Hans Teeuw

(Dialihkan dari A. Teeuw)

Andries "Hans" Teeuw (dikenal sebagai A. Teeuw; 12 Agustus 1921 – 18 Mei 2012) adalah pakar sastra dan budaya Indonesia asal Belanda.[1][2]

Hans Teeuw
LahirAndries Teeuw
(1921-08-12)12 Agustus 1921
Gorinchem, Belanda
Meninggal18 Mei 2012(2012-05-18) (umur 90)
KebangsaanBelanda
AlmamaterUniversitas Utrecht
Dikenal atasKritik sastra Indonesia
Karier ilmiah
BidangKritik sastra, penerjemahan

Pendidikan dan karier sunting

Teeuw meraih gelar Doktor dari Universitas Utrecht (1946) dan menerima gelar Dr. Honoris Causa dari Universitas Indonesia (1975). Sejak 1955 dia menjabat sebagai guru besar Bahasa dan Kesusastraan Indonesia di Universitas Leiden, Belanda. Di universitas yang sama dia pernah menjadi ketua Departemen Bahasa dan Kebudayaan (1968-1986). Ia menjadi lektor Sastra Melayu di Fakultas Sastra UI (1950-1951), dan guru besar tamu di Universitas Michigan, AS (1962-1963).[3] Ia pernah menjadi anggota Ilmu Pengetahuan Belanda (sejak 1971) dan ketua Komite Belanda untuk Kerja Sama Indonesia-Belanda (1970).

Ia pernah mengadakan penelitian tentang sastra Indonesia di Jakarta (1945-1947) dan di Yogyakarta (1977-1978).

Di Indonesia dia lebih dikenal sebagai pakar sastra Indonesia. Dia menulis buku sejarah sastra Indonesia dan buku teori sastra.

Karya sunting

Berikut beberapa karya tulisannya.[4]

  • Voltooid Voorspiel: Indonesische Literatuur tussen twee weredoorlogen (1950)
  • Hariwansa (1950)
  • Dialectatlas van Lombok (1954)
  • Pokok dan Tokoh dalam Kesusastraan Indonesia Baru (1954)
  • A Critical Survey of Studies on Malay and Bahasa Indonesia (1961)
  • Modern Indonesian Literature I & II (1967 & 1969)
  • Tergantung pada Kata (1980)
  • Sastra Baru Indonesia (1980)
  • Khasanah Sastra Indonesia (1980)
  • Membaca dan Menilai Sastra (1983)
  • Sastra dan Ilmu Sastra (1984)
  • Sastra Indonesia Modern II (1989)
  • Citra Manusia Indonesia dalam Karya Pramoedya Ananta Toer (1997)
  • Manifestasi Puisi Indonesia-Belanda (sebagai editor bersama Toety Heraty) (1986)

Profesor Teeuw Award sunting

Profesor Teeuw Foundation diluncurkan pada tahun 1991 sebagai warisan Program Studi Profesor Teeuw di Indonesia.[5] Program ini memainkan peran penting dalam kerja sama peneliti Indonesia dan Belanda di bidang studi Bahasa Indonesia dari tahun 1975 sampai tahun 1991. Inisiator dari Profesor Teeuw Foundation bertujuan menghormati Profesor Teeuw atas karyanya.[5]

Setiap dua tahun sekali, seorang pemenang Indonesia atau Belanda, atau orang yang tinggal di Indonesia atau Belanda, pada gilirannya akan menerima Penghargaan Profesor Teeuw, atas kontribusinya-nya terhadap hubungan budaya Indonesia-Belanda dalam arti lebih luas. Penghargaan ini bisa seperti di bidang sastra, musik, tari, arsitektur, sejarah, lingkungan, hukum. Penghargaan ini diberikan sebagai hadiah bagi pemenang untuk karyanya di bidang hubungan budaya Indonesia-Belanda dan sebagai rangsangan untuk melanjutkan pekerjaan tersebut.[5]

Peraih Profesor Teeuw Award sunting

Peraih Profesor Teeuw Award pertama kali adalah tokoh penerbit dan wartawan Goenawan Mohamad pada tahun 1992. Peraih Penghargaan setelah Goenawan Mohamad adalah penulis dan peneliti dari Leiden (markas KITLV), Dr. Harry Poeze, penulis, penyair dan filsuf Y.B. Mangunwijaya, dan Ellen Derksen, penyelenggara Pasar Malam Besar di Den Haag.[5]

Pada tahun 2000, antropolog dan wartawan Indonesia Mulyawan Karim memenangi penghargaan ini, yang kemudian diberikan sebagai hibah perjalanan yang digunakan Mulyawan untuk melakukan penelitian di Belanda. Pada tahun 2002, F.X. Suhardi Djojoprasetyo meraih penghargaan sebagai pengakuan atas kegiatannya sebagai guru di bidang tari dan gamelan Jawa, yang telah ia lakukan di Belanda sejak tahun 1975.[5]

Pada tahun 2004, Profesor Teeuw Foundation memberikan penghargaan kepada Ajip Rosidi, yang selama lebih dari 40 tahun, telah memberikan kontribusi yang berharga bagi studi, publikasi, dokumentasi, dan promosi sastra Indonesia dengan cara yang lebih luas. Ia sangat dihormati di dunia internasional, baik oleh bangsa Barat maupun bangsa Timur termasuk Jepang). Jika memungkinkan, ia juga mencari, mempraktikkan dan mempromosikan kegiatannya dengan bekerjasama dengan Belanda dan lembaga-lembaga mereka.[5]

Pada tahun 2007, Profesor Teeuw Award digelar di dua tempat, Belanda maupun Indonesia. Kali ini penghargaan diberikan kepada pemenang yang telah memberi kontribusi pada hubungan budaya Indonesia-Belanda di bidang arsitektur dan studi arsitektur. Di Belanda, Profesor Teeuw Award 2007 diberikan kepada dua pemenang yakni arsitek Cor Passchier, dan sejarawan dan antropolog Freek Colombijn. Di Indonesia, tiga pemenang yang terpilih untuk menerima penghargaan adalah Han Awal, Wastu Pragantha Zhong dan Soedarmadji JH Damais.[5]

Catatan kaki sunting

  1. ^ "In Memoriam : Hans Teeuw: Ever a student of Indonesia". The Jakarta Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-25. Diakses tanggal 23 May 2012. 
  2. ^ "Hans Teeuw (1921-2012)". KITLV. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 August 2012. Diakses tanggal 2 June 2012. 
  3. ^ Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia. (2004). Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. ISBN 979-9012-12-0 hlm. 8-9
  4. ^ Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia. (2004). Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. ISBN 979-9012-12-0 hlm. 9
  5. ^ a b c d e f g "KITLV.nl: Stitching Professor Teeuw Fonds" (pdf). Diakses tanggal 2011-5-31. 

Pranala luar sunting