Umar bin Abdul Aziz: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
(5 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 45:
|kunya= ''Abu ʿAbdillah''}}
}}
'''Umar bin Abdul Aziz''' ({{lang-ar|عُمَر بْن عَبْد الْعَزِيز بْن مَرْوَان|translit=ʿUmar ibn ʿAbd al-ʿAzīz ibn Marwān}}; {{Circa|680}}{{Snd}}Februari 720), juga dikenal dengan nama '''Umar II''' ({{lang-ar|عمر الثاني|translit=ʿUmar ats-Tsānī}}), adalah [[khalifah]] [[Kekhalifahan Umayyah]] kedelapan, yang memerintah dari tahun 717 hingga kematiannya pada tahun 720. Ia dianggap telah melakukan reformasi yang signifikan terhadap pemerintahan pusat Umayyah, dengan menjadikannya jauh lebih efisien dan egaliter. Pemerintahannya ditandai dengan pengumpulan [[hadis]] resmi pertama dan mandat pendidikan universal kepada masyarakat.
 
Dia mengirim utusan ke [[Tiongkok]] dan [[Tibet]], mengundang penguasa mereka untuk menerima [[Islam]]. Selama tiga tahun pemerintahannya, Islam diterima oleh sebagian besar penduduk [[Persia]] dan [[Mesir]]. Ia juga memerintahkan penarikan pasukan Muslim di berbagai front seperti di [[Konstantinopel]], [[Asia Tengah]] dan [[Septimania]]. Meskipun selama pemerintahannya, Bani Umayyah telah memperoleh banyak wilayah taklukan baru di [[Semenanjung Iberia]]. Umar dianggap oleh banyak Muslim sebagai [[mujaddid|''mujaddid'']] pertama dan ''[[Khulafaur Rasyidin]]'' kelima, selain [[Hasan bin Ali]] menurut beberapa [[Ulama|cendekiawan Muslim]]. Ia dihormati sebagai "Umar II" karena kemiripan karakternya dengan kakek buyutnya dari pihak ibu, khalifah [[Umar bin Khattab]].
 
Umar dianggap oleh banyak orang sebagai [[mujaddid|''mujaddid'']] pertama dan ''[[Khulafaur Rasyidin]]'' kelima, selain [[Hasan bin Ali]] menurut beberapa [[Ulama|cendekiawan Muslim]]. Ia dihormati sebagai ''Umar ats-Tsānī'' (Umar II) karena kemiripan karakternya dengan kakek buyutnya dari pihak ibu, khalifah [[Umar bin Khattab]].
 
== Kehidupan awal ==
Baris 79 ⟶ 77:
<blockquote>Barangsiapa masuk Islam, baik Nasrani, Yahudi atau Majusi, di antara mereka yang sekarang dikenai pajak dan yang bergabung dengan Muslim [masuk Islam] di tempat tinggalnya, meninggalkan tempat tinggal sebelumnya{{sic}}, maka ia mempunyai hak dan kewajiban yang sama seperti yang mereka [orang-orang Muslim] miliki, dan mereka [orang-orang Muslim] wajib bergaul dengannya dan memperlakukannya sebagai salah satu dari mereka.{{sfn|Gibb|1955|p=3}}</blockquote>
 
Mungkin untuk mencegah potensi pukulan balik dari penentang langkah-langkah pemerataan, Umar memperluas upaya Islamisasi yang terus menguat di bawah pemerintahan pendahulu Marwaniyah. Upaya tersebut mencakup langkah-langkah untuk membedakan Muslim dari non-Muslim dan pengukuhan [[ikonoklasme]] Islam.{{sfn|Blankinship|1994|p=32}} Menurut [[Khalid Yahya Blankinship]], Dia menghentikan ritual untuk mengutuk Khalifah [[Ali bin Abi Thalib]] ({{reign|656|661}}), sepupu dan menantu Muhammad, dalam khotbah [[sholat Jumat]] yang sudah menjadi tradisi bagi Bani Umayyah.{{sfn|Blankinship|1994|p=32–33}} Berdasarkan keadaan umat Islam saat itu, Umar kemudian memerintahkan pengumpulan [[hadis]] (perkataan dan tindakan yang dikaitkan dengan nabi Islam [[Muhammad]]) pertama secara resmi, karena khawatir sebagian di antaranya akan hilang.{{sfn|Blankinship|1994|p=32–35}}
 
===Pemerintahan provinsi===
Baris 95 ⟶ 93:
Suatu saat pada tahun 717, dia mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Ibnu Hatim bin an-Nu'man al-Bahili ke [[Azerbaijan (Iran)|Adharbayjan]] untuk membubarkan sekelompok orang Turki yang telah melancarkan serangan yang merusak terhadap provinsi tersebut.{{sfn|Cobb|2000|p=821}} Pada tahun 718, ia berturut-turut mengerahkan pasukan Irak dan Suriah untuk menekan pemberontakan [[Khawarij]] di Irak, meskipun beberapa sumber mengatakan pemberontakan tersebut berhasil diselesaikan secara diplomatis.{{sfn|Cobb|2000|p=821}}
 
Umar sering dianggap sebagai seorang pasifis oleh sumber-sumber tersebut dan Cobb mengaitkan kelelahan khalifah dengan perang karena kekhawatiran akan berkurangnya dana perbendaharaan kekhalifahan.{{sfn|Cobb|2000|p=821}} Wellhausen menegaskan bahwa Umar "tidak menyukai perang penaklukan, karena dia tahu betul bahwa perang tersebut dilakukan bukan demi Tuhan, melainkan demi rampasan".{{sfn|Wellhausen|1927|p=268}} Meskipun begitu, Blankinship menganggap alasan ini "tidak cukup".{{sfn|Blankinship|1994|p=33}} Ia berpendapat bahwa bangsa Arab menghadapi kerugian besar dalam pengepungan mereka yang gagal terhadap Konstantinopel, termasuk penghancuran angkatan laut mereka, yang menyebabkan Umar melihat posisinya di Andalusia, dipisahkan oleh wilayah Kekhalifahan lainnya melalui laut, teruta,aterutama [[Kilikia]] yang sangat rentan terhadap serangan Bizantium. Oleh karena itu, dia memilih untuk menarik pasukan Muslim dari kedua wilayah tersebut. Perhitungan yang sama menyebabkan dia mempertimbangkan penarikan pasukan Muslim dari Transoxiana untuk menopang pertahanan Suriah.{{sfn|Blankinship|1994|pp=33–34}} Shaban memandang upaya Umar untuk mengekang serangan terkait dengan kebencian elemen tentara Yamani, yang menurut Shaban dominan secara politik di bawah pemerintahan Umar, dikarenakan penempatan posisi mereka yang berlebihan di ketentaraan.{{sfn|Blankinship|1994|p=33}}
Meskipun ia menghentikan ekspansi lebih lanjut ke arah timur, masuknya Islam di sejumlah kota di Transoxiana menghalangi penarikan pasukan Arab dari sana oleh Umar.{{sfn|Wellhausen|1927|pp=268–269}}{{sfn|Wellhausen|1927|p=269}} Selama masa pemerintahannya, pasukan Muslim di Andalusia menaklukkan dan membentengi kota pesisir Mediterania [[Narbonne]] di Prancis modern.{{sfn|Wellhausen|1927|p=269, note 1}}
Baris 102 ⟶ 100:
Dalam perjalanan kembali dari Damaskus ke [[Aleppo]] atau mungkin ke tanah miliknya di Khunasirah, Umar jatuh sakit.{{sfn|Cobb|2000|p=822}} Ia meninggal antara tanggal 5 Februari dan 10 Februari 720,{{sfn|Cobb|2000|p=822}} pada usia 37 tahun,{{sfn|Wellhausen|1927|p=311}} di desa [[Dayr Syarqi|Dayr Sim'an]] (juga disebut Dayr al-Naqira) dekat [[Ma'arrat an-Nu'man]].{{sfn|Cobb|2000|p=822}} Umar telah membeli sebidang tanah di sana dengan dananya sendiri dan dimakamkan di desa tersebut, di mana reruntuhan makamnya, yang dibangun pada tanggal yang tidak diketahui, masih terlihat.{{sfn|Cobb|2000|p=822}} Setelah kematian Umar, [[Yazid II]] dinominasikan sebagai khalifah kesembilan.{{sfn|Kennedy|2004|p=107}}
 
==Warisan==
Pandangan yang sepakat dalam sumberSumber-sumber tradisional Muslim adalahsepakat bahwa Umar adalah orang yang saleh dan memerintah seperti seorang Muslim sejati yang bertentangan dengan khalifah Umayyah lainnya, yang umumnya dianggap sebagai "perampas kekuasaan, tiran, dan pemimpin zalim yang [seolah] tidak bertuhan".{{sfn|Kennedy|2004|p=106}} Tradisi tersebut mengakui Umar sebagai khalifah otentik, sedangkan Bani Umayyah lainnya hanya dipandang sebagai raja.{{sfn|Hawting|2000|p=77}} Dalam pandangan Hawting, hal ini antara lain didasarkan pada fakta sejarah dan watak serta tindakan Umar. Ia berpendapat bahwa Umar "benar-benar seperti yang ditunjukkan oleh semua bukti, dia adalah orang yang terhormat, bermartabat, dan seorang penguasa yang patut dihormati."{{sfn|Hawting|2000|p=72}} Karena masa jabatannya yang terbilang singkat, sulit untuk menilai pencapaian kekhalifahan dan motifnya.{{sfn|Hawting|2000|p=77}} Memang benar, Kennedy menyebut Umar sebagai "karakter paling membingungkan di antara para penguasa Marwaniyah."{{sfn|Kennedy|2004|p=106}} Sejarawan modern sepakat bahwa Umar "adalah seorang individu saleh yang berusaha memecahkan masalah-masalah pada zamannya dengan cara yang dapat mendamaikan kebutuhan dinasti dan negaranya dengan tuntutan Islam".{{sfn|Hawting|2000|p=77}} Dalam penilaian [[H. A. R. Gibb|H.A.R. Gibb]], Umar bertindak mencegah runtuhnya kekhalifahan dengan "menjaga persatuan bangsa Arab; menghilangkan keluhan dari para ''mawālī''"; dan mendamaikan kehidupan politik dengan klaim agama."{{sfn|Gibb|1955|p=2}}
 
== Silsilah ==
Baris 146 ⟶ 144:
*{{cite book |last1=Mourad |first1=Suleiman Ali |title=Early Islam Between Myth and History: Al-Ḥaṣan Al-Baṣrī (d. 110H/728CE) and the Formation of His Legacy in Classical Islamic Scholarship |date=2006 |publisher=Brill |location=Leiden |isbn=90-04-14829-9 |url=https://books.google.com/books?id=BrPCUtkOKMUC |ref=harv}}
*{{The History of al-Tabari |volume=24 |url={{Google Books|m15CKZc-TMAC|plainurl=y}}|ref=harv}}
*{{cite book|first=Muḥammad|last=ibnbin Sa'dad|author-link=IbnIbnu Sa'dad|translator=[[Aisha Abdurrahman Bewley|Aisha Bewley]]|title=The Men of Madina|volume=TwoDua|url=https://books.google.com/books?id=u2EkAQAAIAAJ|year=1997|publisher=Ta-Ha|isbn=978-1-897940-90-7}}
*Tillier, Mathieu. (2014). [https://journals.openedition.org/beo/3231 Califes, émirs et cadis : le droit califal et l'articulation de l'autorité judiciaire à l'époque umayyade], ''Bulletin d’Études Orientales'', 63 (2014), p. 147–190.
*{{The Arab Kingdom and its Fall|ref=harv}}