Waruga: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
SHRDT (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 5:
Mula-mula [[Suku Minahasa]] jika mengubur orang meninggal sebelum ditanam terlebih dulu dibungkus dengan daun woka (sejenis janur). Lambat laun, terjadi perubahan dalam kebiasaan menggunakan [[daun]] woka. Kebiasaan dibungkus daun ini berubah dengan mengganti wadah rongga [[pohon]] [[kayu]] atau nibung kemudian orang meninggal dimasukkan ke dalam rongga [[pohon]] lalu ditanam dalam tanah. Baru sekitar abad IX Suku Minahasa mulai menggunakan waruga. Orang yang telah meninggal diletakkan pada posisi menghadap ke [[utara]] dan didudukkan dengan [[tumit]] kaki menempel pada [[pantat]] dan [[kepala]] mencium [[lutut]]. Tujuan dihadapkan ke bagian Utara yang menandakan bahwa nenek moyang Suku Minahasa berasal dari bagian Utara. Sekitar tahun [[1860]] mulai ada larangan dari Pemerintah Belanda menguburkan orang meninggal dalam waruga.
 
Kemudian di tahun [[1870]], Suku Minahasa mulai membuat peti mati sebagai pengganti waruga, karena waktu itu mulai berjangkit berbagai [[penyakit]], di antaranya penyakit [[tipus]] dan [[kolera]]. Dikhawatirkan, si meninggal menularkan [[bibit penyakit]] tipus dan kolera melalui celah yang terdapat di antara badan waruga dan cungkup waruga. Bersamaan dengan itu pula, agama [[Kristen]] mengharuskan mayat dikubur di dalam [[tanah]] mulai menyebar di [[Minahasa]]. Waruga yang memiliki ukiran dan [[relief]] umumnya terdapat di [[Tonsea]]. Ukiran dan relief tersebut menggambarkan berapa jasad yang tersimpan di waruga yang bersangkutan sekaligus menggambarkan mata pencarian atau pekerjaan orang tersebut semasa hidup.
 
Di Minahasa bagian utara, pada awalnya waruga-waruga yang ada tersebar yang akhirnya dikumpulkan pada satu tempat. Saat ini waruga yang tersebar tersebut dikumpulkan di Desa [[Sawangan]], Kabupaten [[Minahasa Utara]], yaitu sebuah desa yang terletak di antara [[Tondano]] (ibukota Kabupaten Minahasa) dengan [[Airmadidi]] (ibukota Kabupaten [[Minahasa Utara]]). Kini lokasi waruga-waruga di Desa [[Sawangan]] tersebut menjadi salah satu tujuan [[wisata]] sejarah di [[Sulawesi Utara]].
 
Tempat ini pun telah dicalonkan untuk menjadi salah satu [[Situs Warisan Dunia UNESCO]] sejak tahun 1995.