Ana Deo

(Dialihkan dari Ana deo)


Ana Deo adalah patung yang merupakan salah satu benda pusaka etnik Lio Ende. Masyarakat Lio ini berdiam di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).[1] Ana Deo berkaitan erat dengan kepercayaan asli masyarakat Lio. Patung Ana Deo merupakan simbol dari nenek moyang atau orang tua asal mereka[1]

Ragam bentuk patung Ana Deo

Simbol Kesakralan sunting

Ana Deo menyimbolkan kehadiran leluhur atau nenek moyang. Patung ini dianggap sangat sakral dan mempunyai kekuatan magis. Patung leluhur Ana Deo dipercaya dapat menjaga penduduk desa di Flores dari roh jahat.

Patung ini biasanya disimpan di bubungan rumah tinggal dan rumah adat orang Lio. Rumah adat yang khusus menyimpan benda-benda pusaka ini dinamakan Keda.[2]

Setiap hari pemilik memberi ‘makan’ berupa sesajian kepada nenek moyang. Caranya dengan mengambil makanan yang akan disantap hari itu kemudian disajikan dan ditaruh di depan patung.

Menurut tradisi yang berkembang di masyarakat, patung Ana Deo sebenarnya terbuat dari bahan kayu. Namun, setelah bencana, patung itu hilang. Masyarakat kemudian mengganti patung itu dengan patung lain yang terbuat dari bahan logam perunggu.[1]

Ana Deo merupakan sepasang patung yang terdiri atas laki-laki dan perempuan. Patung tersebut adalah patung suami dan istri. Bentuk kedua patung ini berbeda di setiap suku.

Penemuan Ana Deo sunting

Salah satu patung Ana Deo yang sempat menghilang selama 10 tahun akhirnya berhasil ditemukan.[3] Ana Deo yang hilang karena dicuri itu merupakan patung perempuan dari etnik Lio.

Patung dengan ukuran panjang sekitar 80 sentimeter berbahan kayu itu mempunyai bentuk dalam posisi berdiri dan polos. Pada bagian dada terlihat ukiran payudara, terdapat pula penutup kepala, dan bentuk kedua tangan terentang ke depan seolah hendak menerima bahan persembahan atau sesaji.[2]

Pada September 2011, patung itu ditemukan di daerah muara di Pantai Nanganesa, Kabupaten Ende, di Flores, NTT. Seorang penambang pasir asal Desa Nanganesa menemukan Ana Deo itu saat sedang memilih batu.

Ana Deo yang ditemukan itu diperkirakan berusia 40 tahun.[4] Utusan masyarakat adat dari Desa Wolomasi, Kecamatan Detusoko, Ende, mengonfirmasi hal itu setelah memastikan apakah patung itu adalah benda pusaka milik suku mereka.

Berdasarkan ciri-ciri yang mereka amati dan cermati, patung Ana Deo itu pun diyakini sebagai milik mereka yang pernah hilang. Ciri khas yang paling menonjol adalah adanya pahatan semacam batu pijakan di bawah kedua telapak kaki patung dan di atas kepalanya terdapat Beka Weti. Beka Weti adalah sejenis tempat atau kotak kecil untuk menaruh sirih pinang.

Setelah pertemuan utusan Wolomasi dengan para tokoh dan masyarakat adat setempat, akan diadakan upacara adat khusus. Ritual ini digelar sebagai tanda pelepasan patung sekaligus pengambilan sumpah adat bahwa patung itu benar-benar milik suku di Wolomasi. JIka sumpah tidak diucapkan tidak benar, akan ada risiko gaib yang menimpa masyarakat.[4]

Banyak suku Lio yang kehilangan patung Ana Deo karena dicuri orang. Pencurian patung Ana Deo ini berkaitan dengan maraknya transaksi ilegal barang-barang kuno dan tradisional. Benda-benda pusaka yang dicuri, termasuk patung Ana Deo ini kemungkinan akan dibawa dan dijual ke luar NTT melalui jalur laut.[2] Benda-benda tersebut biasanya dijual ke pembeli yang berminat, terutama kolektor barang antik.

Pameran sunting

Pada Oktober 2017, patung Ana Deo menjadi salah satu benda yang dipamerkan di Europalia dengan tema Ancestors and Rituals.[5] Europalia adalah festival kebudayaan dan seni Indonesia di Eropa.

Festival Europalia ini pertama kali diadakan di Gedung Pertunjukan Bozaar, Belgia dan dibuka oleh Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla.[5] Beragam kegiatan disuguhkan dalam festival ini, dari mulai pameran barang seni, sastra, pemutaran film, pertunjukan seni, hingga pertemuan bisnis antarpengusaha. Selain di Belgia, pameran ini akan berlangsung juga di Inggris, Jerman, Prancis, Polandia, Belanda, dan Austria.

Referensi sunting