Mohammad Atho' Mudzhar

guru besar di UIN Jakarta (Doktor Pengkajian Islam)
(Dialihkan dari Atho Mudzhar)

Prof. Dr. H. Mohammad Atho' Mudzhar (lahir 20 Oktober 1948) adalah seorang akademisi Indonesia.

Mohammad Atho' Mudzhar
Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 8
Masa jabatan
1997 – 2001
Penjabat Rektor IAIN Imam Bonjol
Masa jabatan
2006 – 2007
Informasi pribadi
Lahir20 Oktober 1948 (umur 76)
Kota Serang, Jawa Barat (sekarang Banten), Indonesia
PekerjaanAkademisi
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Pendidikan

sunting

Dia melanjutkan studinya di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai mahasiswa tugas belajar dari Departemen Agama, tamat tahun 1975. Tahun 1972-1975, ia mengajar di PGAN Cijantuk Jakarta Timur selama 4 tahun. Mulai akhir tahun 1975, ia pindah tugas ke Badan Litbang Departemen Jakarta Timur. Tahun 1977, selama 11 bulan ia mengikuti program latihan penelitian ilmu-ilmu sosial di Universitas Hasanudin Ujung Pandang. Tahun 1978, ia tugas belajar ke Australia untuk mengambil master of sosial and development pada Universitas Of Queensland Brisbane, ia tamat pada tahun 1981. Pada tahun 1986, ia melanjutkan studinya di University Of California Los Angles di Amerika, dan pertengahan tahun 1990, ia menyelesaikan studinya dengan meraih gelar Doctor of Philosophy dan Islamic. Pada tahun 1991-1994, ia menjabat sebagai derektur pembinaan pendidikan agama Islam pada sekolah umum negeri Departemen Agama. Pada tahun 1994-1996, ia menjadi derektur pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama. Pada tahun 1996, ia menjadi Rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ia juga mengajar dibeberapa perguruan tinggi untuk program pasca sarjana, baik yang ada di Yogyakarta maupun di Jakarta

Persoalan Kegelisahan Akademik

sunting

Reaktualisasi hukum Islam dapat dilakukan melalui pemberdayaan fiqh bila: Pertama, fiqh dipahami sebagai produk pemikiran manusia yang diposisikan sebagai perangkat untuk menyelesaikan masalah-masalah ibadah, sosial dan kehidupan manusia pada umumnya. Karena itu fiqh harus dinamis dalam merespon fenomena-fenomena sosial, bila Islam tidak ingin dianggap seperti baju yang akan dipakai jika dibutuhkan. Kedua, umat Islam secara tegas dapat membedakan antara ad-din dan al-afkar al-diniyah. Sementara beberapa kalangan umat Islam di dunia sering kali tidak bisa membedakan antara ad-din dengan al-afkar ad-diniyah. Mereka sering keliru menganggap fiqh sebagai ad-din (hukum tuhan) sebegaimana layaknya As-Sunnah dan Al-Qur’an. Padahal hakika fiqh adalah bagian dari al-afkar ad-diniyah yakni merupakan hasil kerja keras pemikiran mujtahid dalam memberikan kepastian hukum bagi masalah yang tidak ditemukan nash hukumnya secara qath’i baik dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah. Adanya kecenderungan elevasi (peningkatan) kedudukan bagi fiqh dikarenakan tidak adanya kesadaran umat Islam bahwa fiqh merupakan produk pemikiran manusia yang bias saja mengalami perubahan karena berubahnya situasi dan kondisi. Ketiga, wahyu tetap dijadikan sebagai acuan hukum Islam (fiqh) dan tidak ada kerancuan persepsi terhadap fiqh, hal ini menjadikan pemikiran hukum Islam berada di antara kekuatan akal dan wahyu yang saling tarik menarik dan akibatnya sulit dibedakan antara pengaruh sosio cultural dan politik terhadap hukum Islam.

Referensi

sunting
  1. ATHO' MUDZHAR
Jabatan akademik
Didahului oleh:
Prof. Dr. Simuh
Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
1996 - 2001
Diteruskan oleh:
Prof. Dr. HM. Amin Abdullah
Didahului oleh:
Maidir Harun
Penjabat Rektor IAIN Imam Bonjol
2006—2007
Diteruskan oleh:
Sirajuddin Zar