Anjing Akita

Anjing akita inu
(Dialihkan dari Akita (anjing))

Akita Inu (秋田犬, anjing akita) adalah salah satu dari anjing trah Jepang. Nama resmi jenis anjing ini adalah Akita Inu. Di luar tempat asalnya di Prefektur Akita, anjing berukuran besar ini disebut Akita Ken (juga berarti anjing akita). Jenis anjing ini tidak sama dengan American Akita.

Akita Inu

Akita Inu
Negara asal Jepang Jepang
Ciri-ciri
Jumlah anak 3-12 ekor, rata-rata 7-8 ekor
Masa hidup 11-15 tahun
Vladimir Putin dan anjingya, "Yume"

Sejarah

sunting

Akita Inu termasuk salah satu dari enam anjing trah Jepang. Anjing ini termasuk jenis anjing baru, dan baru diakui sebagai ras anjing sekitar 100 tahun yang lalu.

Akita Inu memiliki kemampuan berburu yang hebat.[1] Karena ukuran dan keberaniannya, Akita Inu menjadi anjing pemburu yang andal, dimana buruannya berupa babi hutan, rusa besar, dan beruang Yezo berukuran besar yang berada di Provinsi Akita.[2]

Moyang dari anjing petarung

sunting

Moyang Akita Inu adalah akita matagi yang dipakai untuk matagi (berburu rusa dan beruang). Pada zaman dulu, anjing berukuran besar tidak ada di Jepang. Akita Matagi adalah anjing pemburu berukuran sedang untuk berburu beruang.

Pada zaman Edo, klan Satake menguasai Provinsi Dewa bagian timur (wilayah Akita). Sebelumnya klan Satake adalah penguasa Provinsi Hitachi namun wilayah kekuasaannya ditukar dengan Provinsi Dewa setelah berpihak ke Pasukan Barat yang kalah dalam Pertempuran Sekigahara. Keshogunan Tokugawa memperlakukan klan Satake sebagai tozama daimyo yang kekuatan militernya sangat dibatasi.

Sekitar tahun 1630, klan Satake menganjurkan pengikutnya mengadakan adu anjing sebagai pelampiasan nafsu berperang. Klan Satake berintikan keluarga Satake Timur yang bermarkas di Istana Kubota. Keluarga klan Satake yang lain adalah Keluarga Barat, Keluarga Utara, dan Keluarga Selatan yang masing-masing berkedudukan di Ōtachi, Kakunodate, dan Yuzawa. Keluarga Barat yang berkedudukan di kawasan Ōtachi dikenal sebagai peternak anjing petarung hasil persilangan anjing matagi dan anjing lokal. Anjing yang mereka hasilkan disebut Ōtachi-ken (Anjing Ōtachi).

Hingga zaman Meiji, tradisi adu anjing di Jepang tidak juga hilang. Peternak terus mengawinkan anjing dari lokal dengan anjing impor berukuran besar untuk menghasilkan anjing petarung. Sekitar tahun 1897, peternak anjing di Prefektur Akita mendatangkan Tosa Inu dari Prefektur Kochi yang dikenal sebagai anjing petarung. Tosa Inu disilangkan dengan anjing impor dari Barat sehingga tubuhnya semakin bertambah besar. Seusai Perang Tiongkok-Jepang Pertama, orang Jepang yang pergi Sakhalin membawa pulang Sakhalin Husky dan Hokkaido Inu.

Di Prefektur Akita, moyang Akita Inu terus disilangkan dengan anjing impor dari Barat, di antaranya diperkirakan dengan Mastiff peliharaan insinyur Jerman di Pertambangan Kosaka. Pada pertengahan zaman Meiji, moyang anjing akita mulai disilangkan dengan Anjing Gembala Jerman dan Great Dane. Tubuh Akita Inu dilahirkan semakin lama semakin besar. Pada waktu itu, telinga tegak dan ekor melengkung yang menjadi ciri khas anjing spitz mulai hilang.

Adu anjing dilarang di Prefektur Akita sejak tahun 1908 karena dianggap merusak masyarakat. Penduduk begitu tenggelam dalam judi adu anjing sehingga pemerintah prefektur melarang adu anjing. Pelarangan adu anjing, sabung ayam, dan adu sapi di seluruh Jepang baru dilakukan Dinas Polisi Kekaisaran Jepang sejak 26 Juli 1916. Setelah adu anjing dilarang, peternak anjing dari Prefektur Akita mengalami masa suram. Anjing impor dari Barat menjadi lebih populer daripada anjing lokal. Berbagai jenis anjing campuran lahir dari persilangan dengan anjing impor dari Barat.

Gerakan pelestarian

sunting

Pada zaman Taisho, kalangan terpelajar menganggap perlu untuk melestarikan Akita Inu. Kegiatan pelestarian dipimpin wali kota Ōtachi. Pada waktu itu, gerakan pelestarian tidak dilakukan hanya terhadap anjing lokal asal Akita, melainkan juga terhadap anjing-anjing lokal dari tempat lain yang mulai bercampur dengan anjing impor dari Barat.

Pada 1919, Pemerintah Jepang mengeluarkan Undang-Undang Pelestarian Monumen Alam. Pemimpin gerakan pelestarian anjing Jepang adalah Shōzaburo Watase. Ia pergi ke kota Ōtachi untuk mempelajari kemungkinan anjing Prefektur Akita dijadikan monumen alam. Pada waktu itu, Watase tidak menganggapnya bisa dijadikan monumen alam. Pada tahun 1922, Shōzaburo Watase menerbitkan sebuah makalah tentang asal usul anjing Jepang, khususnya tentang Akita Inu.

Setelah bertambahnya minat terhadap perbaikan jenis anjing ini, Akita Inu mulai diternakkan oleh penggemar. Pada tahun 1927, wali kota Ōtachi mendirikan Perkumpulan Pelestarian Akita Inu. Pada tahun berikutnya, Perkumpulan Pelestarian Anjing Jepang didirikan di Tokyo dengan tujuan melestarikan Akita Inu, Hokkaido Inu, Shiba Inu, Kai Ken, dan Shikoku Ken.

Akita Inu akhirnya ditetapkan sebagai monumen alam Jepang pada tahun 1931. Semuanya ada 9 ekor Akita Inu yang dijadikan monumen alam, dan akita ini menjadi anjing lokal Jepang yang pertama kali dijadikan monumen alam.

Pada tahun 1932, harian Asahi Shimbun memuat berita tentang anjing jenis Akita Inu yang setia menunggu majikannya di Stasiun Ueno, Tokyo. Hachikō tidak tahu bahwa majikannya sudah meninggal dunia, dan terus menanti majikannya yang tidak kunjung pulang.[3] Berkat kisah Hachikō, semakin banyak orang yang mengenal Akita Inu.

Kesulitan pangan selama perang

sunting

Kesulitan pangan di Jepang selama Perang Tiongkok-Jepang hingga akhir Perang Dunia II menyebabkan anjing berukuran besar seperti Akita Inu berada dalam bahaya kepunahan. Jumlah Akita Inu berkurang drastis karena kurang makan dan dibunuh untuk diambil kulitnya. Anjing tidak diberi makan daging, melainkan hanya tepung dan sayuran sehingga sulit bereproduksi. Anak anjing yang lahir akhirnya mati karena kurang makan dan terkena canine distemper. Selain Anjing Gembala Jerman yang dipelihara militer untuk keperluan perang, anjing berukuran besar disita untuk dibunuh. Kulit anjing dipakai untuk keperluan seragam militer. Pecinta anjing berusaha menghindari peraturan dengan mengawinkan anjing-anjing mereka dengan Anjing Gembala Jerman. Seusai Perang Dunia II, jumlah anjing jenis Akita Inu berkurang drastis, dan tersisa dalam tiga jenis berbeda: akita matagi, akita petarung, dan akita gembala.

Usaha pemulihan anjing trah Akita Inu dilakukan dari seekor anjing bernama Kongo-go asal keturunan Provinsi Dewa. Kongo-go memperlihatkan ciri-ciri Mastiff dan Anjing Gembala Jerman. Namun penggemar menyadari ciri-ciri yang dimiliki Kongo-go bukan sebagai ciri anjing trah Jepang yang benar. Oleh karena itu, peternak berusaha menghilangkan galur trah asing. Persilangan dilakukan dengan akita matagi dengan tujuan mengembalikan trah murni. Galur murni dari trah berukuran besar berhasil distabilkan hingga menjadi Akita Inu yang dikenal sekarang.

Pemerian

sunting

Berikut ini adalah standar Akita Inu menurut Federasi Kinologi Internasional.[4]

Ciri-ciri umum

sunting

Anjing ini berukuran besar, memiliki keseimbangan tubuh dan proporsi tubuh yang baik, dan bertubuh kekar. Sifatnya tenang, setia, penurut, mudah diajar.

Perbandingan tinggi badan (diukur dari permukaan tanah sampai ke pundak) dan panjang badan (diukur dari pundak hingga titik di pantat) adalah 10: 11. Anjing betina memiliki tubuh yang lebih panjang.

Betinanya memiliki tinggi sekitar 24 sampai 26 inchi, dan jantan 26 sampai 28 inci.[3]

Kepala, telinga, moncong

sunting

Tengkorak kepala seimbang dengan tubuh. Bagian kening lebar, memiliki lipatan yang jelas namun bebas dari kerutan. Bentuk tulang dahi (stop) yang jelas.

Hidung besar dan hitam. Hanya anjing putih yang boleh sedikit kekurangan pigmen, hidung hitam lebih baik. Moncong panjang, kuat, dan lebar, sedikit mengecil ke ujung tapi tidak meruncing. Bagian antara kedua mata lurus. Gigi kuat, bagian dalam gigi atas menyentuh bagian luar gigi bawah (menggunting), dan bibir rapat.

Mata agak sipit, bentuknya hampir segitiga karena bagian sudut luar mata naik ke atas. Kedua mata berjarak agak jauh. Warna mata coklat tua, tetapi makin gelap makin bagus.

Daun telinga relatif kecil, tebal, berbentuk segitiga dengan ujung yang sedikit melengkung. Kedua telinga berjarak agar jauh. Posisi daun telinga tegak, dan condong ke depan.[3]

Leher kekar, seimbang dengan kepala, berotot, kencang tanpa lipatan kulit. Punggung lurus dan kuat, pinggang lebar dan berotot. Dada depan mengembang dengan baik, perut langsing.

Bulu ekor lebat dan dibawa di atas punggung. Bila menjuntai ke bawah, ujung ekor mencapai siku belakang. Bentuk ekornya melengkung.[3]

Gaya berlari bagaikan berpegas dan penuh tenaga.

Bulu dan warna

sunting

Bulu bagian luar kasar dan lurus, sementara bulu lapisan dalam halus dan rapat. Bagian pundak dan belakang paha ditutupi bulu yang lebih panjang. Bulu ekor lebih panjang dari bulu badan.

Warna cokelat agak kuning redup, sesame (cokelat agak kuning redup dengan ujung hitam), seperti loreng (brindle), dan putih.[4][5] Kecuali anjing warna putih, semua warna harus memiliki urajiro (bulu bagian dalam berwarna putih di moncong, pipi, rahang bawah, leher, dada, badan dan ekor, serta bagian dalam paha).

Ukuran tinggi pada pundak 67 cm, sementara betina 61 cm, masing-masing dengan toleransi 3 cm. Akita mengalami pergantian bulu 2 kali dalam setahun.[3]

Karakter dan temperamen

sunting

Terhadap anjing atau hewan lainnya, Akita Inu dapat berubah menjadi lebih agresif dan dapat menyerang mereka. Jika ada hewan peliharaan lainnya dirumah, seperti ikan besar, reptil, kucing atau anjing lainnya, maka pemilik harus lebih waspada.[6]

Akita Inu memiliki insting sebagai anjing penjaga dan selalu mencoba untuk melindungi keluarganya dari ancaman ataupun orang asing.[6] Akita Inu merupakan anjing peliharaan yang setia.[6] Akita merupakan anjing yang cerdas dan juga memiliki sifat diskriminatif.[3]

Perawatan

sunting

Akita Inu memiliki bulu yang panjang dan tebal, maka ia membutuhkan perhatian yang banyak.[1] Ia harus dimandikan untuk menghindari kerontokan lapisan bulu yang tahan air.[1] Akita Inu berganti bulu pada musim tertentu.[1]

Matanya harus dibersihkan untuk mencegah kotoran.[1] Akita Inu diketahui berganti bulu setiap 2 tahun sekali.[1] Beberapa pemilik memilih untuk tidak mendandani Akita mereka terlalu sering.[1] Bulu Akita Inu tidak perlu digunting ataupun dipangkas.[1]

Latihan

sunting

Memiliki pekarangan yang besar dan berpagar merupakan kondisi yang cocok bagi aktivitas akita.[3] Akita merupakan tipe anjing yang kuat, dan dengan mudah dapat menarik kereta barang maupun menghadapai aktivitas yang berat.[3] Tetapi, bagaimanapun juga penting bagi akita yang masih berusia 18 bulan untuk tidak menarik beban yang berat, karena sendi dan tulang mereka masih belum berkembang dengan baik.[3]

Penting juga untuk membiarkan mereka berlatih sendiri.[3] Akita suka melompat, berlari dan bermain saat ia menginginkannya.[3] Mereka juga suka bermain dengan anak-anak, berlarian dan berkeliling.[3]

Akita seperti halnya anjing jenis lain, mereka menyukai berbagai jenis variasi latihan, yang tidak rutin sama setiap harinya.[3] Akita inu juga merupakan perenang yang baik.[3] Hindari akita untuk berenang saat cuaca dingin, karena bulu mereka akan sulit untuk kering saat temperatur bertambah dingin.[3]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h "Akita Inu". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-02-17. Diakses tanggal 2010-04-30. 
  2. ^ "Akita". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-18. Diakses tanggal 2008-12-08. 
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o (Inggris)About the Akita Diarsipkan 2011-06-01 di Wayback Machine.
  4. ^ a b "FCI-Standard Nー255/ 02. 04. 2001 / GB". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-05. Diakses tanggal 8 December 2008. 
  5. ^ Akita-Inu
  6. ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Akita

Pranala luar

sunting