Ketidakkekalan (Pāli: anicca; Sanskerta: अनित्य anitya; Tionghoa: 無常 Pinyin: wúcháng; Jepang: 無常 Romaji mujō; Thai: อนิจจัง anitchang) adalah salah-satu ajaran terpenting dan merupakan satu dari Tiga Karakteristik dalam Agama Buddha, dua yang lainnya adalah Ketidakpuasan (Dukkha) dan Tanpa-Roh (Anatta). Istilah ini menggambarkan pendapat Agama Buddha bahwa segala keberadaan yang berkondisi, tanpa pengecualian, berada dalam perubahan terus menerus. Tidak kekal.

Ketidakkekalan sunting

Menurut ajaran ketidak-kekalan, tubuh manusia mengalami perubahan terus menerus dalam proses penambahan usia, lingkaran lahir dan kelahiran kembali (samsara), dan pada kesempatan tertentu akan kematian. Hal ini mencakup seluruh mahluk hidup dan lingkungan mereka termasuk dewa-dewi. Sang Buddha mengajarkan bahwa semua gejala yang bersyarat tidaklah kekal, keterikatan akan hal ini menjadi penyebab akan penderitaan (dukkha) dimasa mendatang.

Kejadian yang bersyarat dapat pula digunakan selayaknya; dikomposisi, dibangun, atau dibuat (diproduksi). Hal ini bertentangan dengan tidak bersyarat, tidak dikomposisi dan tidak dibuat (diproduksi) mengenai Nirwana, kenyataan yang mengenal tanpa perubahan, tanpa pembusukan atau kematian.

Ketidak-kekalan secara bersamaan dihubungkan dekat dengan pengertian akan anatta, yang mana segala sesuatu tidak memiliki sifat alami, asal usul atau diri.

Pañcakkhandha sunting

Lima agregat atau pāncakkhandha juga tunduk pada corak ketidakkekalan, sebagaimana Buddha sampaikan pada kitab suci Tipiṭaka bagian Saṁyutta Nikāya.

Dalam Seni dan Kebudayaan sunting

  • Penulis Film Agama Buddha - "Mujo" (atau yang juga dikenal dengan judul "This Transient Life") Akio Jissoji menggunakan pemahaman "Ketidak-Kekalan" dalam pemberian judul film ini.

Lihat pula sunting

Pranala luar sunting