Adil adalah sebuah majalah tengah bulan (semula terbit sebagai koran) berbahasa Indonesia yang didirikan oleh Muhammadiyah Surakarta. Edisi perdananya terbit pada 1 Oktober 1932. Media ini didirikan dengan tujuan menyebarkan gagasan-gagasan Muhammadiyah serta menjadi sumber informasi yang inklusif. Redaksinya beralamat di Kartodipuran, Surakarta, Jawa Tengah.[1]

Sebagai koran, Adil awalnya dipimpin oleh Sjamsuddin Sutan Makmur, seorang mantan wartawan Pewarta Deli. Ia lalu digantikan oleh Firdaus Harun al-Rasjid dan Mohammad Isa. Setelah menjadi majalah, pemimpin redaksi Adil dijabat oleh Surono Wirohardjono selama hampir 50 tahun berikutnya.[1][2]

Sejarah sunting

Pembentukan koran Adil bermula dari Kongres Muhammadiyah ke-21 di Makassar pada Mei 1932. Saat itu, Muljadi Djojomartono, seorang pegawai kantor pos di Solo dan tokoh Muhammadiyah Surakarta, mengusulkan agar Muhammadiyah memiliki koran sendiri. Usulan ini diterima oleh Kongres Muktamar dengan catatan bahwa Muhammadiyah Surakarta akan bertanggung jawab atas penerbitannya.[1]

Setelah pulang dari Kongres, Muljadi Djojomartono mengumpulkan para tokoh dan saudagar Muhammadiyah untuk mengumpulkan modal, membentuk badan direksi, dan menyusun redaksi.[1]

Produksi majalah ini dilakukan secara manual dengan tulisan tangan karena mesin tik pada saat itu masih langka. Pada dua tahun pertamanya, Adil berproduksi dengan oplah yang terbatas karena menghadapi tantangan finansial, yakni 500 eksemplar.[2] Hasil penjualan tidak menutupi ongkos operasional. Kala itu, surat kabar harian tidak dijual eceran, tetapi langganan melalui kiriman pos atau loper ke alamat masing-masing pelanggan.[1]

Pada 1934, Sjamsuddin Sutan Makmur selaku pemimpin redaksi mengundurkan diri. Ia digantikan oleh Firdaus Harun al-Rasjid yang baru pulang dari pembuangan di Boven Digul. Namun, tak lama berselang, koran ini terkena delik pers. Dua wartawannya, Surono dan Harun, ditahan pemerintah Hindia-Belanda. Adapun Firdaus kembali dibuang ke Boven Digul untuk kali kedua. Pemimpin redaksi Adil untuk sementara dipegang oleh Mohammad Isa.[1]

Transformasi menjadi majalah sunting

Setelah mengalami berbagai krisis, Adil akhirnya berhenti beroperasi sebagai koran pada 1935. Meski demikian, Muljadi Djojomartono tetap berusaha menjaga kelangsungan penerbitan. Lewat dana yang dihimpun dari berbagai pihak, Muljadi kembali menerbitkan Adil dengan format baru pada 1936, kali ini menjadi majalah tengah bulan dengan Surono Wirohardjono sebagai pimpinan redaksi.[1]

Majalah ini memiliki ukuran 27,5 x 19,5 cm. Terbit dua kali setiap bulan pada tanggal 1 dan 15. Setiap edisinya terdiri dari empat halaman, yang meningkat menjadi 16 halaman sejak 1940.[1]

Adil memiliki beragam rubrik, mulai dari catatan editorial, cuplikan berita dalam dan luar negeri, olahraga, sejarah, kesehatan, agama, ekonomi, cerita bergambar, dan politik. Majalah ini juga menyediakan informasi terkini tentang perkembangan Perang Dunia yang sedang berlangsung pada saat itu.[1]

Penerimaan sunting

Wartawan penulis biografi Soebagijo I.N. dalam Pers Indonesia (1981) menyebut, kehadiran Adil merupakan pesaing setara bagi majalah Pandji Islam dan Pedoman Masyarakat di Medan. Majalah ini memiliki pembaca dari Sabang hingga Merauke, termasuk Singapura. Mengusung motto “Pengemban Amanat Allah-Umat", Adil menyasar pembaca dari khalayak umum, terutama kelas menengah dan kalangan atas.[1]

Rubrik sastra dalam Adil, seperti puisi, cerita pendek, dan cerita bersambung, mendapatkan tempat yang penting dan banyak dihargai oleh pembaca. Salah seorang penulis yang menjalani proses kreatifnya di majalah ini pada periode awal yakni Karim Halim.[1]

Pada masa pendudukan Jepang, Adil berhenti terbit sama sekali dan baru muncul lagi pada 23 November 1950 dengan delapan halaman. Namun, untuk beberapa lama, penerbitannya tidak stabil, terutama dari segi ukuran. Pada tahun 1956, majalah ini kembali mengalami perubahan format, ukuran kertasnya menjadi 20 x 25 cm dengan 16 halaman.

Kelangsungan majalah ini turut ditopang oleh dukungan pengurus dan anggota Muhammadiyah. Hampir seluruh pengurus Muhammadiyah di setiap kota merupakan pelanggan dan agen majalah Adil. Sementara itu, para pengirim artikel umumnya secara sukarela mengirimkan tanpa mengharapkan imbalan. Pada masa awal Orde Baru, Adil dicetak stensil. Ukurannya menjadi 28 x 21 cm dengan 32 halaman. Oplah majalah Adil mencapai 4.000 eksemplar.

Rubrik sastra Adil menunjukkan perkembangan pesat pada tahun 1970-an, terutama pada tahun 1975. Pada tahun itu, tercatat ada 6 cerita pendek, 8 buah sajak, dan 1 buah kritik dan esai. Nama-nama sastrawan yang muncul dalam majalah ini, seperti S. Harjo, M. Wiraguno, Wahyu Sumarto, Soempoennowati, Zaini Ali, Imam Sidikin, Thamzir, Rika Yst., M. Akbar, Kingking Subyarsih, Harum Ar., Mohia Sri Martha Vienata, Bagyo Sucahyo, A. Mahmud, Bambang Sutrisno, Joko Susilo, Farindi N. Abdulghofar, Noer Hamidy Th., dan Toto Yulliandy.[3]

Kemunduran sunting

Adil kembali menghadapi krisis pada dekade 1980-an, setelah pemimpin redaksinya, Surono terkena penyakit stroke. Meskipun sempat mengalami reorganisasi pada 1983, Adil akhirnya berhenti terbit pada tahun 1985.[1][3]

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f g h i j k l Pers Indonesia. Ditjen PPG Departamen Penerangan. 1981. hlm. 15–19. 
  2. ^ a b Ensiklopedi Muhammadiyah. RajaGrafindo Persada. 2005. ISBN 978-979-3654-70-6. 
  3. ^ a b "Artikel "Adil" - Ensiklopedia Sastra Indonesia". ensiklopedia.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2023-07-09.