Ulama Minangkabau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8.1
Al Asyi (bicara | kontrib)
Baris 180:
}}</ref> Selain itu, Haji Abdullah Ahmad juga menerbitkan majalah ''[[Al-Munir (majalah)|Al-Munir]]'' (1911) di Padang, yang mengusung ide kesesuaian Islam dengan sains dan rasionalitas modern.<ref name="Assyaukanie"/><ref name="Djohan Effendi"/> Ulama lainnya [[Ibrahim Musa|Syekh Ibrahim Musa]] (Inyiak Parabek, 1882–1963), berasal dari Parabek, [[Bukittinggi]], turut mendirikan Sumatra Thawalib; di mana Syekh Ibrahim Musa mengelola sekolah cabang di Parabek, Bukittinggi, sedangkan Haji Rasul mengelola cabang di [[Padangpanjang]].<ref name="Djohan Effendi"/>
<!-- Catatan: Perlu tidak Syekh Muhammad Thaib Umar Sunggayang? Atau sudah terlalu crowded? (Naval Scene) -->[[Berkas:Ulama Minangkabau Guru Ummat.jpg|jmpl|260x260px|Duduk dari kanan: [[Daud Rasyidi|Syekh Daud Rasyidi]], [[Muhammad Jamil Jambek|Syekh Djamil Djambek]], [[Sulaiman Ar-Rasuli|Syekh Sulaiman Ar-Rasuli]] (Inyiak Canduang), [[Ibrahim Musa|Syekh Ibrahim Musa]] (Inyiak Parabek), [[Abdullah Ahmad|Syekh DR. Abdullah Ahmad]]]]
[[Muhammad Saad Mungka|Syekh Muhammad Saad Mungka]] (1857–1942) adalah ulama pendukung tradisi tarikat, yang pernah dua kali mukim di Mekkah (1884–1900 dan 1912–1915).<ref name="Djohan Effendi"/> Ia sezaman dengan Syekh Ahmad Khatib, dan keduanya terlibat polemik mengenai tarikat.<ref name="Djohan Effendi"/> [[Syekh Khatib Ali]] dan [[Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi|Syekh Muhammad Dalil]] (juga dipanggil Syekh Bayang, 1864–1923) adalah tokoh-tokoh polemik ulama pendukung tradisi yang cukup menonjol. Di sisi lain, [[Abbas bin Abdi Wahab Ladang Laweh|Syekh Abbas Qadhi]] dari Ladang Laweh melakukan modifikasi pendidikan surau, dengan mendirikan pendidikan dasar bersistem sekolah Arabiyah School.<ref name="Djohan Effendi"/> Ia meminta [[Sulaiman Ar-Rasuli|Syekh Sulaiman Ar-Rasuli]] (juga dipanggil Inyiak Canduang, 1871–1970) membuka sekolah pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga Syekh Sulaiman mendirikan [[Tarbiyah|Madrasah Tarbiyah Islamiyah]] untuk menampung lulusan Arabiyah School.<ref name="Djohan Effendi"/> Syekh Sulaiman juga mengajak [[Syekh Abdul Wahid]] dari Tabek Gadang, [[Muhammad Jamil Jaho|Syekh Muhammad Jamil Jaho]] dari Padang Panjang, dan [[Syekh Arifin Al-Arsyadi]] dari Batuhampar untuk mengembangkan pendidikan bersistim sekolah.<ref name="Djohan Effendi"/> [[Persatuan Tarbiyah Islamiyah|Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti)]] (1930) kemudian menjadi organisasi wadah dalam mengembangkan pendidikan di kalangan mereka.<ref name="Djohan Effendi"/>
 
Keprihatinan atas kondisi sosial, politik, dan ekonomi pasca-kemerdekaan Indonesia dan di Sumatra Barat pada khususnya, membuat ketegangan antara kedua kelompok ulama tersebut kemudian memudar.<ref name="Gusti Asnan" /> Kedua kelompok kemudian bertemu tanggal 10 Desember 1950, disusul dengan konferensi besar mubaligh dan alim ulama pada 21–23 April 1951.<ref name="Gusti Asnan" /> Konferensi ini dihadiri wakil-wakil ulama dari hampir semua daerah di Sumatra Barat, serta sedikit dari Riau dan Jambi, yang umumnya adalah ulama yang berasal dari atau pernah belajar di Sumatra Barat.<ref name="Gusti Asnan" /> Diputuskanlah misi bersama untuk mencerdaskan kehidupan para pemuda melalui pendidikan Islami, sehingga mereka bersatu dan mendirikan suatu sekolah tinggi Perguruan Tinggi Islam Sumatra Tengah.<ref name="Gusti Asnan" /> Para pemuka kedua kelompok, seperti Ibrahim Musa Parabek, Sulaiman Ar-Rasuli, [[Mansoer Daoed Dt. Palimo Kayo]], Darwis Dt. Batu Besar, Nazaruddin Thaher, [[Sa'adoeddin Djambek]], dan A. Malik Sidik, kemudian bersama-sama terlibat dalam kepengurusannya.<ref name="Gusti Asnan">{{cite book