berdampingan, mirip dengan dokumentasi foto ketika [[naskah proklamasi]] pertama kali dibacakan. Di tengah-tengah dua patung proklamator terdapat patung naskah proklamasi terbuat dari lempengan batu [[marmer hitam]], dengan susunan dan bentuk tulisan mirip dengan naskah ketikan aslinya.
'''Tugu Proklamasi''' adalah [[tugu]] peringatan [[proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia]] yang berdiri di kompleks Taman Proklamasi di Jalan Proklamasi, [[Kota Administrasi Jakarta Pusat|Jakarta Pusat]]. Taman tersebut berlokasi di bekas kediaman [[Soekarno]] di Jalan Pegangsaan Timur 56 (kini bernama Jalan Proklamasi). Rumah yang menjadi lokasi pembacaan proklamasi kemerdekaan kini sudah dihancurkan sejak 1960-an.{{sfn|Woro Miswati|2011|p=49}}
 
Pada kompleks juga terdapat monumen dua patung [[Soekarno]]-[[Mohammad Hatta|Hatta]] berukuran besar karya [[I Nyoman Nuarta]] yang berdiri berdampingan, mirip dengan dokumentasi foto ketika naskah [[proklamasi]] pertama kali dibacakan. Di tengah-tengah dua patung proklamator terdapat patung naskah proklamasi terbuat dari lempengan batu [[marmer|marmer hitam]], dengan susunan dan bentuk tulisan mirip dengan naskah proklamasi asli yang diketik oleh [[Sayuti Melik]] dan tanda tangan asli Bung Karno dan Bung Hatta.<ref>{{Cite news|url=https://news.okezone.com/read/2018/08/17/338/1938031/tugu-proklamasi-riwayatmu-kini |title=Tugu Proklamasi, Riwayatmu Kini... |first=Puteranegara |last=Batubara |date=18 Agustus 2018 |accessdate=18 Agustus 2019 |work=[[Okezone.com]]}}</ref>
Setelah era reformasi, selain menjadi tempat yang spesial untuk acara peringatan Hari Kemerdekaan RI tiap tahunnya, lokasi ini pun menjadi tempat pilihan bagi berkumpulnya para demonstran untuk menyuarakan pendapat-pendapatnya.
 
== Sejarah ==
Lain halnya ketika sore menjelang. Pada hari-hari yang biasa, para penduduk yang tinggal tak jauh dari lingkungan taman ini kerap berkunjung ke Tugu Proklamasi untuk berbagai aktivitas. Tempat ini menjadi tempat favorit anak-anak bermain, arena berolahraga, tempat berkumpul dan bertemu, atau hanya untuk duduk-duduk saja menghabiskan sore hingga senja datang.
[[Berkas:Collectie NMvWereldculturen, TM-33002401, Prentbriefkaart- Het Proklamasi-monument in Pegangsaan Timur, Djakarta, Kementerian Penerangan (KEMPEN), 1950-1960.jpg|jmpl|260x260px|Rumah Proklamasi lengkap dengan Tugu Proklamasi sekitar tahun 1950-1960 di Jalan Pegangsaan Timur (sekarang Jalan Proklamasi). Kedua bangunan tersebut telah dihancurkan dan menjadi bagian dari kompleks Tugu Proklamasi saat ini.]]
Kompleks Taman Proklamasi terletak di sebidang tanah tempat bekas kediaman Sukarno di Jalan Pegangsaan Timur 56. Presiden Sukarno [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|menyatakan kemerdekaan Indonesia]] pada 17 Agustus 1945 dari teras depan rumah ini. Rumah tersebut kemudian dikenal sebagai Gedung Proklamasi.{{sfn|Merrillees|2015|p=44}}
 
Sebelelum dihuni oleh Sokarno dan istri keduannya [[Inggit Garnasih]], rumah tersebut sebelumnya dihuni oleh seorang pejabat dan pengacara [[Belanda]] yang bernama Baron van Asbeck sejak 1931 hingga digantikan oleh P. R. Feith pada tahun 1935. Rumah tersebut memiliki halaman yang luas dan arsitektur bergaya ''[[Art Deco]].''<ref name=":0">{{Citation|title=Sejarah Robohnya Rumah Proklamasi #JelajahKemerdekaan|url=https://www.youtube.com/watch?v=a61gTmdgZcQ|accessdate=2022-08-05|language=id-ID}}</ref>
==Sejarah==
Naskah [[Proklamasi kemerdekaan RI]] dibacakan untuk pertama kalinya oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 di halaman kediaman Soekarno [[Jalan Pegangsaan Timur No. 56]]. Rumah bersejarah ini, yang dulu disebut "Gedung Proklamasi", sudah tidak ada lagi sejak tahun 1960, Bung Karno menyetujui usul Wakil Gubernur Daerah Chusus Jakarta (DCI) [[Henk Ngantung]] agar rumah tersebut direnovasi. Waktu itu Presiden Soekarno sudah bermukim di Istana Negara. Ternyata, renovasi tidak terealisasi.
 
{{quote|Jadi peruntukan dari (rumah) ini adalah tempat tinggal orang Belanda. Jadi jangan mimpi di sini (rumah proklamasi) ada orang pribumi atau yang dari [[Tiongkok|China]], [[Arab Saudi|Arab]], [[India]], [[Pakistan]], itu gak boleh. Yang boleh (menempati rumah tersebut) hanya orang Belanda.|author=Rushdy Hoesein, Sejarawan Yayasan Bung Karno ketika diwawancarai oleh [[CNN Indonesia]]}}
Di lokasi ini Presiden Soekarno pada tanggal [[1 Januari]] [[1961]] melakukan pencangkulan pertama tanah untuk pembangunan tugu, "Tugu Petir", yang kemudian disebut tugu proklamasi. Tugu ini berbentuk bulatan tinggi berkepala lambang petir, seperti lambang [[Perusahaan Listrik Negara]] (PLN). Tulisan yang kemudian dicantumkan, "''Disinilah Dibatjakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada Tanggal 17 Agustus 1945 djam 10.00 pagi oleh Bung Karno dan Bung Hatta''".
 
Soekarno menempati rumah tersebut sejak 1942 hingga 1946. Alasan beliau memilih rumahnya sebagai pembacaan teks proklamasi karena pada saat itu [[Lapangan Ikada]] (yang kini menjadi kawasan [[Monumen Nasional]]) masih diduduki oleh tentara [[Sejarah Nusantara (1942–1945)|Jepang]].<ref name=":0" />.
Sekitar 50 meter di belakang tugu ini dibangun gedung yang menandai dimulainya pelaksanaan "Pembangunan Nasional Semesta Berencana". Hanya bangunan ini yang berdiri di lokasi tersebut. Satu dan satu-satuya gedung yang ada sampai sekarang.
 
Untuk menandai ulang tahun pertama kemerdekaan Indonesia, sebuah tugu peringatan – dalam bentuk obelisk kecil – dibangun pada tahun 1946 oleh kelompok Ikatan Wanita Djakarta. Tugu peringatan ini, dikenal sebagai ''Tugu Peringatan Satoe Tahoen Repoeblik Indonesia'', dibangun di halaman depan Gedung Proklamasi.{{sfn|Merrillees|2015|p=44}} Kemudian tugu tersebut dinamai ulang sebagai Tugu Proklamasi.
Di antara bangunan yang terdapat di lokasi ini, hanya "Tugu Peringatan Satoe Tahoen Repoeblik Indonesia"<ref>[http://sejarahkita.blogspot.com/2006/08/mengenang-hut-kesatu-proklamasi.html '''Mengenang HUT Kesatu Proklamasi''' oleh Rushdy Hoesein]</ref> yang langsung terkait dengan nuansa revolusi karena diresmikan tanggal 17 Agustus [[1946]] di masa Sekutu masih berkuasa. Di atas tulisan yang dipahat di bahan marmer itu ada tulisan lain, "Atas Oesaha Wanita Djakarta". Di dinding sebaliknya ada kutipan naskah proklamasi dan peta Indonesia juga dari marmer. Bentuk tugu ini mirip lambang Polda Metropolitan Jakarta asalkan dibuang kepalanya yang bergambar api berkobar.
 
Sejak saat itu, para pemuda dan pelajar Indonesia mengadakan upacara tahunan untuk merayakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus. Menyusul pemindahan penuh kedaulatan Indonesia pada tahun 1950, Taman Proklamasi setiap tahun dikunjungi oleh Presiden dan Wakil Presiden Indonesia setiap tahun. untuk meletakkan bunga dan menghormati prajurit yang gugur. Upacara tersebut juga dihadiri oleh tamu dari negara lain.{{sfn|Farrel M. Rizq|2009|p=63}}
Kisah tugu ini diceritakan oleh sang pembuat, Dra Yos Masdani Tumbuan, dalam buku "''19 Desember 1948 Perang Gerilya Perang Rakyat Semesta''", hasil wawancara dengan Titiek WS. Diungkapkan, pada bulan Juni 1946, Yos Masdani sebagai seorang mahasiswi anggota [[Ikatan Wanita Djakarta]] diminta membuat tugu peringatan proklamasi. Permintaan itu disampaikan [[Ratulangi]] dan [[Mien Wiranatakusumah]] (kemudian hari dikenal sebagai Ny Mien Sudarpo Sastrosatomo). Tidak disediakan dana, kecuali disebutkan nama pelaksananya, yaitu Aboetardjab dari Biro Teknik Kores Siregar, mantan mahasiswa [[Tehnische Hoge School]] (sekarang Institut Teknologi Bandung/ITB). Dana harus dicari bersama kawan-kawan lain.
 
Sejak 1956, popularitas Taman Proklamasi sebagai tempat berkumpulnya upacara mulai menurun.{{sfn|Farrel M. Rizq|2009|p=64}} Terlepas dari anjuran para sesepuh kota agar rumah tersebut direnovasi, pada malam hari tanggal 15 Agustus 1960, Sukarno memerintahkan pembongkaran rumah dan peringatan Tugu Proklamasi.{{sfn|Merrillees|2015|p=44}} Menurut Sukarno, Tugu Proklamasi sebenarnya adalah Tugu Linggarjati. Pernyataannya tersebut tidak jelas, tetapi tampaknya Sukarno berpikir bahwa baik rumah dan monumen tersebut tidak cukup besar untuk menjadi monumen nasional meskipun signifikansi historisnya cukup penting.{{sfn|Merrillees|2015|p=44}} Tiga potongan marmer dari Tugu Proklamasi kemudian disimpan di rumah Yos Masdani sebagai kenang-kenangan.{{sfn|Farrel M. Rizq|2009|p=64}} Tugu peringatan rencananya akan dibangun kembali pada tahun 1972 di bawah usulan gubernur [[Ali Sadikin]].
Pada menjelang peresmian, ada hambatan karena Wali Kota Jakarta [[Suwiryo]] melarang peresmian pada tanggal 17 Agustus 1946. Ada larangan dari Sekutu di Jakarta. Mr Maramis yang hadir dalam pertemuan ini pun khawatir, kalau dipaksakan, akan terjadi tragedi seperti di Amritsar (India).
 
Pada 1 Januari 1961, Presiden Sukarno meresmikan pembangunan Tugu Petir, yang kemudian juga dikenal sebagai Monumen Proklamasi kemudian pada tahun 1972, pembangunan Gedung Perintis Kemerdekaan yang modern dimulai.{{sfn|Farrel M. Rizq|2009|p=64}} Pada tahun yang sama, Tugu Proklamasi yang dihancurkan sebelumnya dibangun kembali dengan desain serupa.{{sfn|Merrillees|2015|p=44}}
[[Sutan Sjahrir]] tanggal [[16 Agustus]] 1946 tiba di Jakarta dari [[Yogyakarta]]. Ia menganggap peresmian itu ide yang bagus dan ia bersedia meresmikannya. Pada waktu hari peresmian, memang patroli Sekutu dan [[Gurkha]] hilir-mudik, tetapi tidak terjadi keributan. Mungkin karena kehadiran Perdana Menteri Sutan Sjahrir.
 
Pada 17 Agustus 1980, bertepatan pada HUT ke-35 Proklamasi Kemerdekaan RI, monumen terakhir yang ada di Taman Proklamasi, yakni Monumen Pahlawan Proklamator Soekarno-Hatta yang berukuran besar, diresmikan oleh Presiden [[Soeharto]].<ref>{{Cite news|url=https://wartakota.tribunnews.com/2016/08/09/tugu-proklamasi-sebagai-tonggak-sejarah-kemerdekaan-indonesia |title=Tugu Proklamasi sebagai Tonggak Sejarah Kemerdekaan Indonesia |date=9 Agustus 2016 |accessdate=18 Agustus 2019 |editor=Andy Pribadi |work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|language=id }}</ref>
Peristiwa mengejutkan terjadi tanggal [[14 Agustus]] 1960. Surat kabar Keng Po memberitakan, Angkatan ’45 menginginkan agar tugu peringatan yang mereka sebut "Tugu Linggarjati" harus dimusnahkan. Pendapat yang aneh karena Perjanjian Linggarjati terjadi pada [[10 November]] [[1946]], tiga bulan setelah tugu peringatan diresmikan. Menurut Yos Masdani, waktu itu komunis punya kekuatan untuk mengubah wajah sejarah. Tanggal [[15 Agustus]] [[1960]], tugu peringatan itu lenyap.
 
Pada tahun 2000, Pemerintah Provinsi [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|DKI Jakarta]] sempat membongkar Taman Proklamasi untuk melihat bekas pondasi dari rumah Bung Karno dengan tujuan untuk melakukan pengkajian terhadap rumah tersebut jika rumah tersebut akan dibangun kembali. Hingga saat ini sisa dari pondasi rumah Bung Karno masih dapat dilihat warga yang mengunjungi Taman Proklamasi.<ref name=":0" />
Bersama sejumlah tokoh wanita, antara lain Mr RA Maria Ulfah Santoso dan Lasmidjah Hardi, menemui Gubernur Sumarno di Balaikota. Dalam kesempatan ini, Gubernur menyerahkan tiga lempengan marmer yang tadinya melekat di tugu Linggarjati. Atas saran para wanita yang hadir, lempengan marmer itu disampaikan kepada Yos Masdani.
 
== Monumen ==
Tahun [[1968]] kepada Gubernur [[Ali Sadikin]] disampaikan usulan agar tugu proklamasi dibangun kembali. Usul ini ditanggapi positif, terbukti urusan pemugaran sampai ke Sekretariat Negara. Pemugaran tertunda karena Yos Masdani berangkat ke Amerika Serikat untuk belajar. Ia menolak tawaran [[Cornell University]] yang akan membeli marmer-marmer itu dengan harga tinggi.
[[Berkas:Collectie NMvWereldculturen, 7082-nf-873-13, Foto- Kranslegging door Soekarno, 1945.jpg|jmpl|Peletakan karangan bunga di Tugu Proklamasi oleh [[Soekarno|Presiden Soekarno]], 1945.]]
Terdapat tiga tugu peringatan yang berlokasi di Taman Proklamasi: Tugu Peringatan Satoe Tahoen Repoeblik Indonesia, Tugu Petir, dan Monumen Pahlawan Proklamator Soekarno-Hatta. Berikut ini adalah deskripsi dari masing-masing monumen.<ref>{{cite web |url=https://historia.id/politik/articles/jatuh-bangun-tugu-proklamasi-vZ5lo |title=Jatuh Bangun Tugu Proklamasi |author=Nur Janti |accessdate=18 Agustus 2019 |website=Historia.id}}</ref>
 
=== Tugu Peringatan Satoe Tahoen Repoeblik Indonesia ===
Akhirnya, pada tanggal [[17 Agustus]] [[1972]], Tugu Proklamasi diresmikan [[Menteri Penerangan]] [[Budiardjo]] di lokasi asal, dihadiri banyak tokoh masyarakat dan tokoh politik. Di antara yang hadir adalah mantan Wakil Presiden M. [[Hatta]] (mengundurkan diri [[1 Desember]] [[1956]]).
Tugu Peringatan Satoe Tahoen Repoeblik Indonesia adalah monumen pertama yang dibangun di Taman Proklamasi. Tugu ini diresmikan pada 17 Agustus 1946 oleh Perdana Menteri [[Sutan Sjahrir]] selama masa [[Revolusi Nasional Indonesia#Pendudukan sekutu|pendudukan sekutu]].{{sfn|Woro Miswati|2011|p=50}} Tugu peringatan tersebut berbentuk obelisk kecil, dengan tulisan "Atas Oesaha Wanita Djakarta", penggambaran naskah kemerdekaan Indonesia, dan peta Indonesia.{{sfn|Woro Miswati|2011|p=50}} Tak lama setelah itu, peringatan itu diganti namanya menjadi Tugu Proklamasi
 
Tugu Proklamasi diprakarsai oleh beberapa tokoh perempuan Indonesia yang tergabung dalam Pemuda Puteri Indonesia (PPI) dan Wanita Indonesia, diantaranya Johanna "Yos" Masdani Tumbuan, [[Mien Soedarpo|Mien Wiranatakusumah]], Zus Ratulangi (putri [[Sam Ratulangi]]), Zubaedah, dan Nyonya Gerung. Sketsa tugu peringatan tersebut dibuat oleh Kores Siregar, seorang mahasiswa dari [[Institut Teknologi Bandung]]. Konstruksi tugu ini dimulai pada Juli 1946. Pada malam peresmian tugu tersebut pada pertengahan Agustus, wali kota Jakarta [[Suwiryo]] menolak untuk meresmikan tugu tersebut karena masalah keamanan yang dirasakan. Selama waktu peresmian yang diusulkan, sekutu telah menduduki Jakarta dan ada kekhawatiran bahwa sekutu akan memulai pembantaian yang serupa dengan [[pembantaian Jallianwala Bagh|pembantaian Amritsar]] di India.{{sfn|Woro Miswati|2011|p=50}}{{sfn|Farrel M. Rizq|2009|p=63}}
Pada 17 Agustus [[1980]], Presiden Soeharto meresmikan monumen Soekarno-Hatta membacakan naskah proklamasi.
 
Terlepas dari kekhawatiran yang dirasakan, para penggagas pembangunan Tugu Proklamasi memutuskan untuk menghubungi perdana menteri [[Sutan Sjahrir]] pada sore hari tanggal 16 Agustus 1946 untuk memimpin peresmian tugu tersebut. Sutan Sjahrir bersedia memimpin peresmian dan karena itu ia mengambil penerbangan ke Jakarta dari [[Yogyakarta]] untuk meresmikan tugu peringatan tersebut. Tidak ada konflik yang terjadi selama peresmian tugu ini.{{sfn|Woro Miswati|2011|p=50}}
==Pranala luar==
 
<references/>
Pada 14 Agustus 1960, surat kabar Keng Po melaporkan bahwa [[Angkatan '45]] ingin Tugu Proklamasi, yang disebut sebagai "Tugu Linggarjati", dihancurkan. Menyusul laporan-laporan tersebut, Sukarno memerintahkan pembongkaran Tugu Proklamasi dan Gedung Proklamasi pada malam hari tanggal 15 Agustus 1960. Keadaannya aneh karena [[Perjanjian Linggarjati]] berlangsung pada 10 November 1946, sedangkan Tugu Proklamasi diresmikan pada 17 Agustus 1946. Menurut Yos Masdani, pada waktu itu [[Partai Komunis Indonesia]] memiliki kekuatan signifikan untuk mengubah sejarah. Doktor Sejarah [[Rushdy Hoesein]] menceritakan bahwa Sukarno sengaja menghancurkan rumahnya itu pada 1964. Menurut Rushdy, pilihan itu tanpa diiringi alasan yang jelas. Sementara itu, Sejarawan [[JJ Rizal]] mengatakan penghancuran rumah itu sebagai upaya Sukarno melawan feodalisme.<ref>{{Cite news|url=https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190817201833-20-422343/kesepian-di-tugu-proklamasi-saat-hut-ke-74-ri |title=Kesepian di Tugu Proklamasi Saat HUT ke-74 RI |work=[[CNN Indonesia]] |date=17 Agustus 2019 |accessdate=18 Agustus 2019}}</ref>
*{{id}} [http://kompas.com/kompas-cetak/0311/20/sorotan/700742.htm Pembodohan dan Pemalsuan Sejarah di Lokasi Proklamasi]
 
Bersama [[Maria Ulfah]] dan Lasmidjah Hardi, Yos lalu menemui Gubernur Jakarta [[Soemarno Sosroatmodjo]]. Dari Soemarno dia menerima marmer bekas Tugu Proklamasi yang bertuliskan “Atas Oesaha Wanita Djakarta” dan tulisan Proklamasi dilengkapi peta Indonesia. Marmer itu sudah pecah menjadi tiga bagian. Pecahan marmer itu lalu dia simpan selama 12 tahun.{{sfn|Woro Miswati|2011|p=50}}
 
Pada tahun 1968, gubernur Jakarta [[Ali Sadikin]] mengajukan proposal untuk membangun kembali tugu asli yang dihancurkan oleh Sukarno pada tahun 1960. Proposal ini disetujui dan pada 17 Agustus 1972, Monumen Proklamasi diresmikan kembali pada lokasi aslinya. Peresmian dihadiri oleh banyak tokoh publik dan politik, di antaranya adalah mantan Wakil Presiden [[Mohammad Hatta|Hatta]].{{sfn|Woro Miswati|2011|p=50}}
 
=== Tugu Petir ===
Tugu Petir atau Tugu Kilat adalah sebuah tiang setinggi {{convert|17|m|ft}} yang di atasnya terdapat simbol petir. Monumen peringatan ini menandai tempat di mana Sukarno berdiri sambil membaca teks proklamasi. Di dasar monumen tersebut terdapat tulisan logam ''"di sinilah Dibatjakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada Tanggal 17 Agustus 1945 djam 10.00 pagi oleh Bung Karno dan Bung Hatta"''{{sfn|Woro Miswati|2011|p=49}} Petir melambangkan gemuruh proklamasi kemerdekaan Indonesia.{{sfn|Farrel M. Rizq|2009|p=62}}
 
=== Monumen Pahlawan Proklamator Sukarno-Hatta ===
Monumen Pahlawan Proklamator Sukarno-Hatta menggambarkan dua patung perunggu [[Sukarno]] dan [[Mohammad Hatta|Hatta]] berdiri berdampingan. Setiap patung memiliki berat {{convert|1200|kg|lb|abbr=off}}, dan tinggi {{convert|4.6|m|ft}} serta {{convert|4.3|m|ft}}. Postur patung tersebut diambil dari dokumentasi foto ketika proklamasi pertama kali dibaca. Keduanya mengapit lempengan batu perunggu berukuran 196&nbsp;cm x 290&nbsp;cm, dengan berat {{convert|600|kg|lb}}; lempengan tersebut menggambarkan manuskrip proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pada latar belakang patung-patung tersebut terdapat patung-patung monolitik bernomor 17, dengan yang tertinggi adalah 8 meter, dengan 45 tonjolan di air terjunnya, melambangkan tanggal 17 Agustus 1945.
{{sfn|Farrel M. Rizq|2009|pp=61–2}} Monumen ini diresmikan pada 17 Agustus 1980.{{sfn|Farrel M. Rizq|2009|p=64}}
 
== Galeri ==
<gallery>
Collectie NMvWereldculturen, 7082-nf-1373-21-6, Foto- Indonesische mensen voor een bord met een tekst over de Proklamasi, 1950.jpg|Sekelompok wanita berpose di Tugu Proklamasi, 1950.
</gallery>
 
== Lihat pula ==
 
* [[Tugu Jong Sumatranen Bond]]
 
== Referensi ==
{{refbegin}}
* {{cite book |author=<!--Staff writer(s); no by-line.--> |title=Bung Karno – Di Antara Saksi dan Peristiwa |trans-title=Bung Karno – Between Witnesses and Events |editor=Farrel M. Rizqy |url=https://books.google.co.id/books?id=lxlRVJfadhQC |location=Jakarta |publisher=Kompas |date=2009 |isbn=9789797094096}}
* {{cite book |last=Merrillees |first=Scott |date=2015 |title=Jakarta: Portraits of a Capital 1950-1980 |url=https://books.google.co.id/books?id=akLWjgEACAAJ&dq=JAKARTA:+Portraits+of+a+Capital+1950-1980&hl=en&sa=X&redir_esc=y |location=Jakarta |publisher=Equinox Publishing |isbn=9786028397308 |ref=harv}}
* {{cite book |author=Woro Miswati |date=2011 |title=INDONESIA MERDEKA |url= |location=Jakarta |publisher=Be Champion |isbn=9786028884334 |ref=harv}}
{{refend}}{{reflist}}
 
== Bacaan lebih lanjut ==
* {{cite web |url=https://tirto.id/sejarah-miris-tugu-proklamasi-monumen-persembahan-kaum-perempuan-ecJe |title=Sejarah Miris Tugu Proklamasi, Monumen Persembahan Kaum Perempuan |first=Indira |last=Ardanareswari |date=21 Juni 2019 |accessdate=18 Agustus 2019 |website=Tirto.id}}
 
== Pranala luar ==
{{commons category|Tugu Proklamasi}}
* [http://jakarta-tourism.go.id/2017/news/2018/03/monumen-proklamasi-tugu-proklamasi Monumen Proklamasi (Tugu Proklamasi)] di situs web Dinas Pariwisata DKI Jakarta
 
[[Kategori:Tempat wisata di Jakarta]]
[[Kategori:Monumen di Indonesia]]
[[Kategori:Markah tanah di Indonesia]]
[[kategori:Jakarta]]