Ulama Minangkabau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
OrophinBot (bicara | kontrib)
 
(12 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Europese bestuursambtenaar op doorreis aan de Sumatraanse Westkust TMnr 10001866.jpg|ka|jmpl|275px|Seorang militer Belanda bersama tetua adat dan ulama di SumatraSumatera Barat (1926). Belanda berusaha memulihkan hubungan setelah pecahnya [[Perang Belasting]] yang dimotori kalangan ulama, terutama di [[Kamang Magek, Agam]].]]
 
'''Ulama Minangkabau''' merupakan ahli-ahli agama Islam yang memiliki kaitan dengan [[Minangkabau]] secara genealogis. Mereka biasanya dipanggil syekh, [[tuanku]], [[buya]], atau ustaz.<ref>{{Cite book|last=Diradjo)|first=Ibrahim (Dt Sanggoeno|date=2009|url=https://books.google.co.id/books?id=NRyzswEACAAJ&dq=tambo+alam+minangkabau&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&redir_esc=y|title=Tambo alam Minangkabau: tatanan adat warisan nenek moyang orang Minang|publisher=Kristal Multimedia|isbn=978-979-18327-2-4|language=id}}</ref> Interaksi Minangkabau yang intens dengan Islam, setidaknya sejak abad ke-13, telah melahirkan tokoh-tokoh yang terlibat dalam [[penyebaran Islam di Nusantara]]. Di Minangkabau, ulama begitu populer karena pengaruh mereka dalam perubahan politik dan sosial. Mereka menggunakan majalah dan surat kabar serta berbagai bentuk penerbitan dalam penyebarluasan ide-ide mereka.
Baris 5:
Pada awal abad ke-19, ulama Minangkabau memulai usaha membebaskan praktik Islam yang bercampur dengan praktik adat. Intervensi Belanda dalam konflik antara Kaum Padri dengan Kaum Adat berujung [[Perang Padri|perang yang mengakibatkan Minangkabau berada di bawah kolonialisme Belanda]]. Pada awal abad berikutnya, [[Ahmad Khatib Al-Minangkabawi|Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi]], diikuti oleh murid-muridnya, mengangkat kembali gagasan pemurnian Islam. Mereka, belakangan dijuluki sebagai ulama Kaum Muda, mencetuskan gerakan pembaruan Islam yang ditandai dengan maraknya penerbitan media massa Islam seperti [[Al-Munir (majalah)|''Al-Munir'']] dan pembukaan lembaga pendidikan modern seperti [[Sumatra Thawalib]].
 
Gerakan pembaruan Islam sempat ditentang oleh ulama Kaum Tua yang berafiliasi dengan teraket dan Kaum Adat yang bertahan dengan hukum waris adat menurut garis keturunan ibu. Ketegangan antara Kaum Muda dengan Kaum Tua dan Kaum Adat segera melebur dalam usaha bersama melawan kolonialisme Belanda, kristenisasi, dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Seiring meleburnya Minangkabau ke dalam wilayah administratif SumatraSumatera Barat pasca-kemerdekaan, istilah ulama Minangkabau bergeser ke ulama yang lahir maupun berkiprah di SumatraSumatera Barat.
 
== Masuknya Islam ==
{{utama|Islam di SumatraSumatera Barat}}
[[Berkas:Surau_Gadang_Syekh_Burhanuddin_2020_01.jpg|jmpl|220x220px|Surau Gadang Syekh Burhanuddin di [[Ulakan Tapakis, Padang Pariaman|Ulakan]]]]
Kapan dan dari mana masuknya Islam di SumatraSumatera Barat masih menjadi perdebatan para ahli sejarah. Terdapat indikasi bahwa pantai timur Sumatra telah disinggahi saudagar-saudagar Islam sejak abad ke-7,<ref>{{cite book
|author = Djokosurjo
|url = http://books.google.co.id/books?ei=InXNUcC5G5DRrQe6j4CoBA&hl=id&id=UMDXAAAAMAAJ&dq=Agama+dan+Perubahan+Sosial%3A+Studi+antara+Islam%2C+Masyarakat+dan+Struktur+Sosial-Politik+di+Indonesia&q=Minangkabau+timur++148#search_anchor
Baris 89:
| archive-url = https://web.archive.org/web/20121103154810/http://sumbaronline.com/berita-11142-perjalanan-syekh-burhanuddin-ulakan1-.html
| dead-url = yes
}}</ref><ref name=Boestami>Boestami, dkk. (1981). ''Aspek Arkeologi Islam Tentang Makam dan Surau Syekh Burhanuddin Ulakan'', Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala SumatraSumatera Barat, Padang. Hlm. 20.</ref> Syekh Burhanuddin yang menetap di nagari [[Ulakan Tapakis, Padang Pariaman|Ulakan, Pariaman]] merupakan murid dari ulama besar asal Aceh, [[Abdurrauf Singkil|Syekh Abdurrauf Singkil]].<ref name=Boestami/> Sebaliknya terdapat pula ulama Minangkabau bernama [[Teungku Di Ujung|Syekh Halilullah]] (bahasa Aceh: ''Teungku di Ujong'') yang turut membantu [[Kesultanan Aceh]] dalam menyebarkan Islam di [[Pulau Simeulue]].<ref>{{Cite web |url=http://www.wisatamelayu.com/id/tour/1575-Makam-Teungku-Di-Ujung-/navgeo |title=Makam Tengku di Ujung |access-date=2013-06-02 |archive-date=2013-09-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20130927183642/http://www.wisatamelayu.com/id/tour/1575-Makam-Teungku-Di-Ujung-/navgeo |dead-url=yes }}</ref><ref>{{cite book
|url = http://books.google.co.id/books?id=1jjalLbkJrkC&pg=PA81&dq=halilullah+simeulue&hl=id&sa=X&ei=H8THUcWOF8jyrQfBtYGgCg&ved=0CD4QuwUwAw#v=onepage&q=halilullah%20simeulue&f=false
|title = The Smong Wafe from Simeulue: Awakening and Changing. Post Tsunami Strategic Development of Regency of Simeuleu
Baris 106:
Agama Islam di [[Kerajaan Kutai]] juga disebarkan Datuk Ri Bandang bersama-sama [[Tuan Tunggang Parangan]] pada masa pemerintahan Raja Aji Mahkota, yang memerintah antara tahun 1525 hingga 1589. Sementara Datuk Ri Bandang kembali ke Sulawesi, Tuan Tunggang Parangan menetap di sana dan berperan besar dalam menyebarkan Islam sehingga rakyat [[Kerajaan Kutai Martapura|Kutai]], [[Kalimantan Timur]] akhirnya banyak yang memeluk Islam.<ref>''[http://www.sapos.co.id/index.php/berita/detail/Rubrik/17/9657 Ada Tiga Makam Keramat di Desa Kutai Lama]'', Samarinda Pos Online, edisi Sabtu, 20 November 2010.</ref><ref>[http://books.google.co.id/books?id=HiZvFZbm6sgC&pg=PA79&lpg=PA79&dq=Datuk+Ri+Tiro&source=bl&ots=OVQPY9HjCU&sig=bdTusXah_SxwD6VsIuQvGIZ-9K4&hl=en&sa=X&ei=jiUAUYWUBMi4rAfyrYHwCw&ved=0CE0Q6AEwBDgK#v=snippet&q=Tuan%20Tunggang%20Parang&f=false Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah nasional Indonesia, Volume 3] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150119080854/http://books.google.co.id/books?id=HiZvFZbm6sgC&pg=PA79&lpg=PA79&dq=Datuk+Ri+Tiro&source=bl&ots=OVQPY9HjCU&sig=bdTusXah_SxwD6VsIuQvGIZ-9K4&hl=en&sa=X&ei=jiUAUYWUBMi4rAfyrYHwCw&ved=0CE0Q6AEwBDgK#v=snippet&q=Tuan%20Tunggang%20Parang&f=false |date=2015-01-19 }}, hlm 167, 294.</ref>
 
Datuk Ri Bandang dan Datuk Ri Tiro disebutkan juga sebagai dua orang tokoh yang membawa agama Islam ke [[Kabupaten Bima|Bima]], [[Nusa Tenggara Barat]].<ref name=Hanta/> Masyarakat Bima menyelenggarakan sebuah upacara bernama ''Hanta Ua Pua'' untuk memperingati [[Maulid Nabi]] dan masuknya Islam ke Bima oleh para penyebar agama tersebut.<ref name=Hanta>http://www.wisatanews.com [http://www.wisatanews.com/more.php?id=1216 Tradisi Hanta Ua Pua, Bentuk Penghormatan Atas Rasulullah dan Ulama] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131014120919/http://www.wisatanews.com/more.php?id=1216 |date=2013-10-14 }}</ref>
 
=== Jawa ===
Baris 112:
Tidak tertutup kemungkinan pula bahwa di tanah Jawa terdapat ulama keturunan Minangkabau. Masyarakat di kota [[Lasem]], [[Jawa Tengah]], mengenal seorang tokoh bernama Sultan Mahmud atau juga disebut ''Sultan Minangkabaui''. Menurut cerita rakyat, Sultan Mahmud terdampar di Lasem, dan kemudian menjadi murid [[Sunan Bonang]] (1565-1525). Menurut cucu [[Ali Maksum|KH Ma’shum]], Muhammad Zaim bin Ahmad, kakeknya merupakan keturunan dari tokoh Sultan Mahmud tersebut.<ref>[http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=32547 Walisongo Ada yang Keturunan Minangkabau?] Padang Ekspres, 25 Juli 2012. Diakses 3 Juni 2013.</ref>
=== Filipina ===
Tokoh Minangkabau telah tercatat dalam ''Tarsilah Sulu'' pernah sampai ke [[Sulu]] di Filipina Selatan, di antaranya [[Raja Bagindo]] (bahasa Sulu: ''Rajah Baguinda'') yang sampai di Sulu<ref>Shiv Shanker Tiwary & P.S. Choudhary, Encyclopaedia Of Southeast Asia and Its Tribes, 2009</ref> pada sekitar tahun 1397<ref>Majul, Cesar Adib, (1981/1987), ''Islam in the Philippines''. Manila: University of the Philippines (ed. ke-4), 1981. Terjemahan Indonesia: ''Moro, Pejuang Muslim Filipina Selatan'', Jakarta: Al-Hilal, 1987.</ref> setelah sebelumnya singgah di [[Zamboanga]] dan [[Basilan]].<ref>''[http://www.ranaocouncil.com/history/?id=9 The Coming of Islam to Sulu] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131223123039/http://www.ranaocouncil.com/history/?id=9|date=2013-12-23}}'', The Official Website of the Ranao Council, Inc. © 2006. Diakses 14 Juni 2013.</ref> Selain Filipina Selatan ([[Mindanao]]), Raja Bagindo yang diperkirakan hidup pada akhir abad ke-14 itu disebutkan pula turut menyebarkan Islam ke Kalimantan bagian utara, yakni [[Brunei]], [[Serawak]], dan [[Sabah]]. Ia juga merupakan pendiri [[Kesultanan Sulu]].<ref>{{cite web|title=Kerinduan Orang-Orang Moro|url=http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1990/06/23/SEL/mbm.19900623.SEL18854.id.html|publisher=Tempo|accessdate=23 Juni 1990|archive-date=2011-05-15|archive-url=https://web.archive.org/web/20110515202427/http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1990/06/23/SEL/mbm.19900623.SEL18854.id.html|dead-url=yes}}</ref>
 
Antropolog [[Mochtar Naim]] menyatakan bahwa seorang tokoh lain bernama [[Raja Sulaeman]], yang diperkirakan keturunan Minangkabau, telah menyiarkan Islam sampai ke [[Manila]] (1570) sebelum kedatangan kolonialis [[Spanyol]] di sana.<ref name="Naim">{{cite book|last=Naim|first=Mochtar|year=1971|url=http://books.google.co.id/books?id=Nk_YHFT4q30C&printsec=frontcover&dq=Merantau:+Causes+and+Effects+of+Minangkabau+Voluntary+Migration,+1971.&hl=id&sa=X&ei=YoTNUe_OJ4_RrQf3hYDQCw&ved=0CDEQuwUwAA#v=onepage&q=25&f=false|title=Merantau: Causes and Effects of Minangkabau Voluntary Migration (Occasional Paper No. 5)|publisher=Institute of Southeast Asian Studies|pages=19|authorlink=Mochtar Naim}}</ref>
Baris 118:
== Gerakan Padri dan intervensi Belanda ==
{{utama|Perang Padri}}
[[Tiga Orang Haji|Tiga orang ulama]] yang kembali dari ibadah haji mereka pada tahun 1803, yaitu [[Haji Miskin]], [[Haji Piobang]], dan [[Haji Sumanik]], menjadi penganjur gerakan puritanisme agama Islam di SumatraSumatera Barat.<ref name="Assyaukanie">{{cite book
|url = http://books.google.co.id/books?id=H8ZEwdcxQX0C&pg=PA35&dq=Harimau+nan+Salapan+Dobbin&hl=en&sa=X&ei=5zTJUfC1JsSHrAe-54GQDw&ved=0CDoQuwUwAQ#v=onepage&q=Harimau%20nan%20Salapan%20Dobbin&f=false
|last = Assyaukanie
Baris 133:
[[Berkas:Tuanku Imam Bonjol.jpg|ka|jmpl|165px|[[Tuanku Imam Bonjol]]; ulama Minangkabau abad ke-19]]
 
[[Tuanku Imam Bonjol]] (1772–1864) adalah ulama dari [[Bonjol, Pasaman|Bonjol]], [[Kabupaten Pasaman|Pasaman]], yang kemudian menjadi salah seorang pemimpin dalam [[Perang Padri]].<ref name="Hadler">{{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=9s9bgIXJKk4C&pg=PA26&dq=Harimau+nan+Salapan&hl=en&sa=X&ei=WzLJUc_2D4vArAenl4C4DA&redir_esc=y#v=onepage&q=Harimau%20nan%20Salapan&f=false|last=Hadler|first=Jeffrey|authorlink=|coauthors=|title=Muslims and Matriarchs: Cultural Resilience in Indonesia Through Jihad and Colonialism|year=2008|publisher=Cornell University Press|page=26|location=|id=|accessdate=25 Juni 2013 }}</ref> Ia menjadi pemimpin setelah wafatnya Haji Miskin dan [[Tuanku Nan Renceh]] yang memimpin Kaum Padri sebelumnya.<ref name="Hadler" /> Tuanku Imam Bonjol kemudian mendapat gelar Pahlawan Nasional Indonesia atas perjuangannya dalam melawan kolonialisme.<ref name="Radjab">{{cite book|last=Radjab|first=M.,|authorlink=Muhamad Radjab|coauthors=|title=Perang Paderi di SumatraSumatera Barat, 1803-1838|year=1964|publisher=Balai Pustaka|location=|id= }}</ref> Selain Tuanku Imam Bonjol, dalam pergerakan ini bergabung pula [[Tuanku Tambusai]] dan [[Tuanku Rao]] yang kemudian menyebarkan Islam di [[Tapanuli]], Sumatera Utara.
 
Pada tahun 1821, Kaum Adat meminta dukungan [[Belanda]] untuk mengatasi Kaum Padri.<ref name="Sudarmanto"/> Namun Belanda malah memanfaatkannya untuk memperluas daerah kekuasaannya sendiri sehingga pada tahun 1833, Kaum Adat bergabung bersama Kaum Padri melawan Belanda.<ref name="Sudarmanto">{{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=a53K2ngY_Y8C&pg=PA207&dq=kaum+adat+belanda&hl=en&sa=X&ei=eo3JUczPO4norQel74CgCg&ved=0CEAQuwUwAg#v=onepage&q=kaum%20adat%20belanda&f=false|last=Sudarmanto|first=J.B.|authorlink=|coauthors=|title=Jejak-Jejak Pahlawan: Perekat Kesatuan Bangsa Indonesia|year=2007|publisher=Grasindo|page=207-208|location=|id=|accessdate=25 Juni 2013 }}</ref> Meskipun pada akhirnya peperangan ini dimenangkan oleh Belanda, sejarawan [[Merle Ricklefs]] berpendapat bahwa Perang Padri meninggalkan kesan yang mendalam di tengah-tengah masyarakat Minangkabau.<ref name="Ricklefs">Wawancara [[Merle C. Ricklefs]] dengan [[Rasjidi]], 7 September 1977. Dalam {{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=H8ZEwdcxQX0C&pg=PA35&dq=Harimau+nan+Salapan+Dobbin&hl=en&sa=X&ei=5zTJUfC1JsSHrAe-54GQDw&ved=0CDoQuwUwAQ#v=onepage&q=Harimau%20nan%20Salapan%20Dobbin&f=false|last=Assyaukanie|first=Luthfi|authorlink=|coauthors=|title=Islam and the Secular State in Indonesia (ISEAS series on Islam)|year=2009|publisher=Institute of Southeast Asian Studies|page=92|location=|id=|accessdate=25 Juni 2013 }}</ref> Masyarakat menjadi berkomitmen terhadap ajaran Islam yang ortodoks, serta peranan Islam sebagai bagian dalam adat dan kebiasaan masyarakat menjadi amat kuat.<ref name="Ricklefs"/>
Baris 162:
<!-- Catatan: Perlu tidak Syekh Muhammad Thaib Umar Sunggayang? Atau sudah terlalu crowded? (Naval Scene) -->[[Muhammad Saad Mungka|Syekh Muhammad Saad Mungka]] (1857–1942) adalah ulama pendukung tradisi tarikat, yang pernah dua kali mukim di Mekkah (1884–1900 dan 1912–1915).<ref name="Djohan Effendi"/> Ia sezaman dengan Syekh Ahmad Khatib, dan keduanya terlibat polemik mengenai tarikat.<ref name="Djohan Effendi"/> [[Syekh Khatib Ali]] dan [[Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi|Syekh Muhammad Dalil]] (juga dipanggil Syekh Bayang, 1864–1923) adalah tokoh-tokoh polemik ulama pendukung tradisi yang cukup menonjol. Di sisi lain, [[Abbas bin Abdi Wahab Ladang Laweh|Syekh Abbas Qadhi]] dari Ladang Laweh melakukan modifikasi pendidikan surau, dengan mendirikan pendidikan dasar bersistem sekolah Arabiyah School.<ref name="Djohan Effendi"/> Ia meminta [[Sulaiman Ar-Rasuli|Syekh Sulaiman Ar-Rasuli]] (juga dipanggil Inyiak Canduang, 1871–1970) membuka sekolah pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga Syekh Sulaiman mendirikan [[Tarbiyah|Madrasah Tarbiyah Islamiyah]] untuk menampung lulusan Arabiyah School.<ref name="Djohan Effendi"/> Syekh Sulaiman juga mengajak [[Syekh Abdul Wahid]] dari Tabek Gadang, [[Muhammad Jamil Jaho|Syekh Muhammad Jamil Jaho]] dari Padang Panjang, dan [[Syekh Arifin Al-Arsyadi]] dari Batuhampar untuk mengembangkan pendidikan bersistim sekolah.<ref name="Djohan Effendi"/> [[Persatuan Tarbiyah Islamiyah|Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti)]] (1930) kemudian menjadi organisasi wadah dalam mengembangkan pendidikan di kalangan mereka.<ref name="Djohan Effendi"/>
 
Keprihatinan atas kondisi sosial, politik, dan ekonomi pasca-kemerdekaan Indonesia dan di SumatraSumatera Barat pada khususnya, membuat ketegangan antara kedua kelompok ulama tersebut kemudian memudar.<ref name="Gusti Asnan" /> Kedua kelompok kemudian bertemu tanggal 10 Desember 1950, disusul dengan konferensi besar mubaligh dan alim ulama pada 21–23 April 1951.<ref name="Gusti Asnan" /> Konferensi ini dihadiri wakil-wakil ulama dari hampir semua daerah di SumatraSumatera Barat, serta sedikit dari Riau dan Jambi, yang umumnya adalah ulama yang berasal dari atau pernah belajar di SumatraSumatera Barat.<ref name="Gusti Asnan" /> Diputuskanlah misi bersama untuk mencerdaskan kehidupan para pemuda melalui pendidikan Islami, sehingga mereka bersatu dan mendirikan suatu sekolah tinggi Perguruan Tinggi Islam Sumatra Tengah.<ref name="Gusti Asnan" /> Para pemuka kedua kelompok, seperti Ibrahim Musa Parabek, Sulaiman Ar-Rasuli, [[Mansoer Daoed Dt. Palimo Kayo]], Darwis Dt. Batu Besar, Nazaruddin Thaher, [[Sa'adoeddin Djambek]], dan A. Malik Sidik, bersama-sama terlibat dalam kepengurusannya.<ref name="Gusti Asnan">{{cite book
|title = Memikir Ulang Regionalisme: SumatraSumatera Barat Tahun 1950-an
|first = Gusti
|last = Asnan
Baris 176:
== Masa pergerakan hingga kemerdekaan ==
<!-- Catatan: Berikan pengantar tentang fokus pada paruh kedua abad ke-20, yang lebih kepada pergerakan menuju kemerdekaan. (Naval Scene)-->[[Berkas:Abdul_Malik_Karim_Amrullah,_Pekan_Buku_Indonesia_1954,_p217.jpg|jmpl|197x197px|Hamka]]
Menantu dan anak Haji Rasul, yaitu [[Ahmad Rasyid Sutan Mansur|AR Sutan Mansur]] (1895–1985) dan [[Hamka|Abdul Malik Karim Amrullah]] (Hamka, 1908–1981), menjadi ulama terkenal pada masa pergerakan hingga setelah kemerdekaan Indonesia. AR Sutan Mansur pernah memimpin [[Muhammadiyah]].<ref>{{cite web |url=http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/08/09/28/7643-ahmad-rasyid-sutan-mansur-mengembangkan-muhammadiyah-di-sumbar |title=Ahmad Rasyid Sutan Mansur, Mengembangkan Muhammadiyah di Sumbar |first= |last= |work=Republika Online |date=28 September 2008 |accessdate=1 Juni 2013 |archive-date=2012-02-15 |archive-url=https://web.archive.org/web/20120215152202/http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/08/09/28/7643-ahmad-rasyid-sutan-mansur-mengembangkan-muhammadiyah-di-sumbar |dead-url=yes }}</ref> Sementara itu, Hamka selain menjadi pemimpin Muhammadiyah (1953–1971), juga dikenal sebagai ulama internasional dan sastrawan. Dia dianugerahi gelar [[Pahlawan Nasional Indonesia]] atas jasa-jasanya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.<ref name="Shobahussurur"/>
 
[[Mohammad Natsir]] (1908–1993) adalah seorang ulama sekaligus tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia kelahiran [[Alahan Panjang, Lembah Gumanti, Solok|Alahan Panjang]], [[Lembah Gumanti, Solok|Lembah Gumanti]], [[Kabupaten Solok]].<ref name="Thohir">{{cite book|language=Indonesian|title=M. Natsir, Dakwah Dan Pemikirannya|last=Luth|first=Thohir|year=1999|publisher=Gema Insani Pers|location=|url=http://books.google.co.id/books?id=22p8BWSShmgC&pg=PA25&dq=natsir+prri&hl=en&sa=X&ei=TG_JUb3-FpHyrQeui4CwAQ&ved=0CDgQuwUwAQ#v=onepage&q=natsir%20prri&f=false|id= ISBN 979-561-551-3; 9789795615514|ref=|page=21-27}}</ref> Ia pernah menjabat sebagai Presiden Liga Muslim se-Dunia, Ketua Dewan Masjid se-Dunia serta pemimpin partai politik [[Masyumi]], serta pernah menjadi [[Daftar Perdana Menteri Indonesia|Perdana Menteri Indonesia]].<ref name="Thohir"/> Natsir dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia atas jasa-jasanya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, meskipun sebelumnya pernah bergabung dengan [[PRRI]] tahun 1958 untuk menentang [[Demokrasi Terpimpin]] pada masa [[Orde Lama]], dan sebagai pembangkang penanda-tangan [[Petisi 50]] pada masa [[Orde Baru]].<ref name="Thohir"/><ref>{{cite book|language=|title=Mohammad Natsir dalam Sejarah Politik Indonesia: Peran dan Jasa Mohammad Natsir dalam Dua Orde Indonesia|last=Dzulfikriddin|first=M.|year=2010|publisher=Mizan|location=Bandung|url=http://books.google.com/books?id=T1VoE-YgYD0C|isbn=978-979-433-578-9|ref=harv}}</ref><ref name="Tempo">{{cite news|title=SumatraSumatera Barat Sambut Gelar Pahlawan Nasional Natsir|url=http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2008/11/05/brk,20081105-144156,id.html|language=|work=[[Tempo Interaktif|Majalah Tempo Interaktif]]|date=2008-11-05|accessdate=2012-05-28|archiveurl=https://www.webcitation.org/62melaITI?url=http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2008/11/05/brk,20081105-144156,id.html|archivedate=2011-10-29|ref={{harvid|Tempo 2008, SumatraSumatera Barat Sambut}}|dead-url=no}}</ref>
 
Di Malaysia, [[Burhanuddin al-Hilmi]] merupakan ulama Minangkabau yang terjun ke dalam pergerakan kemerdekaan. Selepas [[Perang Dunia II]], Burhanuddin mendirikan [[Parti Kebangsaan Melayu Malaya]] (PKMM). Parti ini menuntut kemerdekaan penuh bagi [[Semenanjung Melayu]] dan menentang segala bentuk penjajahan Inggris.<ref>{{cite book|last=Federspiel|first=Howard M.|title=Sultans, shamans, and saints: Islam and Muslims in Southeast Asia|url=http://books.google.com.au/books?id=5Qf39DpguysC&pg=PA177&dq=%22burhanuddin+al-helmy%22&hl=en&ei=YSshTN6CMI2Wca2A2SY&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=9&ved=0CE4Q6AEwCA#v=onepage&q=%22burhanuddin%20al-helmy%22&f=false|year=2007|publisher=University of Hawaii Press|isbn=0824830520|page=177}}</ref>