Antiseptik atau germisida adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa.[1][2] Antiseptik berbeda dengan antibiotik dan disinfektan, yaitu antibiotik digunakan untuk membunuh mikroorganisme di dalam tubuh, dan disinfektan digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada benda mati.[2] Hal ini disebabkan antiseptik lebih aman diaplikasikan pada jaringan hidup, daripada disinfektan.[3] Penggunaan disinfektan lebih ditujukan pada benda mati, contohnya wastafel atau meja.[3] Namun, antiseptik yang kuat dan dapat mengiritasi jaringan kemungkinan dapat dialihfungsikan menjadi disinfektan contohnya adalah fenol yang dapat digunakan baik sebagai antiseptik maupun disinfektan.[3][4] Penggunaan antiseptik sangat direkomendasikan ketika terjadi epidemi penyakit karena dapat memperlambat penyebaran penyakit.[5]

Larutan antiseptik iodin yang dioleskan ke luka.

Efektivitas sunting

Efektivitas antiseptik dalam membunuh mikroorganisme bergantung pada beberapa faktor, misalnya konsentrasi dan lama paparan.[6] Konsentrasi memengaruhi adsorpsi atau penyerapan komponen antiseptik.[7] Pada konsentrasi rendah, beberapa antiseptik menghambat fungsi biokimia membran bakteri, tetapi tidak akan membunuh bakteri tersebut.[7] Ketika konsentrasi antiseptik tersebut tinggi, komponen antiseptik akan berpenetrasi ke dalam sel dan mengganggu fungsi normal seluler secara luas, termasuk menghambat biosintesis(pembuatan) makromolekul dan persipitasi protein intraseluler dan asam nukleat (DNA atau RNA).[7] Lama paparan antiseptik dengan banyaknya kerusakan pada sel mikroorganisme berbanding lurus.[7]

Jenis-jenis sunting

Mekanisme kerja antiseptik terhadap mikroorganisme berbeda-beda, misalnya saja dengan mendehidrasi (mengeringkan) bakteri, mengoksidasi sel bakteri, mengkoagulasi (menggumpalkan) cairan di sekitar bakteri, atau meracuni sel bakteri.[4] Beberapa contoh antiseptik diantaranya adalah hydrogen peroksida, garam merkuri, boric acid, dan triclosan.[3][4][7]

Hidrogen peroksida sunting

Hidrogen peroksida (H2O2) adalah agen oksidasi, merupakan antiseptik kuat namun tidak mengiritasi jaringan hidup.[3][4] Senyawa ini dapat diaplikasikan sebagai antiseptik pada membrane mukosa.[4] Kelemahan dari zat ini adalah harus selalu dijaga kondisinya karena zat ini mudah mengalami kerusakan ketika kehilangan oksigen.[4]

Garam merkuri sunting

Senyawa ini adalah antiseptik yang paling kuat. Merkuri klorida (HgCl) dapat digunakan untuk mencuci tangan dengan perbandingan dalam air 1:1000.[4] Senyawa ini dapat membunuh hampir semua jenis bakteri dalam beberapa menit.[4] Kelemahan dari senyawa ini adalah berkemungkinan besar mengiritasi jaringan karena daya kerja antimikrobanya yang sangat kuat.[4]

Asam Borat sunting

Asam Borat merupakan antiseptik lemah, tidak mengiritasi jaringan.[4] Zat ini dapat digunakan secara optimum saat dilarutkan dalam air dengan perbandingan 1:20.[4]

Triclosan sunting

 
struktur kimia triclosan

Triclosan adalah antiseptik yang efektif dan populer, bisa ditemui dalam sabun, obat kumur, deodoran, dan lain-lain.[7] Triclosan mempunyai daya antimikroba dengan spektrum luas (dapat melawan berbagai macam bakteri) dan mempunyai sifat toksisitas minim.[7] Mekanisme kerja triclosan adalah dengan menghambat biosintesis lipid sehingga membran mikrob kehilangan kekuatan dan fungsinya.[7]

Iodin sunting

Iodin khususnya dalam bentuk Iodin povidon merupakan antiseptik yang bekerja dengan cara menghancurkan sel kuman yang menyebabkan kuman menjadi tidak aktif. Selain tersedia dalam bentuk cairan pembersih yang digunakan pada kulit, iodin povidon juga bisa ditemukan dalam bentuk tetes mata, vaginal douche, obat kumur, atau semprotan.[8] Keberadan iodin sebagai antiseptik ramai diperbincangkan karena dianggap mampu menurunkan penularan Covid-19 namun penelitian ini masih perlu digali lebih dalam.[9] Sebagai antiseptik, Povidon iodin digunakan dalam perawatan luka sebagai cara untuk mencegah dan mengobati infeksi pada berbagai luka akut dan kronis.[10]

Chlorhexidine sunting

Chlorhexidine termasuk ke dalam golongan obat antiseptik. Obat ini bekerja dengan cara membunuh dan mencegah pertumbuhan bakteri.[11] Cairan kumur klorheksidin dapat mengurangi terjadinya alveolar osteitis pasca pencabutan gigi. Klorheksidin sebagai cairan kumur dapat digunakan dalam bentuk spray atau gel untuk infeksi sekunder pada ulser mukosa dan untuk mencegah gingivitis, sebagai tambahan untuk pemeliharaan kesehatan mulut.[12]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ Levinson W. 2008. Review of Medical Microbiology & Imunology, Tenth Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
  2. ^ a b Madigan MT, Martinko JM, Brock TD. 2006. Brock Biology of Microorgnisms. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
  3. ^ a b c d e Jain M. 2004. Competition Science Vision. India: Pratiyogita Darpan.
  4. ^ a b c d e f g h i j k Havard CMH. 1990. Black’s Medical Dictionary 36th Edition. USA: Barnes & Noble Books.
  5. ^ [KSBH] Kansas State Board of Health. 2008. Annual Report of The State Board of Health of The State of Kansas. USA: BiblioBazaar LLC.
  6. ^ Block SS. 2001. Disinfection, Sterilization, and Preservation 5th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
  7. ^ a b c d e f g h Franklin TJ, Snow GA. 2005. Biochemistry and Molecular Biology of Antimicrobial Drug Action 6th Edition. New York: Springer Science & Business Media Inc.
  8. ^ "Povidone Iodine". Alodokter. 2015-10-05. Diakses tanggal 2021-03-25. 
  9. ^ Stathis, Christopher; Victoria, Nikolas; Loomis, Kristin; Nguyen, Shaun A.; Eggers, Maren; Septimus, Edward; Safdar, Nasia (2021-01). "Review of the use of nasal and oral antiseptics during a global pandemic". Future Microbiology. 16: 119–130. doi:10.2217/fmb-2020-0286. ISSN 1746-0921. PMC 7842245 . PMID 33464122 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  10. ^ Flynn, James (2003-06). "Povidone-iodine as a topical antiseptic for treating and preventing wound infection: a literature review". British Journal of Community Nursing. 8 (6 Suppl): S36–42. doi:10.12968/bjcn.2003.8.Sup2.11555. ISSN 1462-4753. PMID 12819593. 
  11. ^ "Chlorhexidine". Alodokter. 2015-11-27. Diakses tanggal 2021-03-25. 
  12. ^ "12.3.4 Cairan Kumur | PIO Nas". pionas.pom.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-04-23. Diakses tanggal 2021-03-25.