Ulama Minangkabau: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rahmatdenas (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
OrophinBot (bicara | kontrib) |
||
(34 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Europese bestuursambtenaar op doorreis aan de Sumatraanse Westkust TMnr 10001866.jpg|ka|jmpl|275px|Seorang militer Belanda bersama tetua adat dan ulama di
'''Ulama Minangkabau''' merupakan ahli-ahli agama Islam yang memiliki kaitan dengan [[Minangkabau]] secara genealogis. Mereka biasanya dipanggil syekh, [[tuanku]], [[buya]], atau ustaz.<ref>{{Cite book|last=Diradjo)|first=Ibrahim (Dt Sanggoeno|date=2009|url=https://books.google.co.id/books?id=NRyzswEACAAJ&dq=tambo+alam+minangkabau&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&redir_esc=y|title=Tambo alam Minangkabau: tatanan adat warisan nenek moyang orang Minang|publisher=Kristal Multimedia|isbn=978-979-18327-2-4|language=id}}</ref> Interaksi Minangkabau yang intens dengan Islam, setidaknya sejak abad ke-13, telah melahirkan tokoh-tokoh yang terlibat dalam [[penyebaran Islam di Nusantara]]. Di Minangkabau, ulama begitu populer karena pengaruh mereka dalam perubahan politik dan sosial
Pada awal abad ke-19, ulama Minangkabau memulai usaha membebaskan praktik Islam yang bercampur dengan praktik adat. Intervensi Belanda dalam konflik antara Kaum Padri dengan Kaum Adat berujung [[Perang Padri|perang yang mengakibatkan Minangkabau berada di bawah kolonialisme Belanda]]. Pada awal abad berikutnya, [[Ahmad Khatib Al-Minangkabawi|Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi]], diikuti oleh murid-muridnya, mengangkat kembali gagasan pemurnian Islam. Mereka, belakangan dijuluki sebagai ulama Kaum Muda, mencetuskan gerakan pembaruan Islam yang ditandai dengan maraknya penerbitan media massa Islam seperti [[Al-Munir (majalah)|''Al-Munir'']] dan pembukaan lembaga pendidikan modern seperti [[Sumatra Thawalib]].
Gerakan pembaruan Islam sempat ditentang oleh ulama Kaum Tua yang berafiliasi dengan teraket dan Kaum Adat yang bertahan dengan hukum waris adat menurut garis keturunan ibu. Ketegangan antara Kaum Muda dengan Kaum Tua dan Kaum Adat segera melebur dalam usaha bersama melawan kolonialisme Belanda, kristenisasi, dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Seiring meleburnya Minangkabau ke dalam wilayah administratif
== Masuknya Islam ==
{{utama|Islam di
[[Berkas:Surau_Gadang_Syekh_Burhanuddin_2020_01.jpg|jmpl|220x220px|Surau Gadang Syekh Burhanuddin di [[Ulakan Tapakis, Padang Pariaman|Ulakan]]]]
Kapan dan dari mana masuknya Islam di
|author = Djokosurjo
|url = http://books.google.co.id/books?ei=InXNUcC5G5DRrQe6j4CoBA&hl=id&id=UMDXAAAAMAAJ&dq=Agama+dan+Perubahan+Sosial%3A+Studi+antara+Islam%2C+Masyarakat+dan+Struktur+Sosial-Politik+di+Indonesia&q=Minangkabau+timur++148#search_anchor
Baris 16 ⟶ 17:
|year = 2001
|pages = 148
|id = ISBN 979-8867-09-2, 9789798867095 }}</ref> sedangkan [[kronik Tiongkok]] ''[[Sejarah Baru Dinasti Tang|Xin Tangshu]]'' menyebutkan bahwa pada tahun 675, orang-orang ''Ta-Shih'' (Arab) telah mempunyai perkampungan di pantai barat Sumatra.<ref>{{cite book▼
▲sedangkan [[kronik Tiongkok]] ''[[Sejarah Baru Dinasti Tang|Xin Tangshu]]'' menyebutkan bahwa pada tahun 675, orang-orang ''Ta-Shih'' (Arab) telah mempunyai perkampungan di pantai barat Sumatra.<ref>{{cite book
|last = Tjandrasasmita
|first = Uka
Baris 27:
|pages = 72-73
|accessdate = 28 Juni 2013
|id = }}</ref> Pihak yang mengatakan Islam masuk ke Minangkabau dari pantai timur Sumatra memperkirakannya masuk dari [[Kesultanan Siak Sri Inderapura|Siak]], sementara pihak yang mengatakan masuk dari pantai barat memperkirakannya masuk dari [[Aceh]].<ref>{{cite book▼
▲Pihak yang mengatakan Islam masuk ke Minangkabau dari pantai timur Sumatra memperkirakannya masuk dari [[Siak]], sementara pihak yang mengatakan masuk dari pantai barat memperkirakannya masuk dari [[Aceh]].<ref>{{cite book
|last = Zakariya
|first = Hafiz
|url = http://books.google.co.id/books?id=MUCqtpESbu0C&pg=PA118&dq=Hamka+Islam+dari+Siak&hl=id&sa=X&ei=XY7NUd6hA4TkrAewzYG4DQ&ved=0CDUQuwUwAQ#v=onepage&q=Hamka%20Islam%20dari%20Siak&f=false
|title = Islamic Reform in Colonial Malaya: Shaykh Tahir Jalaluddin and Sayyid Shaykh Al-Hadi
Baris 37 ⟶ 36:
|pages = 118
|accessdate = 28 Juni 2013
|id = 054286357X, 9780542863578
}}{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Budayawan [[A.A. Navis]] berpendapat bahwa Islam telah masuk dari Aceh sejak abad ke-8.<ref>Navis, A.A. (1984). ''Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau'', PT Grafiti Pers, Jakarta. Hlm. 24-26.</ref>
Para geografer muslim abad ke-9 dan 10, seperti [[Ibnu Khurdadzbih]] dan [[Al-Biruni|Al Biruni]], menuliskan bahwa Sumatra (yang mereka sebut ''Zabaj'') adalah bagian rute perdagangan mereka menuju Tiongkok.<ref>{{cite book
Baris 49 ⟶ 48:
|pages = 29-30
|accessdate = 28 Juni 2013
|id = 9971694247, 9789971694241 }}</ref> Pengelana Venesia [[Marco Polo]] (1292)<ref>{{cite book
|last = Freeman-Grenville
|first = G.S.P.
Baris 59 ⟶ 57:
|pages = 235
|accessdate = 28 Juni 2013
|id = ISBN 1-4411-6533-9, 9781441165336 }}</ref><ref name="Lapidus" /> yang singgah di Sumatra menulis bahwa penduduk pedalaman pada umumnya masih belum beragama Islam, sedangkan pengelana Maroko [[Ibnu Batutah]] (1345)<ref name="Lapidus">{{cite book
|last = Lapidus
|first = Ira M.
Baris 82 ⟶ 79:
Salah seorang ulama terkemuka pertama Minangkabau ialah [[Burhanuddin Ulakan|Syekh Burhanuddin]] (1646-1692), yang merupakan pelopor penyebaran Islam di daerah pedalaman [[Kerajaan Pagaruyung]].<ref>{{cite web
| url = http://www.sumbaronline.com/berita-11142-perjalanan-syekh-burhanuddin-ulakan1-.html
| title = Perjalanan Syekh Burhanuddin Ulakan
| first = Duski Samad
Baris 88 ⟶ 85:
| work = Sumbar Online
| date = 17 Juli 2012
| accessdate = 1 Juni 2013 }}</ref><ref name=Boestami>Boestami, dkk. (1981). ''Aspek Arkeologi Islam Tentang Makam dan Surau Syekh Burhanuddin Ulakan'', Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sumatra Barat, Padang. Hlm. 20.</ref> Syekh Burhanuddin yang menetap di nagari [[Ulakan Tapakis, Padang Pariaman|Ulakan, Pariaman]] merupakan murid dari ulama besar asal Aceh, [[Abdurrauf Singkil|Syekh Abdurrauf Singkil]].<ref name=Boestami/> Sebaliknya terdapat pula ulama Minangkabau bernama [[Teungku Di Ujung|Syekh Halilullah]] (bahasa Aceh: ''Teungku di Ujong'') yang turut membantu [[Kesultanan Aceh]] dalam menyebarkan Islam di [[Pulau Simeulue]].<ref>[http://www.wisatamelayu.com/id/tour/1575-Makam-Teungku-Di-Ujung-/navgeo Makam Tengku di Ujung]</ref><ref>{{cite book ▼
| archive-date = 2012-11-03
| archive-url = https://web.archive.org/web/20121103154810/http://sumbaronline.com/berita-11142-perjalanan-syekh-burhanuddin-ulakan1-.html
| dead-url = yes
▲
|url = http://books.google.co.id/books?id=1jjalLbkJrkC&pg=PA81&dq=halilullah+simeulue&hl=id&sa=X&ei=H8THUcWOF8jyrQfBtYGgCg&ved=0CD4QuwUwAw#v=onepage&q=halilullah%20simeulue&f=false
|title = The Smong Wafe from Simeulue: Awakening and Changing. Post Tsunami Strategic Development of Regency of Simeuleu
|first = Teungku Abdullah
|last = Sanny
|work = ''in'' The Value of Indigenous Knowledge for Disaster Risk Reduction: A Unique Assessment Tool for Reducing Community Vulnerability to Natural Disasters
|publisher = Simeuleu, Indonesia: Local Goverment of Simeuleu Regency
|date = 2007
}}{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
== Syiar Islam ==
=== Filipina ===▼
Tokoh Minangkabau telah tercatat dalam ''Tarsilah Sulu'' pernah sampai ke [[Sulu]] di Filipina Selatan, di antaranya [[Raja Bagindo]] (bahasa Sulu: ''Rajah Baguinda'') yang sampai di Sulu<ref>Shiv Shanker Tiwary & P.S. Choudhary, Encyclopaedia Of Southeast Asia and Its Tribes, 2009</ref> pada sekitar tahun 1397<ref>Majul, Cesar Adib, (1981/1987), ''Islam in the Philippines''. Manila: University of the Philippines (ed. ke-4), 1981. Terjemahan Indonesia: ''Moro, Pejuang Muslim Filipina Selatan'', Jakarta: Al-Hilal, 1987.</ref> setelah sebelumnya singgah di [[Zamboanga]] dan [[Basilan]].<ref>''[http://www.ranaocouncil.com/history/?id=9 The Coming of Islam to Sulu]'', The Official Website of the Ranao Council, Inc. © 2006. Diakses 14 Juni 2013.</ref> Selain Filipina Selatan ([[Mindanao]]), Raja Bagindo yang diperkirakan hidup pada akhir abad ke-14 itu disebutkan pula turut menyebarkan Islam ke Kalimantan bagian utara, yakni [[Brunei]], [[Serawak]], dan [[Sabah]]. Ia juga merupakan pendiri [[Kesultanan Sulu]].<ref>{{cite web ▼
▲ | accessdate = 23 Juni 1990}}</ref>
=== Sulawesi, Kalimantan, dan Nusa Tenggara ===
[[Berkas:Bangunan_Makam_Datuk_ri_Bandang.jpg|jmpl|260x260px|Bangunan makam Datuk Ri Bandang di [[Makassar]]]]
Masyarakat Sulawesi juga pernah menerima para penyiar Islam Minangkabau ke tanah mereka. Lima orang datuk dari Minangkabau, [[Datuk Ri Bandang]], [[Datuk Ri Tiro]], [[Datuk Patimang]], [[Datuk Karama]] serta [[Datuk Mangaji]] telah menyiarkan agama yang mereka anut pada akhir abad ke-16 atau awal abad ke-17.<ref name="Sewang">[http://books.google.co.id/books?id=HOcUtQAtl00C&pg=PA95&lpg=PA95&dq=datuk+ribandang+dan+tunggang+parangan&source=bl&ots=S3lBFKkfZQ&sig=U0NsvsynXyX801j_XwRQEjjWDcs&hl=en&sa=X&ei=Dy0AUfTdJsfUrQfZ84GoCA&ved=0CEsQ6AEwAw#v=onepage&q=datuk%20ribandang%20dan%20tunggang%20parangan&f=false Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa: abad XVI sampai abad XVII]</ref> Dalam ''Lontara Gowa, Lontara Tallo'', dan ''Lontara Sukkuna Wajo'', Datuk Ri Bandang, Datuk Ri Tiro, dan Datuk Patimang disebutkan berasal dari [[Koto Tangah, Payakumbuh Barat, Payakumbuh|Koto Tangah]], [[Kota Payakumbuh|Payakumbuh]].<ref name="Sewang"/>
Agama Islam di [[Kerajaan Kutai]] juga disebarkan Datuk Ri Bandang bersama-sama [[Tuan Tunggang Parangan]] pada masa pemerintahan Raja Aji Mahkota, yang memerintah antara tahun 1525 hingga 1589. Sementara Datuk Ri Bandang kembali ke Sulawesi, Tuan Tunggang Parangan menetap di sana dan berperan besar dalam menyebarkan Islam sehingga rakyat [[Kerajaan Kutai Martapura|Kutai]], [[Kalimantan Timur]] akhirnya banyak yang memeluk Islam.<ref>''[http://www.sapos.co.id/index.php/berita/detail/Rubrik/17/9657 Ada Tiga Makam Keramat di Desa Kutai Lama]'', Samarinda Pos Online, edisi Sabtu, 20 November 2010.</ref><ref>[http://books.google.co.id/books?id=HiZvFZbm6sgC&pg=PA79&lpg=PA79&dq=Datuk+Ri+Tiro&source=bl&ots=OVQPY9HjCU&sig=bdTusXah_SxwD6VsIuQvGIZ-9K4&hl=en&sa=X&ei=jiUAUYWUBMi4rAfyrYHwCw&ved=0CE0Q6AEwBDgK#v=snippet&q=Tuan%20Tunggang%20Parang&f=false Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah nasional Indonesia, Volume 3] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150119080854/http://books.google.co.id/books?id=HiZvFZbm6sgC&pg=PA79&lpg=PA79&dq=Datuk+Ri+Tiro&source=bl&ots=OVQPY9HjCU&sig=bdTusXah_SxwD6VsIuQvGIZ-9K4&hl=en&sa=X&ei=jiUAUYWUBMi4rAfyrYHwCw&ved=0CE0Q6AEwBDgK#v=snippet&q=Tuan%20Tunggang%20Parang&f=false |date=2015-01-19 }}, hlm 167, 294.</ref>
Datuk Ri Bandang dan Datuk Ri Tiro disebutkan juga sebagai dua orang tokoh yang membawa agama Islam ke [[Kabupaten Bima|Bima]], [[Nusa Tenggara Barat]].<ref name=Hanta/> Masyarakat Bima menyelenggarakan sebuah upacara bernama ''Hanta Ua Pua'' untuk memperingati [[Maulid Nabi]] dan masuknya Islam ke Bima oleh para penyebar agama tersebut.<ref name=Hanta>http://www.wisatanews.com [http://www.wisatanews.com/more.php?id=1216 Tradisi Hanta Ua Pua, Bentuk Penghormatan Atas Rasulullah dan Ulama] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131014120919/http://www.wisatanews.com/more.php?id=1216 |date=2013-10-14 }}</ref>
=== Jawa ===
[[Berkas:Museum_Islam_Nusantara_di_Lasem.jpg|jmpl|260x260px|Museum Islam Nusantara di [[Lasem, Rembang|Lasem]] dibangun dengan bentuk [[rumah gadang]] untuk mengenang jasa Sultan Minangkabaui]]
Tidak tertutup kemungkinan pula bahwa di tanah Jawa terdapat ulama keturunan Minangkabau. Masyarakat di kota [[Lasem]], [[Jawa Tengah]], mengenal seorang tokoh bernama Sultan Mahmud atau juga disebut ''
▲=== Filipina ===
▲Tokoh Minangkabau telah tercatat dalam ''Tarsilah Sulu'' pernah sampai ke [[Sulu]] di Filipina Selatan, di antaranya [[Raja Bagindo]] (bahasa Sulu: ''Rajah Baguinda'') yang sampai di Sulu<ref>Shiv Shanker Tiwary & P.S. Choudhary, Encyclopaedia Of Southeast Asia and Its Tribes, 2009</ref> pada sekitar tahun 1397<ref>Majul, Cesar Adib, (1981/1987), ''Islam in the Philippines''. Manila: University of the Philippines (ed. ke-4), 1981. Terjemahan Indonesia: ''Moro, Pejuang Muslim Filipina Selatan'', Jakarta: Al-Hilal, 1987.</ref> setelah sebelumnya singgah di [[Zamboanga]] dan [[Basilan]].<ref>''[http://www.ranaocouncil.com/history/?id=9 The Coming of Islam to Sulu] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131223123039/http://www.ranaocouncil.com/history/?id=9|date=2013-12-23}}'', The Official Website of the Ranao Council, Inc. © 2006. Diakses 14 Juni 2013.</ref> Selain Filipina Selatan ([[Mindanao]]), Raja Bagindo yang diperkirakan hidup pada akhir abad ke-14 itu disebutkan pula turut menyebarkan Islam ke Kalimantan bagian utara, yakni [[Brunei]], [[Serawak]], dan [[Sabah]]. Ia juga merupakan pendiri [[Kesultanan Sulu]].<ref>{{cite web|title=Kerinduan Orang-Orang Moro|url=http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1990/06/23/SEL/mbm.19900623.SEL18854.id.html|publisher=Tempo|accessdate=23 Juni 1990|archive-date=2011-05-15|archive-url=https://web.archive.org/web/20110515202427/http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1990/06/23/SEL/mbm.19900623.SEL18854.id.html|dead-url=yes}}</ref>
Antropolog [[Mochtar Naim]] menyatakan bahwa seorang tokoh lain bernama [[Raja Sulaeman]], yang diperkirakan keturunan Minangkabau, telah menyiarkan Islam sampai ke [[Manila]] (1570) sebelum kedatangan kolonialis [[Spanyol]] di sana.<ref name="Naim">{{cite book|last=Naim|first=Mochtar|year=1971|url=http://books.google.co.id/books?id=Nk_YHFT4q30C&printsec=frontcover&dq=Merantau:+Causes+and+Effects+of+Minangkabau+Voluntary+Migration,+1971.&hl=id&sa=X&ei=YoTNUe_OJ4_RrQf3hYDQCw&ved=0CDEQuwUwAA#v=onepage&q=25&f=false|title=Merantau: Causes and Effects of Minangkabau Voluntary Migration (Occasional Paper No. 5)|publisher=Institute of Southeast Asian Studies|pages=19|authorlink=Mochtar Naim}}</ref>
== Gerakan Padri dan intervensi Belanda ==
{{utama|Perang Padri}}
[[Tiga Orang Haji|Tiga orang ulama]] yang kembali dari ibadah haji mereka pada tahun 1803, yaitu [[Haji Miskin]], [[Haji Piobang]], dan [[Haji Sumanik]], menjadi penganjur gerakan puritanisme agama Islam di
|url = http://books.google.co.id/books?id=H8ZEwdcxQX0C&pg=PA35&dq=Harimau+nan+Salapan+Dobbin&hl=en&sa=X&ei=5zTJUfC1JsSHrAe-54GQDw&ved=0CDoQuwUwAQ#v=onepage&q=Harimau%20nan%20Salapan%20Dobbin&f=false
|last = Assyaukanie
Baris 144 ⟶ 133:
[[Berkas:Tuanku Imam Bonjol.jpg|ka|jmpl|165px|[[Tuanku Imam Bonjol]]; ulama Minangkabau abad ke-19]]
[[Tuanku Imam Bonjol]] (1772–1864) adalah ulama dari [[Bonjol, Pasaman|Bonjol]], [[Kabupaten Pasaman|Pasaman]], yang kemudian menjadi salah seorang pemimpin dalam [[Perang Padri]].<ref name="Hadler">{{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=9s9bgIXJKk4C&pg=PA26&dq=Harimau+nan+Salapan&hl=en&sa=X&ei=WzLJUc_2D4vArAenl4C4DA&redir_esc=y#v=onepage&q=Harimau%20nan%20Salapan&f=false|last=Hadler|first=Jeffrey|authorlink=|coauthors=|title=Muslims and Matriarchs: Cultural Resilience in Indonesia Through Jihad and Colonialism|year=2008|publisher=Cornell University Press|page=26|location=|id=|accessdate=25 Juni 2013 }}</ref> Ia menjadi pemimpin setelah wafatnya Haji Miskin dan [[Tuanku Nan Renceh]] yang memimpin Kaum Padri sebelumnya.<ref name="Hadler" /> Tuanku Imam Bonjol kemudian mendapat gelar Pahlawan Nasional Indonesia atas perjuangannya dalam melawan kolonialisme.<ref name="Radjab">{{cite book|last=Radjab|first=M.,|authorlink=Muhamad Radjab|coauthors=|title=Perang Paderi di
Pada tahun 1821, Kaum Adat meminta dukungan [[Belanda]] untuk mengatasi Kaum Padri.<ref name="Sudarmanto"/> Namun Belanda malah memanfaatkannya untuk memperluas daerah kekuasaannya sendiri sehingga pada tahun 1833, Kaum Adat bergabung bersama Kaum Padri melawan Belanda.<ref name="Sudarmanto">{{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=a53K2ngY_Y8C&pg=PA207&dq=kaum+adat+belanda&hl=en&sa=X&ei=eo3JUczPO4norQel74CgCg&ved=0CEAQuwUwAg#v=onepage&q=kaum%20adat%20belanda&f=false|last=Sudarmanto|first=J.B.|authorlink=|coauthors=|title=Jejak-Jejak Pahlawan: Perekat Kesatuan Bangsa Indonesia|year=2007|publisher=Grasindo|page=207-208|location=|id=|accessdate=25 Juni 2013 }}</ref> Meskipun pada akhirnya peperangan ini dimenangkan oleh Belanda, sejarawan [[Merle Ricklefs]] berpendapat bahwa Perang Padri meninggalkan kesan yang mendalam di tengah-tengah masyarakat Minangkabau.<ref name="Ricklefs">Wawancara [[Merle C. Ricklefs]] dengan [[Rasjidi]], 7 September 1977. Dalam {{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=H8ZEwdcxQX0C&pg=PA35&dq=Harimau+nan+Salapan+Dobbin&hl=en&sa=X&ei=5zTJUfC1JsSHrAe-54GQDw&ved=0CDoQuwUwAQ#v=onepage&q=Harimau%20nan%20Salapan%20Dobbin&f=false|last=Assyaukanie|first=Luthfi|authorlink=|coauthors=|title=Islam and the Secular State in Indonesia (ISEAS series on Islam)|year=2009|publisher=Institute of Southeast Asian Studies|page=92|location=|id=|accessdate=25 Juni 2013 }}</ref> Masyarakat menjadi berkomitmen terhadap ajaran Islam yang ortodoks, serta peranan Islam sebagai bagian dalam adat dan kebiasaan masyarakat menjadi amat kuat.<ref name="Ricklefs"/>
Pada abad ke-19, di [[Malaysia|Malaya]] banyak pula ulama-ulama Minangkabau yang menjabat sebagai kadi dan imam. Di antaranya ialah [[Muhammad Saleh Al-Minankabawi|Muhammad Saleh Al-Minangkabawi]] yang diangkat sebagai hakim di [[Perak, Malaysia|Kesultanan Perak]] serta saudaranya [[Utsman bin Abdullah]] yang menjadi kadi pertama [[Kuala Lumpur]]. Setelah Muhammad Saleh Al-Minangkabawi, mufti Perak selanjutnya juga datang dari kalangan ulama Minangkabau, yakni [[Muhammad Zain Simabur]]. Selain sebagai mufti, ulama Minangkabau lainnya [[Ismail al-Khalidi al-Minangkabawi]], menjadi penyebar ajaran [[Tarekat Naqsyabandiyah]] di [[
== Gerakan pembaruan Islam ==
Para ulama Minangkabau sejak tahun 1900-an cenderung lebih berfokus pada pendidikan dan aktivitas intelektual daripada perlawanan fisik. Gerakan modernisme Islam di Timur Tengah, yang antara lain digerakkan oleh [[Muhammad Abduh|Syekh Muhammad Abduh]] dan [[Rasyid Ridha|Syekh Rasyid Ridha]], juga berimbas pada alim ulama Minangkabau pada masa itu. Pada awal abad ke-20, mereka yang mendukung corak reformis disebut sebagai "Kaum Muda", sedangkan para ulama pendukung tradisi disebut "Kaum Tua".<ref name="Assyaukanie" /><ref name="Djohan Effendi">{{cite book
|first = Djohan
|last = Effendi
Baris 161 ⟶ 150:
|id = ISBN 978-979-709-473-7 }}</ref>
[[Ahmad Khatib Al-Minangkabawi|Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi]] (1860–1916) adalah seorang ulama kelahiran [[Koto Gadang, IV Koto, Agam|Koto Gadang, Agam]], yang menjadi imam besar non-Arab pertama di [[Masjidil Haram]], Mekkah.<ref name="Oktavika"/> Ia merupakan guru bagi ulama-ulama besar Nusantara pada zamannya, dan sangat kritis terhadap adat-istiadat dan praktik tarikat yang dianggapnya bertentangan dengan ajaran agama.<ref name="Oktavika">{{cite web |url=http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/01/16/lxvt00-syekh-ahmad-khatib-alminangkabawi-dari-minang-ke-masjidil-haram-1 |title=Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Dari Minang ke Masjidil Haram (1) |first=Devi Anggraini |last=Oktavika |work=Republika Online |date=16 January 2012 |accessdate=10 April 2013}}</ref> Seorang sepupunya, [[Tahir Jalaluddin Al-Azhari|Syekh Tahir Jalaluddin]] (1869–1956), juga banyak menganjurkan gagasan pembaharuan dan menerbitkan majalah reformisme Islam ''Al-Imam'' (1906) di Singapura yang isinya sejalan dengan majalah ''Al-Manar'' terbitan Rasyid Ridha di Mesir.<ref name="Assyaukanie"/> Setelah Ahmad Khatib, ulama Minangkabau lainnya yang berkiprah di Masjidil Haram ialah [[Djanan Thaib]]. Ia ditunjuk sebagai penghulu (''ma'dzun syar'i'') bagi orang-orang Nusantara di Mekkah.<ref>{{
|title = Mengenang 100 tahun Haji Abdul Malik Karim Amrullah Hamka
|last = Shobahussurur
Baris 173 ⟶ 160:
|ref = {{sfnRef|Shobahussurur|2008}}
}}</ref> Selain itu, Haji Abdullah Ahmad juga menerbitkan majalah ''[[Al-Munir (majalah)|Al-Munir]]'' (1911) di Padang, yang mengusung ide kesesuaian Islam dengan sains dan rasionalitas modern.<ref name="Assyaukanie"/><ref name="Djohan Effendi"/> Ulama lainnya [[Ibrahim Musa|Syekh Ibrahim Musa]] (Inyiak Parabek, 1882–1963), berasal dari Parabek, [[Bukittinggi]], turut mendirikan Sumatra Thawalib; di mana Syekh Ibrahim Musa mengelola sekolah cabang di Parabek, Bukittinggi, sedangkan Haji Rasul mengelola cabang di [[Padangpanjang]].<ref name="Djohan Effendi"/>
<!-- Catatan: Perlu tidak Syekh Muhammad Thaib Umar Sunggayang? Atau sudah terlalu crowded? (Naval Scene) -->[[Muhammad Saad Mungka|Syekh Muhammad Saad Mungka]] (1857–1942) adalah ulama pendukung tradisi tarikat, yang pernah dua kali mukim di Mekkah (1884–1900 dan 1912–1915).<ref name="Djohan Effendi"/> Ia sezaman dengan Syekh Ahmad Khatib, dan keduanya terlibat polemik mengenai tarikat.<ref name="Djohan Effendi"/> [[Syekh Khatib Ali]] dan [[Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi|Syekh Muhammad Dalil]] (juga dipanggil Syekh Bayang, 1864–1923) adalah tokoh-tokoh polemik ulama pendukung tradisi yang cukup menonjol. Di sisi lain, [[Abbas bin Abdi Wahab Ladang Laweh|Syekh Abbas Qadhi]] dari Ladang Laweh melakukan modifikasi pendidikan surau, dengan mendirikan pendidikan dasar bersistem sekolah Arabiyah School.<ref name="Djohan Effendi"/> Ia meminta [[Sulaiman Ar-Rasuli|Syekh Sulaiman Ar-Rasuli]] (juga dipanggil Inyiak Canduang, 1871–1970) membuka sekolah pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga Syekh Sulaiman mendirikan [[Tarbiyah|Madrasah Tarbiyah Islamiyah]] untuk menampung lulusan Arabiyah School.<ref name="Djohan Effendi"/> Syekh Sulaiman juga mengajak [[Syekh Abdul Wahid]] dari Tabek Gadang, [[Muhammad Jamil Jaho|Syekh Muhammad Jamil Jaho]] dari Padang Panjang, dan [[Syekh Arifin Al-Arsyadi]] dari Batuhampar untuk mengembangkan pendidikan bersistim sekolah.<ref name="Djohan Effendi"/> [[Persatuan Tarbiyah Islamiyah|Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti)]] (1930) kemudian menjadi organisasi wadah dalam mengembangkan pendidikan di kalangan mereka.<ref name="Djohan Effendi"/>▼
▲[[Muhammad Saad Mungka|Syekh Muhammad Saad Mungka]] (1857–1942) adalah ulama pendukung tradisi tarikat, yang pernah dua kali mukim di Mekkah (1884–1900 dan 1912–1915).<ref name="Djohan Effendi"/> Ia sezaman dengan Syekh Ahmad Khatib, dan keduanya terlibat polemik mengenai tarikat.<ref name="Djohan Effendi"/> [[Syekh Khatib Ali]] dan [[Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi|Syekh Muhammad Dalil]] (juga dipanggil Syekh Bayang, 1864–1923) adalah tokoh-tokoh polemik ulama pendukung tradisi yang cukup menonjol. Di sisi lain, [[Abbas bin Abdi Wahab Ladang Laweh|Syekh Abbas Qadhi]] dari Ladang Laweh melakukan modifikasi pendidikan surau, dengan mendirikan pendidikan dasar bersistem sekolah Arabiyah School.<ref name="Djohan Effendi"/> Ia meminta [[Sulaiman Ar-Rasuli|Syekh Sulaiman Ar-Rasuli]] (juga dipanggil Inyiak Canduang, 1871–1970) membuka sekolah pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga Syekh Sulaiman mendirikan [[Tarbiyah|Madrasah Tarbiyah]] untuk menampung lulusan Arabiyah School.<ref name="Djohan Effendi"/> Syekh Sulaiman juga mengajak [[Syekh Abdul Wahid]] dari Tabek Gadang, [[Muhammad Jamil Jaho|Syekh Muhammad Jamil Jaho]] dari Padang Panjang, dan [[Syekh Arifin Al-Arsyadi]] dari Batuhampar untuk mengembangkan pendidikan bersistim sekolah.<ref name="Djohan Effendi"/> [[Persatuan Tarbiyah Islamiyah|Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti)]] (1930) kemudian menjadi organisasi wadah dalam mengembangkan pendidikan di kalangan mereka.<ref name="Djohan Effendi"/>
Keprihatinan atas kondisi sosial, politik, dan ekonomi pasca-kemerdekaan Indonesia dan di
|title = Memikir Ulang Regionalisme:
|first = Gusti
|last = Asnan
Baris 189 ⟶ 175:
== Masa pergerakan hingga kemerdekaan ==
<!-- Catatan: Berikan pengantar tentang fokus pada paruh kedua abad ke-20, yang lebih kepada pergerakan menuju kemerdekaan. (Naval Scene)-->[[Berkas:Abdul_Malik_Karim_Amrullah,_Pekan_Buku_Indonesia_1954,_p217.jpg|jmpl|197x197px|Hamka]]
Menantu dan anak Haji Rasul, yaitu [[Ahmad Rasyid Sutan Mansur|AR Sutan Mansur]] (1895–1985) dan [[Hamka|Abdul Malik Karim Amrullah]] (Hamka, 1908–1981),
▲Menantu dan anak Haji Rasul, yaitu [[Ahmad Rasyid Sutan Mansur|AR Sutan Mansur]] (1895–1985) dan [[Hamka|Abdul Malik Karim Amrullah]] (Hamka, 1908–1981), kemudian juga menjadi ulama terkenal. AR Sutan Mansur adalah seorang ulama yang pernah memimpin [[Muhammadiyah]].<ref>{{cite web |url=http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/08/09/28/7643-ahmad-rasyid-sutan-mansur-mengembangkan-muhammadiyah-di-sumbar |title=Ahmad Rasyid Sutan Mansur, Mengembangkan Muhammadiyah di Sumbar |first= |last= |work=Republika Online |date=28 September 2008 |accessdate=1 Juni 2013}}</ref> Sementara itu Hamka selain menjadi pemimpin Muhammadiyah (1953–1971) juga dikenal sebagai ulama internasional serta juga seorang sastrawan. Dia dianugerahi gelar [[Pahlawan Nasional Indonesia]] atas jasa-jasanya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.<ref name="Shobahussurur"/>
[[Mohammad Natsir]] (1908–1993) adalah seorang ulama sekaligus tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia kelahiran [[Alahan Panjang, Lembah Gumanti, Solok|Alahan Panjang]], [[Lembah Gumanti, Solok|Lembah Gumanti]], [[Kabupaten Solok]].<ref name="Thohir">{{cite book|language=Indonesian|title=M. Natsir, Dakwah Dan Pemikirannya|last=Luth|first=Thohir|year=1999|publisher=Gema Insani Pers|location=|url=http://books.google.co.id/books?id=22p8BWSShmgC&pg=PA25&dq=natsir+prri&hl=en&sa=X&ei=TG_JUb3-FpHyrQeui4CwAQ&ved=0CDgQuwUwAQ#v=onepage&q=natsir%20prri&f=false|id= ISBN 979-561-551-3; 9789795615514|ref=|page=21-27}}</ref> Ia pernah menjabat sebagai Presiden Liga Muslim se-Dunia, Ketua Dewan Masjid se-Dunia serta pemimpin partai politik [[Masyumi]], serta pernah menjadi [[Daftar Perdana Menteri Indonesia|Perdana Menteri Indonesia]].<ref name="Thohir"/> Natsir dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia atas jasa-jasanya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, meskipun sebelumnya pernah bergabung dengan [[PRRI]] tahun 1958 untuk menentang [[Demokrasi Terpimpin]] pada masa [[Orde Lama]], dan sebagai pembangkang penanda-tangan [[Petisi 50]] pada masa [[Orde Baru]].<ref name="Thohir"/><ref>{{cite book|language=|title=Mohammad Natsir dalam Sejarah Politik Indonesia: Peran dan Jasa Mohammad Natsir dalam Dua Orde Indonesia|last=Dzulfikriddin|first=M.|year=2010|publisher=Mizan|location=Bandung|url=http://books.google.com/books?id=T1VoE-YgYD0C|isbn=978-979-433-578-9|ref=harv}}</ref><ref name="Tempo">{{cite news|title=
Di Malaysia, [[Burhanuddin al-Hilmi]] merupakan ulama Minangkabau yang terjun ke dalam pergerakan kemerdekaan. Selepas [[Perang Dunia II]], Burhanuddin mendirikan [[Parti Kebangsaan Melayu Malaya]] (PKMM). Parti ini menuntut kemerdekaan penuh bagi [[Semenanjung Melayu]] dan menentang segala bentuk penjajahan Inggris.<ref>{{cite book|last=Federspiel|first=Howard M.|title=Sultans, shamans, and saints: Islam and Muslims in Southeast Asia|url=http://books.google.com.au/books?id=5Qf39DpguysC&pg=PA177&dq=%22burhanuddin+al-helmy%22&hl=en&ei=YSshTN6CMI2Wca2A2SY&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=9&ved=0CE4Q6AEwCA#v=onepage&q=%22burhanuddin%20al-helmy%22&f=false|year=2007|publisher=University of Hawaii Press|isbn=0824830520|page=177}}</ref>
== Ulama dan pemikir kontemporer ==
[[
[[Syekh Yasin Al-Fadani]] (1915–1990) adalah salah seorang ulama keturunan Minangkabau yang lahir di [[Mekkah]], [[Arab Saudi]]. Semasa hidupnya ia aktif memberi kuliah di Masjidil Haram, serta ia merupakan penulis buku Islam yang produktif. Bukunya banyak dibaca para ulama dan menjadi rujukan lembaga-lembaga Islam di [[Arab Saudi]] maupun berbagai pondok pesantren di [[Asia Tenggara]]. Syekh Yasin adalah seorang ahli sanad hadist, ilmu falak, serta pendiri [[Madrasah Dar al-Ulum al-Diniyyah al-Jawiyyah|Madrasah Darul Ulum al-Diniyyah]], Mekkah. Karyanya yang paling terkenal, ''Al-Fawaid al-Janiyyah'', menjadi materi dalam mata kuliah [[ushul fiqih]] di Fakultas Syariah [[Universitas Al-Azhar]] [[Kairo]].<ref>{{
[[Ahmad Syafii Maarif|Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif]] adalah ulama abad ke-21 kelahiran [[Sumpurkudus]], [[Kabupaten Sijunjung|Sijunjung]], yang pernah memimpin Muhammadiyah. Ia pernah menjabat sebagai President World Conference on Religion for Peace (WCRP), serta pernah dianugerahi [[Ramon Magsaysay Award]] oleh pemerintah [[Filipina]].<ref>{{cite web
Baris 209 ⟶ 194:
| date = 1 November 2008
| work = [[Lembaga Kantor Berita Nasional Antara|Perum LKBN Antara]]
| access-date = 2013-06-02
| archive-date = 2011-07-07
| archive-url = https://web.archive.org/web/20110707145704/http://www.antara-sumbar.com/id/index.php?sumbar=perspektif&j=&id=1
| dead-url = yes
}}</ref> Buya Syafii Maarif menempuh pendidikannya di Universitas Cokroaminoto Surakarta, IKIP Yogyakarta, Ohio State University, serta Chicago University.<ref>{{Cite book|last=|first=|date=2013|url=https://books.google.co.id/books?id=2-E8DwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=buya+syafii+maarif+si+anak&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=buya%20syafii%20maarif%20si%20anak&f=false|title=Si Anak Kampoeng|publisher=Gramedia Pustaka Utama|isbn=978-979-22-5474-7|language=id|url-status=live}}</ref>
== Lihat pula ==
Baris 221 ⟶ 210:
== Pranala luar ==
* [http://nasional.news.viva.co.id/news/read/395685-kerajaan-sulu-didirikan-keturunan-minangkabau- "Pendiri-pendiri kerajaan Islam di Filipina dari Minangkabau"] ''[[VIVAnews]]'', 7 Maret 2013. Diakses 24 Mei 2013.
* [http://ruri.aaykpn.ac.id/kitab/kitab2_fiqih/%D9%81%D9%87%D8%B1%D8%B3%20%D9%85%D8%A4%D9%84%D9%81%D8%A7%D8%AA%20%D8%A7%D9%84%D8%A5%D9%86%D8%AF%D9%88%D9%86%D9%8A%D8%B3%D9%8A%D9%8A%D9%86/%D9%84%D9%85%D8%AD%D8%A9%20%D9%85%D9%86%20%D9%85%D8%A4%D9%84%D9%81%D8%A7%D8%AA%20%D8%B9%D9%84%D9%85%D8%A7%D8%A1%20%D9%85%D9%86%D8%BA%D9%83%D8%A7%D8%A8%D8%A7%D9%88%20%D8%A8%D8%A7%D9%84%D8%A3%D9%86%D8%AF%D9%88%D9%86%D9%8A%D8%B3%D9%8A%D8%A9%20%D9%84%D9%84%D8%B4%D9%8A%D8%AE%20%D8%A3%D8%A8%D8%B1%D9%8A%D8%A7.pdf Bibliografi Karya Ulama Minangkabau Awal Abad XX]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* https://www.malaysiakini.com/columns/265033
[[Kategori:Sejarah Islam di Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh penyebar Islam di Indonesia]]
[[Kategori:Minangkabau]]
[[Kategori:Ulama
|