Abu Sufyan

Pemimpin dan Pedagang dari suku Quraisy Mekkah
(Dialihkan dari Abu Sofyan)

Shakhr bin Harb bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf (bahasa Arab: صخر بن حرب بن أمية بن عبد شمس بن عبد مناف; ca 565ca 653) atau lebih dikenal dengan panggilannya Abu Sufyan bin Harb (أبو سفيان بن حرب) adalah salah seorang pemimpin utama Bani Quraisy di Makkah yang sangat menentang Muhammad, akan tetapi di kemudian hari memeluk agama Islam. Keturunan Abu Sufyan kemudian mendirikan dinasti Umayyah yang memerintah dunia Islam antara tahun 661–750.

Abu Sufyan
KelahiranShakhr bin Harb
(صخر بن حرب)
565
Mekkah
Kematian653
Madinah
Pasangan
Keturunan
WangsaBani Quraisy
AyahHarb bin Umayyah
IbuShafiyyah binti Hazn
AgamaIslam

Keluarga

sunting
 
Silsilah keluarga dari keluarga penguasa Sufyanid dari Kekhalifahan Umayyah. Sufyanid adalah keturunan Abu Sufyan

Istri dan anak

sunting
  1. Shafiyyah binti Abi al-Ash.
    1. Ramlah. Ia pertama kali menikah dengan Ubaidillah bin Jahsy, dan ia memiliki seorang putri, Habibah binti Ubaidillah. Setelah Ubaidillah meninggal, ia menikah dengan Muhammad.
    2. Umaimah. Ia menikah dengan Huwaithib bin Abdul Uzza, dan ia memiliki seorang putra bernama Abu Sufyan.[1]:169
  2. Zainab binti Naufal dari Bani Kinanah.[2]
    1. Yazīd.
  3. Hindun binti Utbah.
    1. Hanzhalah (terbunuh dalam Pertempuran Badar). Hindun menyebut Hanzhalah sebagai "anak sulungnya".[3]:313,337,385
    2. Muawiyah.
    3. Utbah. Ia disebutkan telah lahir "pada masa Nabi," yaitu setelah 610.[4] Ia memiliki putra yang bernama Al-Walid.
    4. Juwairiyah. Suami pertamanya adalah As-Sa'ib bin Abi Hubaisy. Suami keduanya adalah Abdurrahman bin al-Harits.[1]:169
    5. Ummul Hakam. Dia menikah dengan Abdullah bin Utsman Ats-Tsaqafi, dan memiliki seorang putra, Abdurrahman.[1][5]
  4. Shafiyyah binti Abi Amr bin Umayyah.
    1. Amr (ditawan dalam Pertempuran Badar dan kemudian dibebaskan).[3]:313
    2. Hindun. Ia menikah dengan Al-Harits bin Naufal, dan ia memiliki enam anak: Abdullah, Muhammad al-Akbar, Rabi'ah, Abdurrahman, Ramlah dan Ummu az-Zubair.[1]:169
    3. Sakhra. Dia menikah dengan Sa'ib bin al-Akhnas dan dikatakan memiliki anak.[1]:169
  5. Lubabah binti Abi al-Ash.
    1. Maimunah (Aminah). Dia menikah dengan Urwah bin Mas'ud ats-Tsaqafi, dan melahirkan setidaknya satu putra, Dawud.[3]:589 Suami keduanya adalah Al-Mughirah bin Syu'bah.[1]:169
  6. Atikah binti Abi Uzaihir[3]:189 dari suku Daus.[6]:220
    1. Anbasah.[6]:220
    2. Muhammad.[7]

Anaknya yang lain: Ḥārits,[8] Al-Faraa,[3]:214 Azzah.[9]

Penentangan terhadap Islam

sunting

Abu Sufyan adalah kepala suku Bani Abdu Syams, salah satu dari cabang suku Quraisy. Ia adalah salah satu pemimpin utama Quraisy dan orang terpandang di Makkah. Bagi Abu Sufyan, Muhammad dan kaum muslim dipandang sebagai ancaman terhadap tatanan sosial Makkah, dan seseorang yang bertujuan untuk kekuasaan politik serta berpaling dari dewa-dewa Quraisy.

Kekerasan yang terjadi membuat sekelompok muslim Makkah hijrah ke Habsyah untuk memperoleh perlindungan, dan putrinya yang bernama Ramlah binti Abu Sufyan adalah termasuk salah seorang di antaranya.

Konflik militer

sunting

Setelah Muhammad hijrah ke Madinah pada tahun 622, kaum Quraisy menyita barang-barang yang kaum muslim tinggalkan di Makkah. Dari Madinah, kaum muslim kemudian mulai menyerang kafilah-kafilah Quraisy yang berdagang dari Suriah ke Makkah.

Pada tahun 624, Abu Sufyan memimpin sebuah kafilah. Sebuah pasukan muslim ketika itu berusaha untuk mencegatnya, namun ia berhasil meminta bantuan dari Quraisy di Makkah. Ini adalah penyebab terjadinya Pertempuran Badar, yang kemudian berakhir dengan kemenangan kaum muslim. Di lain pihak, Abu Sufyan berhasil membawa kafilahnya pulang dengan selamat ke Makkah. Kematian beberapa pemimpin Quraisy dalam pertempuran tersebut menyebabkan Abu Sufyan menjadi pemimpin utama Makkah.

Abu Sufyan selanjutnya berperan sebagai pemimpin militer Makkah dalam peperangan melawan Madinah, antara lain dalam Pertempuran Uhud tahun 625 dan Pertempuran Khandaq tahun 627, tetapi tidak berhasil mencapai kemenangan yang menentukan. Akhirnya kedua pihak sepakat untuk melakukan gencatan senjata dengan Perjanjian Hudaibiyyah tahun 628, yang memungkinkan umat Islam untuk melakukan ziarah ke Ka'bah.

Penaklukan Mekkah

sunting

Ketika gencatan senjata tersebut dilanggar oleh suku-suku sekutu Quraisy pada tahun 630, Muhammad kemudian menggerakkan pasukan Muslim untuk menaklukkan Mekkah. Abu Sufyan yang kini merasa bahwa Quraisy sudah tidak cukup kuat untuk dapat menghalangi kaum muslim, melakukan perjalanan ke Madinah dan berusaha untuk mengembalikan perjanjian tersebut. Tidak ada kesepakatan yang berhasil dicapai antara kedua belah pihak, dan Abu Sufyan kembali ke Mekkah dengan tangan kosong. Abu Sufyan masih beberapa kali lagi melakukan perjalanan antara Mekkah dan Madinah untuk mengupayakan terjadinya penyelesaian damai.[10] Ketika penaklukan Mekkah pada akhirnya terjadi, upaya-upaya tersebut membuahkan hasil tidak adanya peperangan atau pertumpahan darah di Mekkah.

Kehidupan selanjutnya

sunting

Setelah penaklukan Mekkah, Abu Sufyan menjadi salah seorang panglima perang kaum muslim dalam peperangan selanjutnya. Dalam Pengepungan Tha'if, ia kehilangan penglihatan sebelah matanya. Abu Sufyan sedang bertugas di Najran ketika Muhammad meninggal pada tahun 632. Abu Sufyan juga berperang dalam Pertempuran Yarmuk tahun 636, di mana ia kehilangan penglihatan kedua matanya.[11][12]

Abu Sufyan meninggal dunia tahun 650 di Madinah pada usia sembilan puluh tahun. Utsman bin Affan yang telah menjadi khalifah ketiga di 644 dan merupakan kerabat Abu Sufyan adalah yang memimpin doa bagi penguburannya.

Peninggalan

sunting

Di kemudian hari, Muawiyah putra Abu Sufyan berhasil mendirikan dinasti Umayyah, yaitu dinasti muslim pertama yang memerintah dunia Islam selama seabad, antara tahun 661-750. Kaum Syi'ah memandang Abu Sufyan sebagai seorang munafik yang memeluk Islam hanya setelah penaklukan Mekkah, dan penyusup di kalangan umat Islam.[13]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f Muhammad bin Saad, Kitab al-Tabaqat al-Kabir vol. 8. Translated by Bewley, A. (1995). The Women of Madina. London: Ta-Ha Publishers.
  2. ^ Ibnu Hajar. Al-Isaba vol. 6 p. 658 #9271.
  3. ^ a b c d e Muhammad bin Ishaq. Sirat Rasul Allah. Translated by Guillaume, A. (1955). The Life of Muhammad. Oxford: Oxford University Press.
  4. ^ Ibnu Hajar. Al-Isaba vol. 5 p. 60 #6248.
  5. ^ "Hadith - Book of Divorce - Sahih al-Bukhari - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diakses tanggal 2020-11-25. 
  6. ^ a b Muhammad bin Jarir al-Tabari. Tarikh al-Rusul wa'l-Muluk. Translated by Morony, M. G. (1987). Volume 18: Between Civil Wars: The Caliphate of Mu'awiyah. Albany: State University of New York Press.
  7. ^ (Arab) Mush'ab bin Abdullah az-Zubairi, Kitab Nasab Quraisy, hlm 126
  8. ^ Nasa'i vol. 2 #1814.
  9. ^ Muslim 8:3413.
  10. ^ John Glubb, The Life and Times of Muhammad, Lanham 1998, p. 304-310.
  11. ^ Ibnu al-Atsir, Al-Kamil fi al-Tarikh, p. 393.
  12. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-02-04. Diakses tanggal 2009-09-09. 
  13. ^ www.al-islam.org