Waktu Musim Panas

artikel daftar Wikimedia

Waktu Musim Panas (WMP) (Daylight Saving Time (DST) di Amerika Utara atau summer time di Inggris, Uni Eropa, dan tempat lainnya) adalah suatu praktik pemajuan jarum jam semasa musim panas sehingga malam hari datang pada pukul yang lebih lambat setiap harinya. Sistem ini dimaksudkan untuk "menyimpan cahaya siang hari" (daylight saving) di musim panas. Karena itu di Eropa sistem ini dikenal sebagai "Waktu Musim Panas". Penerapan WMP biasanya melibatkan pemajuan jarum jam satu jam lebih cepat dari waktu standar pada musim semi dan pemunduran jarum jam satu jam lebih lambat pada musim gugur untuk kembali ke waktu standar.[1][2] Dengan kata lain, terdapat satu hari yang ber-23 jam pada akhir musim dingin (atau awal musim semi) dan satu hari yang ber-25 jam pada musim gugur. Tujuannya adalah agar kegiatan kerja dan sekolah pada musim panas dimulai dan selesai lebih awal, sehingga ketika warga selesai berkegiatan, masih banyak waktu untuk menikmati siang hari yang terang.

Walaupun tidak diterapkan oleh sebagian besar negara di dunia, waktu musim panas umum diterapkan di Dunia Barat.
  WMP diterapkan.
  WMP tidak lagi diterapkan.
  WMP tidak pernah diterapkan.

George Hudson mengusulkan gagasan WMP pada tahun 1895.[3] Kekaisaran Jerman dan Austria-Hongaria mengorganisasi penerapan WMP yang pertama kali ke seluruh negeri mulai dari tanggal 30 April 1916. Banyak negara yang telah menerapkan WMP dalam sejarahnya, utamanya sejak krisis energi 1970-an. WMP biasanya digunakan di wilayah yang beriklim sedang dan kutub, karena perbedaan lamanya siang hari dan malam hari yang cukup besar dari musim ke musim sepanjang tahun di wilayah-wilayah tersebut. Di wilayah khatulistiwa, seperti Indonesia, WMP tidak diterapkan karena lamanya siang hari dan malam hari tidaklah berubah banyak sepanjang tahun. Beberapa negara menerapkan WMP hanya pada sebagian wilayahnya saja, misalnya di Australia yang menerapkan WMP hanya di negara bagian di wilayah tenggara Australia.[4] Hanya sebagian kecil populasi dunia yang menggunakan WMP; negara-negara Asia dan Afrika umumnya tidak menerapkan WMP.

Perubahan jarum jam WMP kadang kala memperumit pencatatan waktu dan dapat menganggu kegiatan perjalanan, penagihan, pembukuan, dan pola tidur seseorang.[5] Perangkat lunak komputer biasanya akan menyesuaikan waktu secara otomatis, tetapi kadang kala perubahan kebijakan WMP di berbagai negara dapat membingungkan.[6]

Alasan penerapan WMP

Kegiatan-kegiatan dalam masyarakat industri biasanya mengikut pada jadwal keseharian yang didasarkan pada pukul waktu tertentu yang tetap dan tidak berubah sepanjang tahun. Waktu seseorang mulai dan selesai bekerja atau bersekolah, maupun waktu jadwal transportasi publik, sebagai contohnya, biasanya tetap sepanjang tahun. Sebaliknya, rutinitas kegiatan keseharian dalam masyarakat agraris cenderung ditentukan oleh panjangnya waktu siang hari[7][8] dan waktu matahari, yang berubah-ubah secara musiman disebabkan oleh kemiringan sumbu Bumi. Waktu siang hari di utara dan selatan tropika berlangsung lebih lama pada musim panas dan sebaliknya berlangsung lebih singkat pada musim dingin. Efek ini menjadi lebih drastis seiring menjauhnya seseorang dari wilayah tropis,

Dengan mengatur ulang jarum jam dalam wilayah waktu yang sama secara bersamaan, setiap warga dapat mengikuti jadwal keseharian mereka satu jam lebih awal daripada yang seharusnya; rutinitas kerja harian warga akan dimulai dan selesai satu jam lebih awal sehingga akan terdapat satu jam tambahan untuk menikmati siang hari yang terang.[9][10] Namun, setiap warga juga akan kehilangan satu jam hari terang di awal hari, sehingga penerapan WMP tidak praktis untuk musim dingin.[11][12]

Para pendukung WMP berargumen bahwa kebanyakan warga lebih memilih tambahan jam siang yang terang setelah pekerjaan mereka selesai.[13][14] Selain itu, pendukung WMP juga berargumen bahwa WMP menghemat konsumsi energi dengan menurunkan permintaaan akan listrik dan panas, walaupun dampak aktualnya terhadap penggunaan energi secara keseluruhan dipertentangkan.

Manipulasi waktu seperti WMP di wilayah lintang tinggi (seperti Islandia, Nunavut, Skandinavia atau Alaska) hanya memiliki dampak yang kecil. Hal ini disebabkan perubahan lamanya siang hari dan malam hari yang ekstrem dari musim ke musim; waktu matahari terbit dan terbenam secara signifikan melenceng dari waktu kerja tak peduli bagaimanapun jarum jam dimajukan atau dimundurkan.[15] WMP juga tidak berguna banyak di lokasi dekat khatulistiwa, karena lamanya siang hari di wilayah ini tidak bervariasi banyak sepanjang tahun.[16] Dampak WMP juga bervariasi tergantung setimur dan sebarat mana seseorang berlokasi dalam suatu zona waktu. Lokasi di sebelah timur akan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dari WMP daripada lokasi yang berada di sebelah barat dalam zona waktu yang sama.[17]

Asal usul

Orang-orang mengatakan bahwa sistem Waktu Musim Panas (WMP) ini pertama kali diusulkan oleh Benjamin Franklin dalam sebuah surat kepada editor Journal of Paris. (Baca teks lengkapnya di sini.) Namun, Franklin tidak mengusulkan melainkan agar orang bangun lebih awal dan tidur lebih cepat.

Gagasan ini pertama kali dikemukakan secara sungguh-sungguh oleh William Willett dalam "Waste of Daylight", yang terbit pada 1907, tetapi ia tidak mampu mendorong pemerintah Britania mengadopsinya, meskipun ia berusaha keras melobi.

Gagasan Waktu Musim Panas pertama kali dipraktikkan oleh pemerintah Jerman pada waktu Perang Dunia I antara 30 April dan 1 Oktober 1916. Tak lama kemudian Britania mengikutinya, mula-mula memberlakukan WMP antara 21 Mei dan 1 Oktober, 1916. Lalu pada 19 Maret 1918, Kongres menetapkan beberapa wilayah waktu (yang sudah dipergunakan oleh jaringan kereta api dan kebanyakan kota sejak 1883) dan meresmikan Waktu Musim Panas (yang berlaku mulai 31 Maret) hingga Perang Dunia I berakhir. Sistem ini diberlakukan selama tujuh bulan pada 1918 dan 1919. Namun hukum ini ternyata sangat tidak populer (terutama karena orang harus bangun dan tidur lebih awal daripada waktu biasanya) sehingga hukum itu dicabut kembali.

Daftar Pustaka

Referensi

  1. ^ "Daylight Saving Time "fall back" doesn't equal sleep gain". Harvard Health Publishing. Harvard Health Publishing. November 2013. Diakses tanggal October 14, 2018. 
  2. ^ "Adjusting to Daylight Savings Time". www.medicalwesthospital.org. Diakses tanggal February 3, 2019. 
  3. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama DNZB-Hudson
  4. ^ "Implementation dates of daylight saving time within Australia". Bureau of Meteorology. September 22, 2009. 
  5. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Lahti
  6. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Tong
  7. ^ "Daylight savings time". Session Weekly. Minnesota House Public Information Office. 1991. Diakses tanggal August 7, 2013. 
  8. ^ "Single/Double Summer Time policy paper" (PDF). Royal Society for the Prevention of Accidents. October 2006. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal September 13, 2012. 
  9. ^ G. V. Hudson (1895). "On seasonal time-adjustment in countries south of lat. 30°". Transactions and Proceedings of the New Zealand Institute. 28: 734. 
  10. ^ Seize the Daylight (2005), hlm. 115–118.
  11. ^ Mark Gurevitz (March 7, 2007). Daylight saving time (Laporan). Order Code RS22284. Congressional Research Service. Diarsipkan dari versi asli tanggal August 31, 2014. 
  12. ^ Handwerk, Brian (November 6, 2011). "Permanent Daylight Saving Time? Might Boost Tourism, Efficiency". National Geographic. Diakses tanggal January 5, 2012. 
  13. ^ Mikkelson, David (March 13, 2016). "Daylight Saving Time". Snopes. Diakses tanggal October 17, 2016. 
  14. ^ "100 years of British Summer Time". National Maritime Museum. 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal December 28, 2014. 
  15. ^ "Bill would do away with daylight savings time in Alaska". Peninsula Clarion. March 17, 2002. Diarsipkan dari versi asli tanggal November 2, 2013. Diakses tanggal January 5, 2013. Because of our high latitudinal location, the extremities in times for sunrise and sunset are more exaggerated for Alaska than anywhere else in the country," Lancaster said. "This makes Alaska less affected by savings from daylight-saving time. 
  16. ^ Rosenberg, Matt (2016). "Daylight Saving Time (Also Known as Daylight Savings Time)". About. Diakses tanggal October 17, 2016. 
  17. ^ Swanson, Anna (March 11, 2016). "Why daylight saving time isn't as terrible as people think". The Washington Post. Diakses tanggal March 27, 2018. 

Pranala luar