Agen antiprotozoa adalah kelas obat yang digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan protozoa.

Golongan parafiletik, protozoa mempunyai sedikit kesamaan satu sama lain. Sebagai contoh, Entamoeba histolytica, organisme eukariotik unikont, mempunyai kekerabatannya dengan Homo Sapiens, yang juga termasuk dalam golongan filogenetik unikont, jika dibandingkan dengan Naegleria fowleri, bikont "protozoa". Sehingga, agen yang efektif untuk melawan satu patogen mungkin tidak efektif melawan yang lain.

Golongan obat antiprotozoa bisa dikelompokkan berdasarkan mekanisme kerjanya[1] atau berdasarkan dari organisme yang menyebabkan infeksi.[2] Hasil penelitian yang ada juga merekomendasikan penggunaan virus untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh protozoa.[3][4]

Penggunaan untuk medis

sunting

Agen Antiprotozoa digunakan untuk mengobati infeksi protozoa, yang disebabkan oleh amebiasis, giardiasis, cryptosporidiosis, microsporidiosis, malaria, babesiosis, trypanosomiasis, penyakit Chagas, leishmaniasis, dan toksoplasmosis.[5] Masih banyak pengobatan infeksi yang dibatasi karena toksisitasnya.[6]

Mekanisme kerja

sunting

Mekanisme dari obat antiprotozoa sendiri memiliki perbedaan dengan obat satu dengan lainnya. Misalnya, tampaknya eflornithine, obat yang digunakan untuk mengobati trypanosomiasis, menghambat ornithine decarboxylase, sedangkan antibiotik / antiprotozoal aminoglikosida yang digunakan untuk mengobati leishmaniasis dianggap menghambat sintesis protein.[7]

Contoh obat antiprotozoa

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Webster, Cynthia R. L. (2001). Clinical pharmacology. Jackson Hole, Wyo.: Teton NewMedia. ISBN 1-893441-37-7. OCLC 45461623. 
  2. ^ Trevor, Anthony J. (2008). Katzung & Trevor's pharmacology : examination & board review. Bertram G. Katzung, Susan B. Masters (edisi ke-8th ed. by Anthony J. Trevor, Bertram G. Katzung, Susan Masters). New York: McGraw Hill Medical. ISBN 978-0-07-148869-3. OCLC 271648462. 
  3. ^ Keen, Eric C (2013-07). "Beyond phage therapy: virotherapy of protozoal diseases". Future Microbiology. 8 (7): 821–823. doi:10.2217/fmb.13.48. ISSN 1746-0913. 
  4. ^ Hyman, Paul; Atterbury, Robert; Barrow, Paul (2013-05). "Fleas and smaller fleas: virotherapy for parasite infections". Trends in Microbiology. 21 (5): 215–220. doi:10.1016/j.tim.2013.02.006. ISSN 0966-842X. 
  5. ^ Khaw, M; Panosian, C B (1995-07). "Human antiprotozoal therapy: past, present, and future". Clinical Microbiology Reviews. 8 (3): 427–439. doi:10.1128/cmr.8.3.427. ISSN 0893-8512. 
  6. ^ Graebin, C.; Uchoa, F.; Bernardes, L.; Campo, V.; Carvalho, I.; Eifler-Lima, V. (2009-10-01). "Antiprotozoal Agents: An Overview". Anti-Infective Agents in Medicinal Chemistry. 8 (4): 345–366. doi:10.2174/187152109789760199. ISSN 1871-5214. 
  7. ^ Creek, Darren J.; Barrett, Michael P. (2014-01). "Determination of antiprotozoal drug mechanisms by metabolomics approaches". Parasitology. 141 (1): 83–92. doi:10.1017/S0031182013000814. ISSN 1469-8161. PMC 3884841 . PMID 23734876.