Wali Negara Aceh: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler |
→Sejarah Wali Negara: Hindia Belanda berhasil menaklukkan Aceh, Kesultanan Aceh menyerah, dan dibubarkan dan sebuah perjanjian ditandatangani dengan masuknya Aceh ke wilayah Hindia Belanda. Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(33 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox former political post
|political_office = Wali Negara
Istilah Wali Negara dalam konteks sejarah Aceh lebih jelas jika dipahamkan kedalam bahasa Inggris yaitu '''Head of state''' untuk 'Wali Negara' dan '''Guardian''' untuk '[[Wali Nanggroe]]'. Contoh lainnya, kata “Wali Negara” dan “Wali Nanggroe” hampir sama kata namun berbeda maknanya, seperti kata '''Country''' dan '''County''' dalam bahasa Inggris.<ref>{{cite web▼
|country = [[Kesultanan Aceh|Aceh]]
|insignia = Flag of the Aceh Sultanate.png
|ukuraninsignia = 150px
|keteranganinsignia =
|flag =
|departemen =
|namaasli =
|first_officeholder = [[Teungku Chik di Tiro|Teungku Chik Muhammad Saman di Tiro]]
|image = Hasan di Tiro.jpg
|imagesize = 188px
|caption = Hasan di Tiro, Wali Negara Aceh terakhir
|last_officeholder = [[Hasan di Tiro|Dr. Tengku Hasan M. di Tiro, LL.D. Ph.D]]
|ended = [[3 Juni]] [[2010]]
|tempo = 5 tahun, sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk 1 kali
|began = [[28 Januari]] [[1874]]
|website =
|appointer = [[Lembaga Wali Nanggroe]]
}}
▲Istilah Wali Negara dalam konteks sejarah Aceh lebih jelas jika dipahamkan kedalam bahasa Inggris yaitu '''Head of state''' untuk 'Wali Negara' dan '''Guardian''' untuk '
Kata “Wali Nanggroe” dengan kata “Wali Negara” adalah berbeda maknanya. Sebutan “Wali Nanggroe” terlepas dari konteks sejarah Aceh, sehingga kata “Nanggroe” dalam [[bahasa Aceh]] bukan terjemahan yang tepat untuk “[[Negara]]”, karena kata “Negara” bahasa Acehnya adalah “''Neugara''”, sedangkan kata “[[Negeri]]” dalam bahasa Aceh adalah “''Nanggroe''” <ref>"Kamus Indonesia-Aceh", oleh M Hasan Basri, hlm 626, Yayasan Cakra Daru 1994.</ref>
== Sejarah Wali Negara ==
Dalam Undang-undang Kerajaan Aceh (
Saat perang sedang berkecamuk di [[Bandar Aceh]], maka seluruh [[anggota parlemen]], ketua adat, [[Sultan]] sementara (karena ketika itu Sultan [[Muhammad Daud Syah]] baru berumur 11 tahun), ''Malikul Adil'' hijrah ke negeri [[Pedir]] (Pidie), sebagai bagian dari [[strategi perang]]. Setelah tiga hari perjalanan, pada [[28 Januari]] 1874 sampailah di [[Keumala]], negeri Pedir dan parlemen langsung menarik semua kekuasaan adat, undang-undang ke hadapan [[parlemen]]. Anggota parlemen pada saat itu adalah [[Tuanku]] Raja Keumala
Sejak saat itulah secara [[legitimasi]] sahlah Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman selaku
Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman memimpin negara Aceh selama 17 tahun dan beliau syahid pada [[21 Januari]] [[1891]]. Kemudian kekuasaan dan Perjuangan
Sebutan Wali Negara juga pernah dialami oleh Teungku [[Daud Beureueh]] saat mendirikan gerakan [[Darul Islam|Darul Islam Aceh]], yang berlanjut pada pendirian
Dalam buku "''Acheh - New Birth of Feedom''" karya Tengku Hasan di Tiro yang diterbitkan oleh [[parlemen Inggris]] [[House of Lords]], [[1 Mei]], [[1992]], dalam appendix II, nama Tengku Hasan di Tiro termaktub sebagai
Gelar Wali Negara sifatnya sementara, sampai Aceh bebas (''bibeueh'') dari cengkeraman jajahan bangsa lain. Bila kelak sudah [[merdeka]] dan [[berdaulat]], maka yang bersangkutan akan menyerahkan urusan
| url= http://www.acehtrend.co/wali-nanggroe-bukan-wali-neugara/ | title= Wali Nanggroe Bukan Wali Neugara | work = Fauzi Cut Syam | publisher= [[AceHTrend]]| accessdate = 27/03/2016}}</ref>
== Tanggapan Masyarakat ==
Dalam dinamika politik, informasi yang diulang-ulang dalam kehidupan sehari-hari meskipun keliru akan menjadi sebuah kebenaran, meskipun ditoreh sebagai bagian dalam sejarah.
Sejauh ini ada upaya penyimpangan sejarah yang dilakukan oleh beberapa pihak atas dasar kepentingan politik. Hendak menyamakan Wali Negara yang dulu dengan
▲Sejauh ini ada upaya penyimpangan sejarah yang dilakukan oleh beberapa pihak atas dasar kepentingan politik. Hendak menyamakan Wali Negara yang dulu dengan [[Wali Nanggroe]] sekarang, para pihak harus meminta izin kepada keluarga sultan yang dulu memberi mandat kepada wali-wali sebelumnya dalam istilah mewakili sebuah entitas bangsa. Dengan tidak adanya pertautan sejarah dengan masa lampau, maka jabatan Wali Nanggroe yang sekarang seharusnya disebut [[Wali Nanggroe]] ke-1 (satu). Bukan Wali Nanggroe ke-9 (sembilan). Sebab ini bukan Wali untuk [[kedaulatan bangsa]] Aceh. Jadi tidak ada hubungan antara Wali Negara dengan Wali Nanggroe pasca [[MoU Helsinki]] lahir yang [[kedudukan Aceh]] masih di bawah [[Indonesia]].<ref>{{cite web
== Daftar Wali Negara ==
Daftar Wali Negara sebagai berikut:
# [[Teungku Chik di Tiro|Muhammad Saman Tiro]]
# [[Muhammad Amin Saman Tiro]]
# [[Abdussalam Saman Tiro]]
Baris 38 ⟶ 53:
# [[Muaz Amin Tiro]]
# [[Hasan Muhammad di Tiro]]
# [[Malik Mahmud Al Haythar]]
== Lihat Pula ==
Baris 45 ⟶ 61:
== Referensi ==
{{reflist}}
{{reflist|2}}
{{S-start}}
{{S-off}}
|-<!---This line is a workaround for a bug in template s-vac--->
{{S-vac|dormant|last=[[Muaz Amin Tiro]]}}
{{S-ttl|title=Wali Neugara Aceh|years=4 Desember 1976–3 Juni 2010}}
{{S-vac|dormant|next= tidak ada; jabatan dihapuskan}}
{{End}}
[[Kategori:Aceh]]
[[Kategori:Wali Negara]]
[[Kategori:Hasan di Tiro]]
[[Kategori:Kesultanan Aceh]]
|