Abdoel Rivai

dokter dan jurnalis di Hindia Belanda
(Dialihkan dari Abdul Rivai)

Abdoel Rivai (13 Agustus 1871 – 16 Oktober 1937) adalah dokter dan wartawan Indonesia. Ia merupakan orang Indonesia pertama yang menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu dari luar negeri (Eropa), juga pribumi Indonesia pertama yang meraih gelar doktor dari Universitas Gent, Belgia.[1] Rivai dianugerahi gelar sebagai Perintis Pers Indonesia, pada tahun 1974 oleh Pemerintah Indonesia.

Abdoel Rivai
Lahir(1871-08-13)13 Agustus 1871
Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda.
Meninggal16 Oktober 1937(1937-10-16) (umur 66)
Bandung
KebangsaanHindia Belanda
Almamater
PekerjaanDokter, Wartawan
Dikenal atasOrang Indonesia pertama yang menerima gelar doktor dari Universitas Gent, Belgia

Riwayat hidup sunting

Abdoel Rivai lahir dari pasangan Abdul Karim dan Siti Kemala Ria. Ayahnya bekerja sebagai guru di sekolah Melayu. Rivai memiliki watak yang keras, ulet, serta otak yang cemerlang. Pada tahun 1886, di saat masih berusia 15 tahun dia diterima bersekolah di STOVIA. Setamat dari STOVIA pada tahun 1894, ia ditugaskan menjadi dokter di Medan. September 1899, Rivai melanjutkan pendidikan ke Belanda sambil membantu berbagai surat kabar di Indonesia.

Rivai merupakan orang Hindia Belanda pertama yang bersekolah kedokteran di Belanda, dan berhasil menyelesaikan pendidikan kedokterannya pada tahun 1907. Ia kemudian melanjutkan studi doktoralnya di Universitas Gent, Belgia, melalui ujian terbuka dan dinyatakan lulus pada 23 Juli 1908, sekaligus mencatatkan namanya sebagai pribumi Indonesia pertama yang meraih gelar doktor di Eropa.[2][3]

Pada awal abad ke-20 Rivai terlibat perdebatan dengan A.A Fokker, pejabat Belanda yang mengklaim lebih fasih berbahasa Melayu ketimbang orang Melayu itu sendiri. Dalam perdebatan ini, Fokker berang karena ada orang inlander yang berani menantangnya. Akibat kegemilangannya dalam berdebat, Rivai diperbolehkan sekolah di Utrecht.

Wartawan sunting

Pada tahun 1 Juli 1900, Rivai (bekerja sama dengan Y Strikwerda) memprakarsai surat kabar Pewarta Wolanda. Kendati terbit dari Amsterdam, Pewarta Wolanda hadir dalam bahasa Melayu. Selain mengurusi Pewarta Wolanda, Rivai sering mengirimkan tulisannya ke berbagai media massa yang terbit di Belanda maupun Hindia. Berkat ketajaman tulisannya, Rivai lebih dikenal sebagai seorang wartawan dibanding dokter.

Bersama Henri, Constant, Claude, Clockener, Brousson, Rivai menerbitkan Bendera Wolanda pada 15 April 1901. Juga bersama Brousson, ia mendirikan usaha penerbitan Bintang Hindia pada Juli 1902. Pada tahun 1904, Rivai pernah menulis sebuah sajak-puja yang ditujukan khusus untuk Ratu Emma. Berikut sajak yang dibuat Dr. Rivai:

Selanjutnya, Rivai memutuskan untuk keluar dari Bintang Hindia pada tahun 1907. Hingga akhirnya Bintang Hindia meredup, dan pada tahun 1910, media yang pernah menggebrak dunia pers Belanda dan Hindia itu berakhir. Ia juga membantu di Bintang Hinen West dan Alegemeen Handelsblad di Amsterdam. Sewaktu mengadakan perjalanan ke berbagai negara di Eropa dan Amerika pada kurun (1919-1921), ia mengirimkan karangannya ke berbagai surat kabar di Indonesia.

Aktivitas Politik sunting

Setibanya dari Belanda pada tahun 1911, Rivai turut mendukung pembentukan Indische Partij (IP) di Sumatera. Tahun 1913, IP dibubarkan karena dianggap membahayakan pemerintah kolonial. Mantan aktivisnya kemudian mendirikan Insulinde. Pada tahun 1918, ia diangkat sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat) mewakili Insulinde.[4] Ia kemudian menetap di Jakarta, sebagai pembantu utama surat kabar Bintang Timur. Sementara itu surat kabar Pewarta Deli, Medan menyebutnya Sebagai "Bapak dalam golongan Jurnalistik".

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ Ahsan, Ivan Aulia. "Abdul Rivai, Agen Ganda Pribumi-Belanda". Tirto.id. Diakses tanggal 2021-11-30. 
  2. ^ "Abdul Rivai: Wartawan dan Doktor Bumiputra Pertama - senandika.web.id Tokoh". senandika.web.id. 2018-05-25. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-30. Diakses tanggal 2021-11-30. 
  3. ^ "Dokter Indonesia Pertama Lulusan Belanda". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2019-03-26. Diakses tanggal 2021-11-30. 
  4. ^ Setiono, Benny. G (2002). Tionghoa dalam Pusaran Politik. Jakarta: TransMedia. hlm. 355. 

Pranala luar sunting