Aneksasi Yerusalem Timur oleh Israel
Aneksasi Yerusalem Timur oleh Israel, dikenal oleh orang Israel sebagai penyatuan kembali Yerusalem,[1][2][3] merujuk kepada pendudukan yang dilakukan oleh Israel di Yerusalem Timur selama Perang Enam Hari di tahun 1967, beserta aneksasinya.[4] Yerusalem sebenarnya ingin dijadikan sebuah kota yang terpisah dan internasional melalui rencana pemisahan PBB tahun 1947, tetapi kemudian dipisahkan melalui perang tahun 1948 yang diikuti dengan deklarasi kemerdekaan Israel. Persetujuan Gencatan Senjata 1949 menghasilkan bagian barat kota untuk Israel, sedangkan bagian timurnya, terdapat Kota Lama yang terkenal, di bawah kontrol Yordania.[5][a] Pada tahun 1950, Yordania menganeksasi Yerusalem Timur sebagai bagian dari aneksasi Tepi Barat yang lebih besar lagi.
Israel menduduki Yerusalem Timur pada Perang Enam Hari tahun 1967; sejak saat itu, seluruh kota berada di bawah kontrol Israel. Di Israel, penyatuan kembali Yerusalem dirayakan dan diperingati sebagai Hari Yerusalem, hari libur tahunan. Pada bulan Juli 1980, Knesset mengesahkan Hukum Yerusalem sebagai bagian dari Hukum Dasar negara, yang menyatakan Yerusalem sebagai kota yang bersatu dan berstatus ibu kota Israel, memformalisasi aneksasinya yang efektif.[7] Dewan Keamanan PBB menyatakan hukum ini sebagai hukum "yang batal dan tidak berlaku" dalam Resolusi 478 Dewan Keamanan PBB.
Lihat pula
suntingCatatan
sunting- ^ "Both states treated the respective sectors of Jerusalem under their effective control as forming an integral part of their state territory between 1948 and 1967, and each recognized the other's de facto control in their respective sectors by the signature of the 1949 Jordan-Israel General Armistice Agreement."[6]
Rujukan
sunting- ^ Efrat, Elisha; Noble, Allen G. (1988-11-01). "Problems of reunified Jerusalem". Cities (dalam bahasa Inggris). 5 (4): 326–332. doi:10.1016/0264-2751(88)90022-4. ISSN 0264-2751.
- ^ Romann, M. (1978-11-01). "Jerusalem since 1967: A profile of a reunited city". GeoJournal (dalam bahasa Inggris). 2 (6): 499–506. doi:10.1007/BF00208589. ISSN 1572-9893.
- ^ Kershner, Isabel (2017-06-25). "50 Years After War, East Jerusalem Palestinians Confront a Life Divided". The New York Times (dalam bahasa Inggris). ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 2022-05-28.
- ^ The Legal Status of East Jerusalem (PDF) (Laporan). Norwegian Refugee Council. 2013. hlm. 9.
Immediately after the 1967 War the Government of Israel unilaterally annexed about 70,500 dunams (approximately 17,400 acres) of the Jordanian Jerusalem and West Bank land to the municipal boundaries of West Jerusalem. In addition to the areas of Jerusalem that had previously been controlled by Jordan (approximately 6,500 dunams), the annexed lands included an additional 64,000 dunams, most of which belonged to 28 Palestinian villages in the West Bank; the remaining annexed lands were within the municipal boundaries of Bethlehem and Beit Jala. With this annexation, the total area of Jerusalem tripled, making Jerusalem Israel’s largest city, in both territory and population. This annexed territory is known today as "East Jerusalem".
- ^ Hasson, Shlomo (2000). "A Master Plan for Jerusalem: Stage One – the Survey". Dalam Maʻoz, Moshe; Nusseibeh, Sari. Jerusalem: Points Beyond Friction, and Beyond. Kluwer Law International. hlm. 15–24. ISBN 978-90-411-8843-4. OCLC 43481699. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 May 2021. Diakses tanggal 31 August 2017.
- ^ Korman, Sharon (1996). The Right of Conquest: The Acquisition of Territory by Force in International Law and Practice. Oxford University Press. hlm. 251. ISBN 978-0-19-158380-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 May 2021. Diakses tanggal 23 December 2018.
- ^ "Basic Law: Jerusalem, Capital of Israel". Israel Ministry of Foreign Affairs. 30 July 1980. Diakses tanggal 2 April 2007.