Polimorfisme panjang fragmen teramplifikasi
Polimorfisme panjang fragmen teramplifikasi (bahasa Inggris: Amplified Fragment Length Polymorphism, AFLP) adalah teknik dalam biologi molekuler yang digunakan untuk penandaan genetik berbasis hasil amplifikasi (perbanyakan) PCR terhadap potongan-potongan (fragmen) DNA yang terbentuk akibat aktivitas enzim restriksi tertentu.[1] Oleh pembuatnya, AFLP dimaksudkan sebagai salah satu alat untuk pengujian DNA.
AFLP memperbaiki sejumlah kelemahan RFLP, seperti proses yang memakan waktu dan banyaknya kuantitas DNA yang dibutuhkan. Dalam AFLP, berkas DNA sampel dipotong oleh sepasang enzim restriksi. Selanjutnya PCR selektif dilakukan menggunakan primer yang memiliki adapter yang bersesuaian dengan lokasi restriksi. Hasil amplifikasi ini lalu dideteksi melalui elektroforesis gel. Teknik ini menghasilkan penanda yang berperilaku dominan, seperti RAPD, namun lebih stabil seperti RFLP. Frekuensi polimorfismenya jauh lebih tinggi daripada RFLP dan pelaksanaannya juga lebih cepat.
AFLP adalah merek dagang yang hak patennya dipegang oleh Keygene, perusahaan bioteknologi asal Belanda.
Prinsip kerja
suntingSecara garis besar, prosedur AFLP dipilah menjadi tiga tahap pokok:
- Pemotongan (digesti) oleh enzim restriksi dan penempelan (ligasi) adapter
- Perbanyakan (amplifikasi) selektif atas potongan-potongan DNA
- Analisis hasil amplifikasi lewat elektroforesis gel
Pemotongan dan penempelan
suntingPemotongan DNA dilakukan dengan bantuan sepasang enzim restriksi yang berbeda frekuensi pemotongannya. Salah satu enzim yang dipakai adalah enzim yang diketahui memiliki titik restriksi (pemotongan) yang jarang dan enzim lainnya diketahui memiliki titik restriksi yang lebih sering dijumpai. Pasangan enzim restriksi yang umum dipakai adalah EcoRIII (jarang) dan MstI (sering) atau EcoRI (jarang) dan MseI (sering). Selanjutnya fragmen DNA hasil pemotongan ditempelkan (ligasi) dengan DNA adapter yang terdiri dari sekuens inti (core sequences) dan sekuens spesifik dari enzim yang digunakan.[1]
Perbanyakan (amplifikasi) selektif
suntingAmplifikasi selektif dengan PCR dilakukan dengan menggunakan primer yang terdiri dari DNA adaptor (sekuens inti dan sekuens spesifik enzim) dan tiga nukleotida.[1] Penambahan panjang primer dengan tiga nukleotida dimaksudkan agar fragmen DNA yang teramplifikasi akan lebih spesifik karena hanya fragmen yang cocok atau berkomplemen saja yang akan ditempeli primer.[1] Ini berarti penambahan nukleotida akan memperkecil jumlah polimorfisme (variasi) dari fragmen DNA.[2]
Analisis dengan elektroforesis gel
suntingHasil amplifikasi PCR selektif akan divisualisasi dengan menggunakan teknik elektroforesis gel.[1] Gel yang biasa digunakan untuk AFLP adalah poliakrilamida.[1] Pola DNA pada gel akan diwarnai kemudian hasil berupa pita DNA dapat dilihat.[1]
Kelebihan dan Kekurangan
suntingTeknik AFLP memiliki beberapa kelebihan, yaitu tidak memerlukan pengetahuan atau data tentang sekuens DNA genom yang akan dianalisis, hanya memerlukan sampel DNA dalam jumlah yang sedikit, teknik ini dapat digunakan untuk berbagai jenis sampel DNA, penanda yang dihasilkan lebih dapat dipercaya dan hasil pengulangan lebih baik jika dibandingkan dengan RAPD.[3] Kekurangan dari AFLP adalah penanda DNA yang dihasilkan hanya bersifat dominan.[2]
Penggunaan
suntingAFLP merupakan teknik yang relatif mudah dikerjakan dan, dibandingkan dengan penanda-penanda berbasis PCR lainnya, murah per satuan polimorfismenya. Penggunaannya sebagai alat pengujian DNA masih bersaing ketat dengan mikrosatelit (SSR atau STR) atau minisatelit. Penggunaan yang lebih luas ditemukan dalam kajian struktur populasi dan pemetaan genetik. Ia dapat diaplikasikan untuk melihat perbedaan dan pelacakan hingga ke tingkat galur mikroorganisme yang berada dalam satu spesies, deteksi polimorfisme DNA untuk studi evolusi genom, melihat kekerabatan antara organisme patogen dalam kajian epidemiologi, pemetaan potongan DNA hasil kloning, dan kajian sistematika molekuler.[3]
Referensi
sunting- ^ a b c d e f g Pieter Vos, Rene Hogers, Marjo Bleeker, Martin Reijans, Theo van de Lee, Miranda Hornes, Adrie Frijters, Jerina Pot, Johan Peleman, Martin Kuiper, Marc Zabeau (1995). "AFLP: a new technique for DNA fingerprinting" (PDF). Nucleic Acids Research. 23 (21): 4407–4414.
- ^ a b AFLP: Principle and Application
- ^ a b AFLP™ Microbial Fingerprinting: Protocol, Applied Biosystems