Basa Ampek Balai adalah sebuah dewan menteri yang terdiri dari empat orang pembesar dalam sistem pemerintahan Kerajaan Pagaruyung. Menurut A.A. Navis struktur Basa Ampek Balai merupakan pembantu raja, tiruan dari struktur pemerintahan kerajaan Majapahit.[1]

Etimologi sunting

Secara harfiah, Basa Ampek Balai bermaksud empat orang pembesar yang memiliki balai pertemuan (Balairuang atau Balerong) yang berfungsi dalam menjalankan tugas pemerintahan.

Struktur sunting

Berdasarkan Tambo Minangkabau, dalam struktur pemerintahan kerajaan Pagaruyung, terdapat Rajo Tigo Selo yang dibantu oleh Basa Ampek Balai yang terdiri dari:[2]

  1. Bandaro di Sungai Tarab
  2. Indomo di Suruaso
  3. Makhudum di Sumaniak
  4. Tuan Gadang di Batipuh

Kemungkinan pengaruh Perang Padri serta kemudian pemberontakan Batipuh tahun 1841, Kedudukan Tuan Gadang pada beberapa versi Tambo Minangkabau digantikan oleh Tuan Kadi di Padang Ganting. Ketika serangan Kaum Padri tahun 1815 di Kototangah, anak Yang Dipertuan Pagaruyung terbunuh, Raja Pagaruyung sendiri terpaksa melarikan diri ke Lubukjambi. Kemungkinan para Basa Ampek Balai juga ikut terbunuh kecuali Tuan Gadang di Batipuh.

Struktur ini juga digunakan oleh Kerajaan Siak Sri Inderapura dengan nama Datuk Yang Empat yang terdiri dari Datuk Kampar, Datuk Tanah Datar, Datuk Limapuluh, dan Datuk Pesisir. Sementara pada Kerajaan Negeri Sembilan dikenal dengan istilah Undang Yang Ampat. Di Kerajaan Inderapura dikenal dengan Rajo nan Ampek (4 orang yang bergelar raja; Raja Airhaji, Raja Bungo Pasang, Raja Kambang, Raja Palangai).

Tugas dan wewenang sunting

Setiap Basa, mempunyai perangkat sendiri untuk mengurus masalah-masalah daerah kedudukannya. Masing-masing membawahi beberapa orang datuk di daerah tempat kedudukannya, tergantung kawasannya masing-masing. Setiap Basa diberi wewenang oleh raja untuk mengurus wilayah-wilayah tertentu, untuk memungut pajak atau cukai yang disebut ameh manah.

Cara kerja Basa Ampek Balai yang agak lengkap diterangkan dalam kaba Cindua Mato,[butuh rujukan] sebuah kaba yang dianggap sebagai legenda, bahkan juga ada yang menganggapnya sebagai bagian dari sejarah kerajaan Pagaruyung. Di dalam kaba Cindua Mato, Basa Ampek Balai mempunyai peranan yang cukup penting dalam menentukan sebuah keputusan yang akan diambil oleh raja Minangkabau. Menurut kaba tersebut, Basa Ampek Balai dapat diangkat dan diberhentikan oleh Bundo Kanduang atau raja Minangkabau. Kekuasaan dan kebesaran mereka semua berkat pemberian dan keizinan Bundo Kanduang.[butuh rujukan]

Rujukan sunting

  1. ^ Navis, A.A., (1984), Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau, Jakarta: PT Grafiti Pers.
  2. ^ Batuah, A. Dt. & Madjoindo, A. Dt., (1959), Tambo Minangkabau dan Adatnya, Jakarta: Balai Pustaka.

Pranala luar sunting