Wayang Kulit Cirebon: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k Membatalkan 2 suntingan oleh 103.148.130.103 (bicara) ke revisi terakhir oleh Fazily (EY!)
Tag: Pembatalan
 
(37 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Wayang Kulit Cirebon''' adalah salah satu ragam [[wayang kulit]] yang ada di wilayah Nusantara, termasuk di dalamnya negara-negara Asia Tenggara. Di wilayah yang terdiri dari banyak pulau dan beraneka ragam etnis,. jenisJenis gaya wayang kulit begitu melimpah ditemui, misalnya di beraneka jenis wayang kulit di pulau Jawa, wayang narta di [[Bali]], wayang sasak di [[Pulau Lombok|Lombok]], wayang [[Melayu]] di [[Terengganu]], Malaysia hingga wayang Nang Yai dan Nang Thalung di [[Thailand]].
 
Berdasarkan penelitian Matthew Isaac Cohen (profesor Sinematografi) dari Royal Holloway University of London yang dipaparkan pada acara bedah buku Seni Tatah dan Sungging Wayang Kulit Cirebon di Institut Studi Islam Fahmina, menurut beliau perkembangan wayang kulit di Cirebon dari masa Hindu-Budha ke masa Islam di wilayah [[kesultanan Cirebon]] merupakan bentuk diplomasi dakwah, wayang kulit Cirebon akrab diperkenalkan oleh para ulama dan para penguasa lokal ([[bahasa Cirebon]] : ''gegeden'') yang telah memeluk ajaran Islam sebagai media dakwah. Wayang kulit Cirebon juga digunakan sebagai simbol agama dan media untuk bercerita tentang kebiasaan sehari-hari.<ref>[{{Cite web |url=http://www.radarcirebon.com/mengenali-wayang-kulit-cirebon-sebagai-media-dakwah.html |title={{!}} Ali, Husain. 2016. Mengenali Wayang Kulit Cirebon sebagai Media Dakwah. [[&#91;&#91;kota Cirebon|{{!}}Cirebon]] &#93;&#93;: Radar Cirebon] |access-date=2016-06-03 |archive-date=2016-05-31 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160531235114/http://www.radarcirebon.com/mengenali-wayang-kulit-cirebon-sebagai-media-dakwah.html |dead-url=yes }}</ref>
 
[[Berkas:Reynan-Kayon-Kacirebonan-IMG-20160520-00844(1).jpg|thumbjmpl|300px400px|rightka|''Kayon'' milik pribadi keluarga Sultan di [[kesultanan Kacirebonan]] ]]
 
== Latar belakang ==
Pengaruh agama [[Agama Hindu|Hindu]] dan [[Budha]] dari [[India]] sangat kuat di kawasan nusantara, beragam kisah berasal dari Hindu dan Budha pun lazim di pertunjukan sebagai bagian dari cerita pergelaran wayang kulit, contohnyaseperti epik [[Ramayana]] dan [[Mahabharata|Mahabarata]].
 
Perkembangan wayang dari masa Hindu Budha ke masa Islam di nusantara, terutama di wilayah pulau Jawa termasuk di wilayah [[Kesultanan Cirebon]], merupakan sebuah bentuk dari diplomasi dakwah yang dilakukan oleh para [[ulama]]-ulama dan pihak penguasa lokal yang telah memeluk ajaran Islam. Sebut saja [[Sunan Kalijaga]] yang berusaha keras mendiplomasikan antara seni wayang berbau non-Islam dengan seni wayang yang bernapaskan ajaran Islam. Berkat ajaran mereka, seni wayang kulit oleh sebagian pihak dimaknai mengandung ajaran Islam dalam setiap aspeknya, meskipun masih berkisah tentang epik-epik dari agama Hindu dan Budha. Para ulama-ulama tersebut seolah memang telah siap untuk menjaga kesinambungan dengan masa lalu dan menggunakan pemahaman dan unsur-unsur budaya pra-Islam ke dalam konteks Islam.<ref>Koesoemadinata, Moh. Isa Pramana. 2013. Wayang Kulit Cirebon : Warisan Diplomasi Seni Budaya Nusantara. Bandung : Institut Teknologi Bandung</ref>
 
Kesinambungan unsur-unsur non-Islam dengan unsur agama Islam pun dapat dengan mudah ditemui pada pergelaran wayang kulit Cirebon, seperti contohnya sosok wayang ''Buta Liyong'' yang merupakan unsur kebudayaan cina yang diserap dalam pagelaran Wayang kulit Cirebon dan pengenaan jubah serta topi pada sosok wayang Drona yang merupakan pengaruh dari budaya [[Timur Tengah]], namuntetapi jika memfokuskan kepada jenis kesenian yang disebut sebagai wayang kulit Cirebon maka wayang kulit Cirebon merupakan jenis kesenian wayang dengan wilayah inti penyebarannya yang sangat terbatas, wilayah inti penyebaran wayang kulit cirebonCirebon hampir sama dengan wilayah kekuasaan Kesultanan Cirebon dan wilayah budaya [[orang Cirebon]] yakni dibatasi wilayah [[suku Betawi]] di barat, [[suku Sunda]] atau dalam bahasa Cirebon disebut Wang Gunung di selatan dan [[suku Jawa]] atau dalam bahasa Cirebon disebut ''Wang Wetan'' di timur.
 
Menurut para budayawan cirebon, salah satunya adalah ''Ki Dalang Matthew'' atau lengkapnya Matthew Isaac Cohen, dalam sebuah catatan kuno cirebon yang diperkirakan berasal dari tahun [[1607]], telah dideskripsikan sebuah pagelaran wayang kulit cirebon dengan ''Suluk Wujil'' yang menyerati pagelarannya, pegelaran itu mengangkat sebuah cerita yang telah dikenal secara luas, yakni cerita ''Kresna Duta'', lakon ini dimainkan oleh Dalang Sari di mana di antara para penontonnya ada [[Sunan Kalijaga]] dan [[Sunan Bonang]].
Baris 16:
== Sejarah ==
 
=== Asal- usul ===
[[Berkas:Dalung.cirebon.jpg|thumbjmpl|200px|rightka|Dalung damar wayang (lampu sorot pagelaran wayang) khas Cirebon, pada gambar yang anda lihat adalah Dalung milik [[kesultanan Kasepuhan]] yang diletakan sebagai etalase umum bersama dengan barang-barang bersejarah lainnya di kompleks [[keraton Kasepuhan]].
 
Motif latar pada Dalung tersebut adalah motif godongan (daun) yang berbentuk patran (menyamping) dengan corak wajah "Kala Makara" (raksasa yang berwujud hewan), kata Kala Makara terdiri dari dua kata yaitu "Kala" berarti raksasa yang menakutkan dan "Makara" yang memiliki arti berwujud binatang.]]
Para budayawan cirebon sepakat bahwa eksistensi wayang kulit cirebon bermula dari kedatangan ''Sunan Kalijaga'' yang merupakan salah satu dari sembilan wali atau biasa disebut ''Wali Sanga'' dalam [[bahasa Cirebon]] di mana ''Sunan Gunung Jati atau Sunan Jati'' sebagai ketuanya. Datangnya Sunan Kalijaga ke wilayah Cirebon bertujuan untuk menyebarkan dakwah islam dan media yang digunakan oleh Sunan Kalijaga pada waktu itu di antaranya adalah ''Wayang Kulit''. Dalam budaya Cirebon terutama dalam budaya pedalangannya, Sunan Kalijaga dipercaya pada waktu itu disebut sebagai ''Ki Sunan Dalang Panggung'', namuntetapi dalam versi yang lain ''Ki Sunan Dalang Panggung'' ini dipercaya sebagai ''Syekh Siti Jenar'' dan bukannya Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga ini pula yang memperkenalkan ''Suluk'' atau Syair '''Malang Sumirang'' yang merupakan suluk khas Cirebon.
 
==== Suluk Malang Sumirang ====
[[Berkas:Dalung.cirebon1.jpg|thumbjmpl|200px|rightka|''Dalung damar wayang'' (lampu sorot pagelaran wayang) khas Cirebon milik ''Ki dalang'' Haji Rusdi, ayahanda budayawan Cirebon asal Indramayu Ady Subratha yang diletakan dibelakangdi belakang rumah.
<br><br>
''Dalung'' tersebut dilengkapi latar dengan motif ''Godongan'' (daun) dengan corak wajah ''Kala Makara'' atau dalam [[bahasa Cirebon|bahasa Cirebon dialek Indramayu]] disebut sebagai ''"mangkara"'' yang bermata satu]]
 
[[Berkas:Reynan-Dalung-Sempangan.jpg|thumbjmpl|200px|rightka|''Dalung damar wayang'' (lampu sorot pagelaran wayang) khas Cirebon yang berasal dari wilayah [[kota Cirebon]] yang berada di rumah keluarga almarhum Pangeran Kamulya (anak dari almarhum Pangeran Insan) di Pegajahan, [[Pegambiran, Lemahwungkuk, Cirebon|kelurahan Pegambiran]], [[Lemahwungkuk, Cirebon|kecamatan Lemah Wungkuk]], [[kota Cirebon]] dalung tersebut dipercaya dahulu dimiliki oleh buyut dari dalang Elang Agung Wijaya Karsa (putera dari Pangeran Sandewa, [[keraton Kasepuhan]], [[kota Cirebon]]) yang bernama Pangeran Insan.
<br>
<br>
Baris 90:
 
=== Perkembangan masa Kesultanan Cirebon ===
[[Berkas:Wayang-dalang-wetan-Pakeliran.jpg|thumbjmpl|200px|rightka|''Pakeliran'' wayang Kulit Cirebon gaya ''Wetanan'' (Sempangan)'']]
 
Manuskrip-manuskrip pewayangan cirebon pada zaman dahulu banyak beredar dikalangan bangsawan keraton cirebon dan para peminat sastra. pagelaran wayang kulit cirebon di kalangan keraton cirebon mengalami penurunan pada akhir abad ke-19 dikarenakan masalah terbatasnya dana untuk pagelaran wayang kulit cirebon, namuntetapi penyebabnya bukan hanya soal dana saja, mulai redupnya unsur-unsur tradisional cirebon dan bangkitnya pola-pola pengajaran barat model eropa termasuk didalamnya mulai maraknya pertunjukan-pertunjukan budaya barat dan semakin disukainya sepak bola dikalangan para bangsawan cirebon terutama yang hidup di wilayah ''Kuta Raja'' atau yang sekarang sebut sebagai Kota Cirebon juga menjadi penyebab menurunnya ketertarikan akan wayang kulit cirebon pada masa itu.
 
Berbeda dengan masyarakat yang tinggal di wilayah Kuta Raja, perkembangan wayang kulit cirebon di wilayah pedesaan yang agraris maupun di perkampungan nelayan masih memegang peranan yang sangat penting sebagai sebuah bagian tak terpisahkan dari sebuah perayaan adat. oleh masyarakat pedesaan dan perkampungan nelayan ini wayang kulit digelar untuk melengkapi berbagai ritual agama Islam, misalnya sunatan dan pernikahan serta untuk melengkapi berbagai acara adat setempat seperti festifal panen padi atau dalam [[bahasa Cirebon]] disebut ''Mapag'', Ruwatan Desa serta Nadran.
Baris 99:
 
=== Perkembangan masa modern ===
[[Berkas:Reynan-Wayangcirebon-cilamaya-pagelaran-wayang.jpg|thumbjmpl|200px|rightka|Pagelaran Wayang kulit Cirebon pada Mei 2015 yang diabadikan oleh Arie Nugraha (budayawan Cirebon) dengan lakon ''"Rit Madenda"'' di [[Mekarasih, Banyusari, Karawang|desa Mekar Asih]], [[Banyusari, Karawang|kecamatan Banyu Sari]], [[kabupaten Karawang]] yang dipimpin oleh ''Ki Dalang'' Enang Sutriya]]
 
Pada masa modern desa-desa yang telah mendapatkan tayangan televisi, siaran radio serta telah beredar berbagai macam video dan cd di masyarakatnya, pagelaran wayang kulit cirebon masih dapat dilihat di desa-desa tersebut, walau mengalami penurunan pagelaran, namuntetapi rata-rata pagelaran yang dilakukan dalam setahun kira-kira sekitar 20-30 pagelaran wayang kulit cirebon.
 
Babad babad atau Suluk suluk kuno masih dapat didengar pada musim-musim pagelaran wayang kulit cirebon yang biasanya berada disekitar bulan Maret hingga November. Sementara pada masa lalu atau masa keemasan wayang kulit cirebon, suara-suara gemuruh dari pagelaran wayang kulit cirebon bisa didengar hampir setiap malam.
Baris 111:
== Kelompok pergelaran ==
 
[[Berkas:Reynan-rudi_hadira_SlimSocial-2.jpg|jmpl|200px|ka|''Ki'' Dalang Anom [https://m.facebook.com/hadira Rudi Hadira] (sanggar Tri Tunggal Budaya) dari [[Tegalwangi, Weru, Cirebon|desa Tegal Wangi]], [[Weru, Cirebon|kecamatan Weru]], [[kabupaten Cirebon]] pada 31 Maret 2019 dalam rangka peringatan hari jadi [[kabupaten Cirebon]] ]].
Dalam wayang kulit Cirebon, kelompok pergelaran wayang kulit diketuai oleh dalang sendiri dengan diiringi sekitar 10 hingga 15 musisi, namun beberapa dalang wayang kulit cirebonan menyarankan bahwa tatanan kelompok musisi yang mengiringi pergelaran wayang kulit cirebonan sebaiknya berjumlah 17 orang, jumlah tujuh belas ini diambil unsur agama Islam yakni jumlah rokaat shalat wajib dalam sehari.
 
Dalam wayang kulit Cirebon, kelompok pergelaran wayang kulit diketuai oleh dalang sendiri dengan diiringi sekitar 10 hingga 15 musisi, namuntetapi beberapa dalang wayang kulit cirebonan menyarankan bahwa tatanan kelompok musisi yang mengiringi pergelaran wayang kulit cirebonan sebaiknya berjumlah 17 orang, jumlah tujuh belas ini diambil unsur agama Islam yakni jumlah rokaat shalat wajib dalam sehari.
 
Alat-alat musik yang digunakan untuk tujuh belas orang musisi yang mengiringi pergelaran wayang kulit cirebon yakni:
Baris 136 ⟶ 138:
 
=== Gaya Pedalangan ===
[[Berkas:Reynan-Wayang-dalang-kaleran-hadycuncahya.jpg|thumbjmpl|200px|rightka|''Ki'' dalang Hady Sunjaya putra ''Ki'' dalang Kasdina [[Jayalaksana, Kedokan Bunder, Indramayu|desa Jaya Laksana]] [[Kedokan Bunder, Indramayu|kecamatan Kedokan Bunder]] [[kabupaten Indramayu]] dalam pagelaran wayang Kulit Cirebon gaya ''Kaleran'' bersama grup Sekar Budhi Putra dalam ''lakon'' ''Abimanyu mbangun candi Pandu Dewanata'']]
 
Dalam budaya cirebon tidak hanya dikenal satu gaya pedalangan saja, namuntetapi banyak sekali gaya-gaya pedalangan lokal yang ada di Cirebon biasanya mengikuti tanah budayanya masing-masing. Gaya pedalangan lokal ini terpusat di desa-desa atau tanah-tanah budaya yang masih teguh memegang adat istiadat setempat dimanadi mana para dalangnya kebanyakan berasal dari keluarga yang turun-temurun mewariskan keahlian pedalangannya kepada anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan.
 
==== Wayang kulit Cirebon gaya ''Leran'' (Utara) ====
[[Berkas:Reynan-Wayang-dalang-kaler-suryono-peserta.jpg|thumbjmpl|200px|rightka|Acara kumpul-kumpul bersama para sesepuh dan budayawan sebelum menyaksikan pagelaran wayang Kulit Cirebon oleh ''Ki'' dalang Suryono dari [[Gegesik, Cirebon|Gegesik]], [[kabupaten Cirebon]] dalam rangkaian kegiatan bulan [[Muharram]] ([[bahasa Cirebon]] : ''Sura'') di Lawang Gede, [[Mertasinga, Gunungjati, Cirebon|desa Mertasinga]], [[Gunungjati, Cirebon|kecamatan Gunung Jati]] berserta bapak camat [[Gunungjati, Cirebon|Gunung Jati]], [[kabupaten Cirebon]]<br><br>dari kanan ke kiri :<br><br>Raden Chaerudin (Bapak Camat Gunung Jati)<br>Pangeran Sandewa (Sesepuh [[kesultanan Kasepuhan]] sekaligus ayah dari ''Ki'' Dalang Elang Agung Wijaya Karsa<br>Raffan Hasyim (budayawan Cirebon)<br>Para sesepuh dan masyarakat [[Mertasinga, Gunungjati, Cirebon|desa Mertasinga]] ]]
 
Salah satu gaya pedalangan dalam wayang kulit cirebon yang masih sangat terkenal hingga sekarang adalah gaya Utara dimanadi mana salah satunya adalah ''Wayang kulit Cirebon gaya Gegesik'' dimanadi mana gaya Gegesik ini tumbuh dan berkembang di tanah budaya Gegesik di utara [[kabupaten Cirebon]] yang merupakan sebuah pedesaan agraris, dalam era modern sekarang tanah budaya gegesik meliputi hampir semua desa kecamatan [[Gegesik, Cirebon|Gegesik]] dan [[Kaliwedi, Cirebon|Kaliwedi]] di [[kabupaten Cirebon]].
 
Tanah budaya Gegesik dalam era modern setidaknya telah menyumbang dua belas dalang profesional yang aktif menggelar pertunjukan wayang kulit Cirebon gaya Gegesik, para musisi dari Gegesik yang biasa mengiringi para dalang juga dikenal akan tingkat profesionalisme mereka yang tinggi.
Baris 150 ⟶ 152:
 
<gallery>
Berkas:Reynan-Wayang-dalang-wetan-suryono.jpg | ''Ki'' Dalang Suryono dari [[Gegesik, Cirebon|Gegesik]], [[kabupaten Cirebon]] (keturunan ''Ki'' dalang Warsinta) membawakan pagelaran wayang Kulit Cirebon gaya ''Kaleran'' dengan lakon ''Bratayuda'' dalam rangkaian acara bulan [[Muharram]] ([[bahasa Cirebon]] : ''Sura'') di Lawang Gede, [[Mertasinga, Gunungjati, Cirebon|desa Mertasinga]], [[Gunungjati, Cirebon|kecamatan Gunung Jati]], [[kabupaten Cirebon]]
 
</gallery>
 
==== Wayang kulit Cirebon gaya ''Kidulan'' (Selatan) ====
[[Berkas:Reynan-Wayang-dalang-kidulan-waryo.jpg|thumbjmpl|200px|rightka|''Ki'' Dalang Waryo memainkan wayang Kulit Cirebon gaya ''Kidulan'']]
 
Gaya pedalangan lainnya yang cukup terkenal adalah gaya Selatan dimanadi mana salah satunya yang lebih dikenal adalah gaya Palimanan, ''Wayang kulit Cirebon gaya Palimanan'' terpusat disekitar kecamatan [[Palimanan, Cirebon|Palimanan]] dan [[Gempol, Cirebon|Gempol]] di [[kabupaten Cirebon]] yang merupakan kawasan industri.
 
Wayang kulit Cirebon gaya Palimanan dikenal dengan ciri khasnya menggunakan tangga nada heptatonis atau ''[[pelog]]'' pada permainan gamelannya. Gaya Palimanan ini kontras dengan kebanyakan gaya pedalangan yang lebih memilih untuk menggunakan tangga nada pentatonis atau dikenal dengan nama Prawa dalam [[bahasa Cirebon]].
 
[[Berkas:Reynan-arjuna-ki-candra.jpeg|jmpl|200px|ka|Karakter Arjuna dalam [[wayang kulit cirebon]] yang dimiliki Ki Sukarta (dalang wayang kulit Cirebon gaya Pakidulan) sebelumnya karakter [[Arjuna]] ini dimiliki oleh ''Ki'' Buyut Gunteng (buyut dari ''Ki'' Sukarta), wayang ini diperkirakan telah berusia ratusan tahun
Para dalang Wayang kulit Cirebon gaya Palimanan biasanya memainkan pagelaran wayang kulit cirebon dengan tema islami seperti pada lakon ''Semar lunga kaji (Semar berangkat haji)''. Dimana cerita ''Semar lunga kaji'' mendeskripsikan usaha Semar untuk melakukan perjalanan haji ke mekah namun ditentang oleh saudaranya yang beragama Hindu yang disebut Batara Guru atau dikenal dengan nama Siwa di wilayah Asia selatan.
]]
 
Para dalang Wayang kulit Cirebon gaya Palimanan biasanya memainkan pagelaran wayang kulit cirebon dengan tema islami seperti pada lakon ''Semar lunga kaji (Semar berangkat haji)''. Dimanadi mana cerita ''Semar lunga kaji'' mendeskripsikan usaha Semar untuk melakukan perjalanan haji ke mekah namun ditentang oleh saudaranya yang beragama Hindu yang disebut Batara Guru atau dikenal dengan nama Siwa di wilayah Asia selatan.
 
===== Dalang wayang Kulit Cirebon gaya ''Kidulan'' =====
 
<gallery>
Berkas:Wayang-dalang-kidulan-waryo-1.jpg|''Ki'' Dalang Waryo (maestro pedalangan wayang Kulit Cirebon gaya ''Kidulan'', [[tari Topeng Cirebon]] gaya Palimanan sekaligus seorang ahli pembuat topeng Cirebon dan ''Wiyaga'' (penabuh gamelan) yang terkenal), putra dari maestro kesenian Cirebon ''Ki'' Empek sedang memegang ''Baladewa (Balarama kakak Krisna)'' gaya Cirebonan
</gallery>
 
==== Wayang kulit Cirebon gaya ''Wetanan'' (Timur) ====
[[Berkas:Reynan-Wayang-dalang-wetan-Elangagung.jpg|thumbjmpl|200px|rightka| Wayang Kulit Cirebon gaya ''Wetanan'' (Sempangan) dengan ''lakon'' Sayembara Dewi Kunti yang dibawakan oleh ''Ki'' Dalang Elang Agung Wijaya Karsa pada babak ''Perang Kembang'']]
 
[[Berkas:Reynan-Warno-Putra-Rut-Sempangan.jpg|thumbjmpl|200px|rightka| Pada latar terlihat Warno (putra dari ''Ki'' dalang Rut) salah satu dalang wayang Kulit Cirebon gaya ''Wetan'' (Sempangan) sedang menjadi ''Wiyaga'' (bahasa Indonesia : penabuh gamelan) pada ''Saron'' yang berwarna hita]]m
 
[[Berkas:Reynan-Gatotkaca-Pulana-Sempangan.jpg|thumbjmpl|200px|rightka| ''Gatotkaca'' gaya Cirebon dari ''Ki'' dalang Pulana yang sekarang telah menjadi koleksi dari ''Ki'' dalang Elang Agung Wijaya Karsa yang sama-sama merupakan dalang wayang Kulit Cirebon gaya ''Wetanan'' (Sempangan)]]
 
Wilayah pedalangan yang tidak ikut ke ''kidul/''selatan (gaya Palimanan) atau ''kaleran''/ke utara (gaya Gegesik) pada wilayah [[kabupaten Indramayu]] serta [[kabupaten Cirebon|kabupaten]] dan [[kota Cirebon]] disebutnya gaya ''Dermaga Wetan'' (jalan timur) karena mayoritas rumpun pedalangannya berada di sepanjang jalan timur [[kabupaten Cirebon]], contohnya wayang kulit Cirebon gaya Sempangan dengan dalangnya yang terkenal adalah '''Ami Banowati''', Wayang kulit Cirebon gaya Sempangan merupakan salah satu dari gaya wayang kulit Cirebon yang terancam punah dikarenakan kuranganya penerus-penerus muda yang mewarisi gaya pedalangannya.
 
Wilayah penyebaran Wayang kulit Cirebon gaya ''Dermaga Wetan'' ini terdiri dari daerah yang terpencar-pencar, tapi membentuk koloni pedalangan tersendiri. Wilayahnya terdiri dari :
 
* Pedalangan Sempangan di [[Karangreja, Suranenggala, Cirebon|kecamatan Suranenggala]]
Baris 190 ⟶ 195:
 
<gallery>
Berkas:Reynan-Wayang-dalang-wetan-Pulana-1.jpg | ''Ki'' Dalang Pulana membawakan cerita ''Tulak Tanggul'' dengan gaya ''Wetanan'' (Sempangan) pada acara pagelaran wayang Kulit Cirebon di [[keraton Kacirebonan]] dalam rangkaian kegiatan bulan [[Muharram]] ([[bahasa Cirebon]] : ''Sura'')
 
''Ki'' Dalang pulana merupakan turunan para dalang wayang Kulit Cirebon gaya ''Wetanan'' (Sempangan), dia anak dari almarhum ''Ki'' dalang Kurnadi dan cucu dari ''Ki'' dalang Surmo (maestro dalang wayang Kulit Cirebon gaya ''Wetanan'' (Sempangan) yang terkenal dari [[Grogol, Gunungjati, Cirebon|desa Grogol]], [[Gunungjati, Cirebon|kecamatan Gunung Jati]], [[kabupaten Cirebon]]
Baris 197 ⟶ 202:
 
==== Wayang kulit Cirebon gaya ''Kulonan'' ( Barat ) ====
[[Berkas:Reynan-Wayang-dalang-kulonan-udam-jayaperbangsa-gatut-gugur.jpg|thumbjmpl|200px|rightka|Pagelaran Wayang kulit Cirebon gaya ''Kulonan'' (barat) oleh ''Ki'' Dalang Udam (asal [[Sukakerta, Cilamayacilamaya Wetan, Karawang|desa Sukakerta]], [[Cilamaya Wetan, Karawang|Cilamaya Wetan]], [[kabupaten Karawang]]) dengan ''lakon'' Jayaperbangsa atau biasa dikenal dengan nama ''Gatotkaca Gugur'']]
 
[[Berkas:Wayang-dalang-kulonan-h-suwarno.jpg|thumbjmpl|200px|rightka|Pagelaran Wayang kulit Cirebon gaya ''Kulonan'' (barat) oleh ''Ki'' Dalang Haji Suwarno (asal [[Bongas, Indramayu|Bongas]], [[kabupaten Indramayu]]) dengan ''lakon'' Semar Mantu]]
 
Wilayah pedalangan gaya ''kulonan'' adalah sesuai dengan arti namanya yaitu "barat" berada di bagian barat wilayah budaya suku Cirebon, di antaranya berada di [[kabupaten Subang]] dan [[kabupaten Karawang]], pada pola penyebarannya, wilayah desa-desa di [[Cilamaya Wetan, Karawang|kecamatan Cilamaya Wetan]], [[kabupaten Karawang]] ( termasuk di antaranya wilayah [[Cilamaya, Cilamayacilamaya Wetan, Karawang|desa Cilamaya]] dan pemekarannya ), sebagian wilayah desa di [[banyusari, Karawang|kecamatan Banyu Sari]] ( termasuk di antaranya [[Banyuasih, Banyusari, Karawang|desa Banyu Asih]] ) dan wilayah desa-desa di [[Blanakan, Subang|kecamatan Blanakan]], [[kabupaten Subang]] ( termasuk di antaranya wilayah [[Rawameneng, Blanakan, Subang|desa Rawa Meneng]] dan sekitarnya memegang peranan penting dalam menghidupkan dan melestarikan wayang kulit Cirebon ini.
 
Gaya ''sunggingan'' (pewarnaan) pada wayang kulit Cirebon gaya ''kulonan'' terutama Cilamaya memiliki perbedaan yang tidak jauh dengan gaya ''sunggingan'' wayang kulit Cirebon gaya ''kidulan'' terutama Palimanan, menurut Waryo (budayawan Cirebon) hal tersebut dimungkinkan karena pada masa lalu para pedalang dan pengrajin wayang antar kedua wilayah saling bertukar dan saling melakukan pembelian wayang kulit cirebon.
Baris 207 ⟶ 212:
===== Mapag Sri dan Wayang kulit Cirebon =====
 
Tahun 2014 tepatnya pada bulan Oktober menandai berakhirnya kekosongan tradisi syukuran panen atau yang oleh masyarakat setempat dikenal dengan istilah ''mapag sri'' yang selama kurang lebih lima puluh tahun hampir tidak pernah digelar di blok Cibango, [[Cilamaya, Cilamayacilamaya Wetan, Karawang|desa Cilamaya]], [[Cilamaya Wetan, Karawang|kecamatan Cilamaya Wetan]], [[kabupaten Karawang]]. Tradisi ini juga disempurnakan dengan pagelaran wayang kulit cirebon gaya ''kulonan'' ( cilamaya ).
 
Menurut Aef Sudrajat yang merupakan ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Saluyu yang menggelar syukuran tersebut, kekosongan yang terjadi selama kurang lebih lima puluh tahun disebabkan oleh modernisasi dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk melestarikan tradisi syukuran.<ref>[http://www.radar-karawang.com/2014/10/petani-gelar-wayang-kulit.html Radar Karawang - Petani Gelar Wayang Kulit] (edisi tahun 2014)</ref> Berkurangnya masyarakat yang melakukan tradisi syukuran ''mapag sri'' dimungkinkan terjadi dalam kondisi masyarakat yang mayoritas muslim dikarenakan dalam salah satu urutan prosesi tradisi ''mapag sri'' ada sebuah prosesi mengarak simbolisasi [[Sri|dewi sri]] untuk mengelilingi kampung yang oleh beberapa kalangan masyarakat muslim bagian ini dianggap tidak Islami walau bagian lain dalam prosesi syukuran ''mapag sri'' pada budaya Cirebon telah kental nuansa Islamnya. Beberapa masyarakat adat Cirebon telah mengganti simbolisasi [[Sri|dewi sri]] ini dengan sepasang pengantin padi seperti pada tradisi ''mapag sri'' di pesisir timur [[kabupaten Indramayu]] sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai keislaman.<ref>Pambudi, J. 2013. Mapag Sri, Cara Petani Syukuri Hasil Bumi. Bandung : Pikiran Rakyat</ref>
 
Pada masyarakat adat Cirebon di wilayah Cilamaya dan sekitarnya, tradisi syukuran ''mapag sri'' dimaknai sebagai wujud syukur kepada Allah swt menjelang musim panen, tradisi syukuran ''mapag sri'' merupakan bagian dari rangkaian tradisi panen, pasca panenpascapanen dan menjelang tanam padi, pada masyarakat adat Cirebon di wilayah Cilamaya dan sekitarnya rangkaian tradisi selanjutnya setelah syukuran ''mapag sri'' adalah tradisi hajat bumi atau dalam bahasa setempat dikenal dengan istilah ''Babaritan'' yang dilakukan setelah prosesi panen dan kemudian tradisi ''mapag cai'' ( membawa air ) yang dilakukan menjelang musim tanam.
 
Menurut Aef Sudrajat prosesi ''Mapag Sri'' di wilayahnya dapat dilakukan dengan dukungan dari donatur dan sumbangan dari delapan kelompok tani yang tergabung di dalam Gapoktan pimpinannya, prosesi ''mapag sri'' disempurnakan dengan pagelaran wayang kulit cirebon gaya ''kulonan'' yang dipimpin oleh '' Ki Dalang Udama'' dari [[Rawameneng, Blanakan, Subang|desa Rawa Meneng]], [[Blanakan, Subang|kecamatan Blanakan]], [[kabupaten Subang]]. Pagelaran wayang kulit cirebon gaya ''kulonan'' tersebut dipentaskan siang - malam di kompleks pemakaman sesepuh blok Cibango, oleh masyarakat sekitar prosesi pagelaran wayang kulit ini disebut "prosesi ngaruwat" atau selamatan guna memohon doa dari Allah swt agar dijauhkan dari bahaya, penyakit dan kesulitan. pada pagelaran wayang kulit cirebon yang menjadi pelengkap prosesi adat ''mapag sri'', lakon wayang yang biasanya dipentaskan adalah lakon ''Sulanjana'' yang bercerita tentang asal muasalnya padi.
Baris 218 ⟶ 223:
 
<gallery>
Berkas:Reynan-Wayang-dalang-kulonan-enangsutria.jpg | ''Ki'' Dalang Enang Sutriya asal [[Tanjungtiga, Blanakan, Subang|desa Tanjung Tiga]], [[Blanakan, Subang|kecamatan Blanakan]], [[kabupaten Subang]] dengan lakon''Rahwana Lahir'' pada pagelaran wayang Kulit Cirebon di ''Blok'' Kosambi Lempeng timur, [[Sukatani, Cilamayacilamaya Wetan, Karawang|desa Sukatani]], [[Cilamaya Wetan, Karawang|kecamatan Cilamaya Wetan]], [[kabupaten Karawang]]
 
Berkas:Reynan-Wayang-dalang-kulonan-sukardi.jpg | Pegelaran Wayang Siang ([[bahasa Cirebon]] : ''Ringgit Awan'') di Cilamaya, [[kabupaten Karawang]] oleh ''Ki'' Dalang Sukardi dari [[Pagaden, Subang|Pegaden]], [[kabupaten Subang]] dengan menggunakan wayang koleksi ''Ki'' Dalang Udama asal [[Blanakan, Subang|Blanakan]], [[kabupaten Subang]]
 
Berkas:Reynan-Wayang-dalang-kulonan-Udam.jpg | ''Ki'' Dalang Udam asal ''blok'' Ciremin, [[Sukakerta, Cilamayacilamaya Wetan, Karawang|desa Sukakerta]], [[Cilamaya Wetan, Karawang|kecamatan Cilamaya Wetan]], [[kabupaten Karawang]] membawakan kisah nabi Sulaiman as
 
</gallery>
Baris 231 ⟶ 236:
 
Berkas:4._Bisma_Wicara.jpg | Bisma wicara pada Wayang kulit Cirebon gaya ''kulonan'' - '''ditatah'' oleh Arie Nugraha dan Ki Tasma Atmaja
Berkas:Reynan_Bambang_Arasoma.jpg | Bambang Arasoma pada Wayang kulit Cirebon gaya ''kulonan'' yang ''disungging'' oleh Arie Nugraha ( lakon ini terdapat kerusakan pada ornamen ''Garuda Mungkur'' kecilnya yang terdapat diatas kepala )
Berkas:3._Salya.jpg | Salya pada Wayang kulit Cirebon gaya ''kulonan'' - ''ditatah'' oleh Arie Nugraha dan Ki Tasma Atmaja.
Berkas:Reynan_Wayang_Cirebon_gaya_cilamaya.jpg | Pangeran Duryodana pada Wayang kulit Cirebon gaya ''kulonan'' - karya Ki Ardi, ''disungging'' ulang oleh Ki Enang Sutria dan ''dibrom'' ulang oleh Arie Nugraha.
Baris 237 ⟶ 242:
Berkas:Reynan_Jabang.jpg | Jabang karya Arie Nugraha
Berkas:Reynan._Aruna_Mangu.jpg | Arjuna ( mangu ) - ''ditatah'' oleh Arie Nugraha dan Ki Tasma Atmaja
Berkas:Reynan_Begawan_Sekutrem.jpg | Begawan Sekutrem pada Wayang kulit Cirebon gaya ''kulonan'' karya Arie Nugraha
Berkas:9._Reynan-Batara_Guru1.jpg| Betara Guru - ''ditatah'' oleh Arie Nugraha dan Ki Tasma Atmaja
Berkas:Reynan._Narada_-_usup.jpg | Betara Narada pada Wayang kulit Cirebon gaya ''Kulonan'' karya Pak Usup
Baris 263 ⟶ 268:
 
== Seni kriya ==
[[Berkas:Reynan_Gunungan_Cirebon_Waryo1.jpg|thumbjmpl|200px|rightka|Gunungan Wayang kulit Cirebon gaya ''Kidulan'' karya ayahanda Ki Waryo (Budayawan Cirebon)]]
[[Berkas:Reynan-Kayon_cirebon-sumber.jpg|thumbjmpl|200px|rightka|Gunungan Wayang kulit Cirebon gaya ''Kidulan'' milik ''Ki Dalang'' Jaja dari [[Kerandon, Talun, Cirebon|desa Kerandon]] , [[Talun, Cirebon|kecamatan Talun]] , [[kabupaten Cirebon]] ]]
[[Berkas:Reynan-Gununga-Cirebon-Gunungan-arie1.jpg|thumbjmpl|200px|rightka|Gunungan Wayang kulit Cirebon gaya ''Kulonan'' ( Cilamaya ) dengan ''Kayon'' Windu, ''ditatah'' oleh Ki Tasma Atmaja dan ''Disungging'' oleh Arie Nugraha (Budayawan Cirebon asal Cilamaya)]]
[[Berkas:Reynan-Kayon-sempangan.jpg|thumbjmpl|200px|rightka|Gunungan Wayang kulit Cirebon gaya ''Wetanan'' ( Sempangan ) milik almarhum ''Ki'' dalang Kurnadi ayahanda ''Ki'' dalang Pulana (dalang wayang kulit Cirebon gaya Sempangan sekaligus dalang bagi [[kesultanan Kacirebonan]] ]]
 
Wayang kulit cirebon sebenarnya masih serupa dengan wayang kulit purwa namun memiliki ciri khas tersendiri jika ditinjau dari sudut seni kriya, beberapa tokoh pewayangan cirebon dibuat cukup jauh berbeda dengan tatahan dan sunggingan wayang kulit purwa sebagai contoh karakter Rahwana atau Prabu Dasamuka pada ''Pewayangan Cirebon'' direfleksikan dengan kepala yang benar-benar berjumlah sepuluh dilihat dari sisi muka dan belakang karakter wayang.
[[Berkas:Reynan-Gununga-Cirebon-Gunungan-arie1.jpg|thumb|200px|right|Gunungan Wayang kulit Cirebon gaya ''Kulonan'' ( Cilamaya ) dengan ''Kayon'' Windu, ''ditatah'' oleh Ki Tasma Atmaja dan ''Disungging'' oleh Arie Nugraha (Budayawan Cirebon asal Cilamaya)]]
 
Pegangan wayang kulit Cirebon ([[bahasa Cirebon]]: ''cempurit'') memiliki ciri khas tersendiri jika dibandingkan dengan ''cempurit'' milik [[suku Jawa]] pada wayang kulit Jawa, ''cempurit'' pada wayang kulit Cirebon memiliki bentuk ''tungkul bawang'' atau biasa dikenal dengan nama ''bawangan'' terbuat dari tanduk kerbau dengan warna kemerahan sementara wayang Jawa memiliki bentuk berbeda dengan warna kekuningan<ref>[http://m.liputan6.com/regional/read/2522744/pengrajin-tinggal-2-orang-senjakala-wayang-cirebon Prayitno, Panji. 2016. Pengrajin Tinggal 2 Orang - Senjakala Wayang Cirebon. [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]: Liputan 6.com]</ref>
[[Berkas:Reynan-Kayon-sempangan.jpg|thumb|200px|right|Gunungan Wayang kulit Cirebon gaya ''Wetanan'' ( Sempangan ) milik almarhum ''Ki'' dalang Kurnadi ayahanda ''Ki'' dalang Pulana (dalang wayang kulit Cirebon gaya Sempangan sekaligus dalang bagi [[kesultanan Kacirebonan]] ]]
 
Wayang kulit cirebon sebenarnya masih serupa dengan wayang kulit purwa namun memiliki ciri khas tersendiri jika ditinjau dari sudut seni kriya, beberapa tokoh pewayangan cirebon dibuat cukup jauh berbeda dengan tatahan dan sunggingan wayang kulit purwa sebagai contoh karakter Rahwana atau Prabu Dasamuka pada ''Pewayangan Cirebon'' direfleksikan dengan kepala yang benar-benar berjumlah sepuluh dilihat dari sisi muka dan belakang karakter wayang.
 
Untuk karakter pewayangan yang menggunakan gelung, gelung pada wayang kulit cirebon tidak dibuat sampai menyentuh ubun-ubun karakter wayang sehingga membuat postur wayang kulit cirebon terlihat lebih langsing dan membuatnya mirip dengan ''Wayang kulit Bali''.
 
Wayang kulit cirebon jika dilihat dengan teliti memiliki ciri khas pada tatahan dan ukiran karakter wayangnya, motif khas cirebonan yang biasa digunakan pada tatahan dan ukiran pada wayang kulit cirebon biasanya adalah :
 
* Tumpengan
Baris 287 ⟶ 292:
* Wadasan
 
Sunggingan pada wayang kulit cirebon juga mengenal beberapa motif pewarnaan, di antaranya :
[[Berkas:Reynan_Wayang_Cirebon_gaya_cilamaya.jpg|thumbjmpl|200px|rightka|Karakter ''Duryodana'' dalam Wayang kulit Cirebon gaya ''Kulonan'' ( Cilamaya ) karya Ki Ardi, ''disungging'' ulang oleh Ki Enang Sutria dan ''dibrom'' ulang oleh Arie Nugraha]]
 
* Sekabra
Baris 301 ⟶ 306:
=== Seni kaligrafi ===
 
Unsur-unsur dakwah Islam pada ''Wayang kulit Cirebon'' masih tampak jelas sebagai warisan para ''Wali Sanga''. Para ''Wali'' menambahkan unsur ajaran Islam tanpa menghapuskan ajaran sebelumnya yang selain sudah terlampau mengakar pada masyarakat pribumi, juga berusaha untuk tetap melestarikan unsur-unsur positif universal di dalamnya yang dianggap tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebagai contohnya dapat dilihat dari seni kaligrafi pada ''Gunungan Jali atau Jaler Wayang kulit Cirebon'' karya Rastika dari [[Gegesik, Cirebon|Gegesik]], [[kabupaten Cirebon]], dimanadi mana ''Gunungan'' tersebut bertahtakan aneka kaligrafi Arab berupa ''Tahlil'', ''Syahadat'' dan ''Shalawat'' yang membentuk siluet dari sosok ''Ganesha''.
 
Penggunaan kaligrafi Islam juga tidak hanya sebatas pada ''Gunungan Wayang kulit Cirebon'' saja. karakter Wayang kulit Cirebon yakni Cungkring atau lebih dikenal dengan nama ''Petruk'' pada kebudayaan Jawa, juga terlihat menggunakan kalung yang berlafazkan ''Allah'' serta karakter ''Bagal Buntung'' yang menggunakan kalung yang berlafazkan ''Muhammad''.
Baris 311 ⟶ 316:
=== Adat wayang kulit di desa-desa Sukaraja ===
 
Pada wilayah desa-desa Sukaraja yang didalamnya meliputi ''( [[Sukaraja Kulon, Jatiwangi, Majalengka|Sukaraja kulon]] dan [[Sukaraja Wetan, Jatiwangi, Majalengka|Sukaraja wetan]])'' di [[jatiwangi, Majalengka|kecamatan Jatiwangi]], [[kabupaten Majalengka]], wayang kulit ditempatkan sebagai ''larangan adat'' dimanadi mana larangan ini berasal dari sebuah cerita rakyat setempat yang dituturkan secara turun-temurun oleh masyarakat desa-desa Sukaraja.
 
Cerita rakyat yang dipertuturkan secara turun-temurun di kalangan masyarakat desa-desa Sukaraja adalah kisah tentang Ki Depok (yang makamnya berada di wilayah Sukaraja) dan istrinya yang merupakan seorang pesinden.
Baris 317 ⟶ 322:
{{cquote|Diceritakan bahwa sang suami ''(Ki Depok)'' tidak mendapatkan perhatian dari sang istri dikarenakan sang istri selalu sibuk akibat jadwal panggungnya yang padat sebagai pesinden, sangat kesal akan perilaku istrinya yang kurang memperhatikan dirinya, Ki Depok mendatangi istrinya yang sedang ''nyinden'' lalu memarah-marahinya}}
 
Dikarenakan hal tersebut akhirnya ''sesepuh'' (orang-orang yang dituakan dan dihormati) di desa-desa Sukaraja ini memutuskan untuk melarang adanya pagelaran wayang kulit tersebut sampai sekarang.<ref>[{{Cite web |url=http://www.radarcirebon.com/larang-syukuran-dengan-pagelaran-wayang.html |title=radar Cirebon - Larang Syukuran dengan Pagelaran Wayang] |access-date=2015-01-16 |archive-date=2015-01-16 |archive-url=https://web.archive.org/web/20150116110757/http://www.radarcirebon.com/larang-syukuran-dengan-pagelaran-wayang.html |dead-url=yes }}</ref>
 
== Pengembangan dan Konservasi ==
 
Popularitas wayang kulit Cirebon tidak seperti wayang kulit jawa semisal [[wayang Surakarta|gaya YogyakartaSurakarta]] atau [[wayang Yogyakarta|gaya SurakartaYogyakarta]] yang sering ditampilkan di Televisi dan diajarkan di pusat-pusat kebudayaan wayang kulit jawa. Wayang kulit Cirebon bisa dibilang tidak terlalu dikenal bahkan bagi para penggemar wayang sekalipun yang bermukim di luar pulau Jawa.<ref>[http://www.cirebonarts.com/pdf/wayang_kulit_in_cirebon.pdf Matthew Isaac Cohen - wayang Kulit in Cirebon]</ref>
 
Wayang kulit Cirebon tidak memiliki waktu pertunjukan yang tetap yang memudahkan para turis untuk dapat menikmatinya, kesenian wayang kulit Cirebon pun tidak diajarkan disebuah pusat-pusat kebudayaan seperti yang terjadi pada wayang kulit jawa dan wayang kulit Cirebon juga hampir tidak pernah ditayangkan di televisi nasional.
 
Kesenian wayang kulit Cirebon mulai banyak dikenal masyarakat internasional ketika penampilan Ki Dalang Taham atau dalam budaya cirebon dikenal dengan nama ''Mama Ta'am'' (red : Mama berarti ''Bapak'' dalam bahasa Cirebon) yang merupakan ayah dari seorang maestro tari topeng Cirebon gaya Tambi, Indramayu, yaitu ibu Wangi Indriya atau dalam budaya Cirebon dikenal dengan nama ''Mimi Wangi Indriya''
 
Pada masa modern, frekuensi pagelaran wayang kulit Cirebon mengalami penurunan jika dibandingkan pada masa [[kesultanan CirebobCirebon]], pada masa [[kesultanan Cirebon]], pagelaran wayang kulit Cirebon yang merupakan media dakwah Islam biasa dipertunjukkan pada berbagai acara di masyarakat adat Cirebon seperti ''mapag sri'', ''barikan'' dan ''sedekah bumi'', turunnya frekuensi pagelaran wayang kulit Cirebon menurut Raffan Hasyim (budayawan Cirebon) disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor ekonomi dan pendidikan,<ref name=fajar1>[http://news.fajarnews.com/read/2016/06/01/11428/wayang.ramai.diperbincangkan.dan.jadi.primadona.di.inggris | Rosyidi. 2016. Wayang Ramai Diperbincangkan dan Jadi Primadona di Inggris. [[kota Cirebon]] : Fajar News]</ref>, bagi beberapa kalangan masyarakat mengadakan pagelaran wayang kulit Cirebon akan membutuhkan banyak dana ketimbang menggelar pentas seni lainnya semisal dangdut atau organ tunggal, hal ini dikarenakan banyaknya orang yang terlibat dalam sebuah pagelaran wayang kulit Cirebon seperti sinden, ''wiyaga'' (penabuh gamelan) dan sebagainya sehingga pertunjukan wayang kulit Cirebon dianggap sebagai sebuah pertunjukan yang mahal.
 
Menurut Raffan Hasyim (budayawan Cirebon) untuk menghindari punahnya wayang kulit Cirebon bisa dilakukan dengan membudayakan wayang kulit Cirebon di lingkungan keluarga dan masukan pelajaran muatan lokal tentang sastra dan wayang Cirebon.<ref name=fajar1/>.
 
=== Wilayah inti penyebaran wayang kulit Cirebon ===
Baris 339 ⟶ 344:
Wayang kulit Cirebon yang masih memegang kesinambungan antara masa pra-Islam dengan masa Islam dari bentuknya, ukirannya dan pemasukan unsur-unsur kaligrafinya dengan menjaga harmonisasi antara keduanya menjadikan Wayang kulit Cirebon tetap menjadi Duta diplomasi hingga kini, yaitu diplomasi yang mempertemukan dan menyatukan warisan leluhur, aneka budaya, kisah epik Hindu dan Budha dari India dengan ajaran Islam, bahkan dengan isu kontemporer, hiburan modern, media serta teknologi dengan seni kerajinan tradisional. Diplomasi yang mempertemukan berbagai kepentingan pula, yaitu kepentingan pelestarian budaya, dokumentasi sejarah, propaganda dan dominasi politik, penyebaran agama, pergaulan sosial serta perkembangan kesenian dan penerapan teknologi media.
 
Mohammad Isa Pramana Koesoemadinata dalam penelitiannya yang berjudul "Wayang Kulit Cirebon : Warisan Diplomasi Seni Budaya Nusantara" mengatakan bahwa :
 
{{cquote|Wayang kulit Cirebon merupakan refleksi keberhasilan diplomasi lintas budaya pada masa lalu dalam skala regional dan bisa menjadi proyeksi dari suatu alternatif diplomasi pada masa depan dalam skala global bahkan universal}}
 
Keberhasilan ''Wayang kulit Cirebon'' sebagai sebuah Diplomasi budaya juga direfleksikan oleh sejarah Cirebon yang pernah jaya sebagai Kesultanan yang berdiri di atas keberagaman budaya, etnis dan kepercayaan dengan wilayahnya yang berada di pesisir sesuai dengan asal katanya ''Caruban'' yang berarti ''Bersatu padu''.
 
== Pagelaran Wayang Kulit Cirebon ==
 
== Referensi ==