Abdul Kharis Almasyhari

politisi Indonesia
(Dialihkan dari Abdul Kharis Almasyari)

Abdul Kharis Almasyhari (lahir 25 Agustus 1968) adalah mubalig, pengusaha, dan politisi Indonesia. Ia terpilih sebagai anggota DPR untuk periode 2014–2019. Merintis bisnis percetakan sejak masih kuliah, Kharis tampil sebagai pengusaha lewat penerbitan yang didirikannya, PT Era Adicitra Intra Media. Ia sempat bekerja sebagai dosen untuk Universitas Muhammadiyah Surakarta sebelum memutuskan bergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Pemilihan umum legislatif 2014 mengantarnya duduk sebagai anggota DPR mewakili daerah pemilihan Surakarta, Sukoharjo, Boyolali, dan Klaten.

Abdul Kharis Almasyhari
Ketua Komisi I
Dewan Perwakilan Rakyat
Masa jabatan
26 Mei 2016 – 30 September 2019
PresidenJoko Widodo
Ketua DPRAde Komarudin
Setya Novanto
Bambang Soesatyo
Informasi pribadi
Lahir25 Agustus 1968 (umur 56)
Purworejo, Indonesia
Partai politik Partai Keadilan Sejahtera
Suami/istriRetno Sintowati
Orang tuaSyaibani (ayah)
Muslimah (ibu)
Almamater
Situs websahabatkharis.com
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Putra seorang kiai pemilik pondok pesantren di Purworejo, Kharis telah aktif menyemarakkan kegiatan syiar dan dakwah Islam sejak bersekolah di SMA Negeri 1 Kutoarjo. Masuk ke Universitas Negeri Sebelas Maret, ia memilih jurusan akutansi sembari menekuni dunia pers. Usaha percetakan yang dirintisnya berpengaruh pada kemapanan hidupnya, membuatnya menikah saat masih berstatus mahasiswa. Pada 1997, ia mendirikan PT Era Adicitra Intra Media, salah satu penerbit buku-buku Islam utama di Indonesia.

Kehidupan awal

sunting

Abdul Kharis Almasyhari adalah putra pasangan Syaibani dan Muslimah. Ia dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama dengan ayah seorang kiai pemilik pondok pesantren di Purworejo. Sembari ikut mengaji bersama santri-santri di pondok pesantren ayahnya, ia melewatkan pendidikan formal di sekolah negeri. Ia menjadi salah seorang siswa teladan se-Kabupaten Purworejo saat SD dan sering meraih juara kelas hingga SMA.[1]

Latar belakang militer yang dimiki ayahnya memengaruhi kepribadian Kharis. Ia diajarkan bertani, mengolah sawah, hingga ia bisa membajak sawah sendiri saat masih SD. Bersekolah di SMA Negeri 1 Purworejo, ia rutin mengikuti kegiatan kesiswaan di sekolah, sembari membawakan keterampilannya sebagai penceramah. Pada 1987, ia pindah ke Surakarta, kuliah di Jurusan Akuntansi, Fakultas Ilmu Ekonomi, Universitas Negeri Sebelas Maret.

Penerbitan

sunting

Semester kedua kuliah menandai keaktifan Kharis dalam organisasi kemahasiswaan. Ia menjadi reporter untuk Badan Pers Mahasiswa, berlatih bela diri, bergabung dengan mahasiswa pecinta alam, dan menghadiri kajian Islam.[1] Ia mengaku "tidak pernah keteran" jika jadwal antara kuliah dan organisasi berdekatan "atau bahkan satu waktu".[2] Melalui pelatihan di Majalah Tempo yang diikutinya sebagai utusan Badan Pers Mahasiswa, ia mendapati dirinya tertarik dengan bisnis percetakan dan mulai merintis usaha di sekitar kampus. Ia membuka kantor kecil yang melayani permintaan "segala macam cetakan". Ia merancang desain dan bekerja sama dengan perusahaan percatakan untuk mengerjakan desainnya. "Saya katakan, saya baru akan membayar ke rekanan tersebut jika saya sudah dibayar oleh pelanggan saya," ujar Kharis.[3]

Bisnis yang ia rintis berpengaruh pada kemapanan hidupnya, membuatnya bisa "hidup tanpa uang saku dari orang tua". Pada akhir semester tujuh kuliahnya, ia menikahi istrinya, Retno Sintowati. Walau sama-sama belum menamatkan kuliah, ia mengaku tidak ada pertentangan dari orang tua mereka. "Semua berjalan sangat lancar." Pasangan ini kelak memiliki tujuh orang anak sejak menikah pada 24 Februari 1991.[3]

Tamat kuliah dengan gelar akuntan pada 1993, Kharis mendirikan CV Citra Islami Press, melayani pekerjaan setting, sablon, dan percetakan. Pada 3 Oktober 1997, CV Citra Islami Press berubah status menjadi PT Era Adicitra Intermedia, bergerak di bidang penerbitan dan perdagangan buku-buku Islam. Penerbitan ini tercatat sebagai salah satu dari lima penerbit buku bacaan Islam yang masih bertahan. Kharis menjabat sebagai sebagai Direktur Utama PT Era Adicitra Intermedia sejak didirikannya.

Kiprah

sunting

Pada tahun 1995, Kharis diangkat sebagai dosen untuk Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Namun, ia mengundurkan diri setelah ia memutuskan maju sebagai calon anggota legislatif melalui Partai Keadilan Sejahtera.[3]

Sejak 1997, bersama sejumlah pengusaha di bidang percetakan dan penerbitan, Kharis aktif dalam kepengurusan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI). Ia pernah menjabat sebagai Ketua IKAPI Jawa Tengah sejak 2007 hingga 2013.[1][3]

Kharis ikut dalam masa awal pembentukan Partai Keadilan Sejahtera di Jawa Tengah, duduk sebagai bendahara ketika partai itu masih bernama Partai Keadilan. Meski telah bergabung dengan partai politik, Kharis semula mengaku belum tertarik untuk menjadi anggota legislatif, memilih mengembangkan bisnis penerbitannya sambil melanjutkan kuliah ke jenjang S-2 dan S-3.[3]

Menjelang pemilihan umum legislatif 2014, Kharis mendaftarkan diri menjadi calon anggota legislatif. Ia terpilih sebagai anggota DPR mewakili daerah pemilihan Surakarta, Sukoharjo, Boyolali, dan Klaten. Oleh partainya, ia ditempatkan duduk di Komisi XI yang membidangi keuangan dan perbankan.[4] Sejak 26 Mei 2016, ia dipindahkan dan diamanahkan sebagai Ketua Komisi I, menggantikan rekan satu partainya Mahfudz Siddiq.[5]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c Ririn Aprilia. "Abdul Kharis Almasyhari, Anak Kyai yang Menaklukan Senayan". VIVA.co.id. Diakses tanggal 6 Juni 2017. 
  2. ^ "Kiprah Alumni UNS: Abdul Kharis Almasyhari, Ketua Komisi I DPR RI". JawaPos.com. Diakses tanggal 6 Juni 2017. [pranala nonaktif permanen]
  3. ^ a b c d e Profil Abdul Kharis di Majalah Parlementaria Diarsipkan 2016-04-18 di Wayback Machine.. hlmn 44−47.
  4. ^ "Abdul Kharis Almasyhari". tirto.id. Diakses tanggal 6 Juni 2017. 
  5. ^ Budilaksono, Imam (2016-05-26). Suryanto, ed. "Abdul Kharis gantikan Mahfud pimpin Komisi I DPR". ANTARA News. Diakses tanggal 6 Juni 2017. 

Pranala luar

sunting