Batara Cakra adalah tokoh dalam lakon pewayangan Jawa. Dalam kisah pewayangan, diceritakan bahwa ia adalah dewa yang menguasai hampir seluruh seluk-beluk dan pengetahuan di Tribuana, yaitu Jagat Mayapada (dunia kedewatan), Jagat Madyapada (dunia makhluk halus) dan Jagat Arcapada (dunia fana/ dunia manusia di Bumi.[1]

Cakra berarti sebuah bentuk lingkaran, sebuah kesinambungan, keserasian.[2] Batara Cakra adalah seorang bangsa Dewa yang selalu memperhatikan keserasian, kesetimbangan, dan kesinambungan kehidupan di dunia wayang.[2]

Riwayat sunting

Batara Cakra merupakan putra sulung dari Sang Hyang Manikmaya dengan permaisuri kedua Umarakti/Umaranti.[1] Batara Cakra mempunyai dua orang adik kandung bernama Sang Hyang Mahadewa dan Sang Hyang Asmara.[1] Batara Cakra juga mempunyai enam saudara seayah lain ibu, putra Dewi Umayi, masing-masing bernama, Sang Hyang Sambu, Sang Hyang Brahma, Sang Hyang Indra, Sang Hyang Bayu, Sang Hyang Wisnu, dan Sang Hyang Kala.[1]

Tugas sebagai Dewa sunting

Cakra merupakaan seorang cendikiawan yang teliti dan memupunyai sifat untuk menjadi dewa, karena pengetahuan dan sifat-sifatnya itu Batara Cakra diberi tugas sebagai pujangga kahyangan, dan juga ditetapkan sebagai pendamping pribadi Sanghyang Manikmaya (ayahnya), sedangkan Batara Ganesya atau Batara Gana sama-sama mempunyai tugas membina kesustraan dan ilmu pengetahuan.[1][3] Batara Gana sebagai lambang dewa pengetahuan dan pendidikan.[1] Hyang Cakradewa sebagai lambang dewa sastra dan budaya.[1]

Oleh Sang Hyang Manikmaya, Batara Cakra dipercaya memberikan anugerah dewa berupa pustaka kepada umat di Arcapada, seperti Pustakan Kalimasada kepada Prabu Puntadewa, Raja Amarta dan Kitab Pustaka Jitapsara kepada Begawan Parasara dari pertapaan Retawu.[1] Batara Cakra juga dipercaya untuk memberikan anugrah Dewa berupa surat antara lain seperti, Kalimasada kepada Prabu Puntadewa dan jitapsara kepada Bagawan parasara.[3] Sang Hyang Cakra pula yang ditugaskan memberi wejangan kepada Brahmana Sutiksna, brahmana suci di Gunung Citrakuta/Kutarunggu mengenai ilmu ketatanegaraan dan doktrin kepemimpinan yang disebut Asthabrata.[1] Oleh Brahmana Sutiksan Asthabrata kemudian diajarkan kepada Ramawijaya.[1] Ajaran Asthabrata itu juga diberikan Begawan Kesawasidi kepada Arjuna.[1] Dengan tugas-tugas yang dilakukan oleh Batara Cakra sangat paham tentang seluk beluk Tribuwana.[3] Selama hidupnya Batara Cakra tetap mengabdikan diri kepada ayahnya Syanghyang Manikmaya.[3] Batara Cakra juga selalu mencatat segala pembicaraan dan perintah Batara Guru dan disimpan di dalam pembendaharaan kedewataan.[3] Batara Guru adalah tokoh dewa yang merupakan raja dewa-dewa dalam cerita wayang, anak Sanghyang Tunggal dengan Dewi Wirandi. Menjadi raja di tiga buana (Mayapada, Madyapada, dan Arcapada) dan tokoh wayang Batara guru digambarkan mempunyai 4 tangan, berwarna biru dan bercaling.[4][5]

Sifat-sifat sunting

Berikut ini merupakan sifat-sifat dari Batara Cakra:[1]

  1. Teliti
  2. Teguh pendiriannya
  3. memiliki hati yang bersih dan cermat

Karya sunting

Karya Batara Cakra atau kerap di panggil Cakradewa yang terkenal adalah Serat Pustaka Jamus Kalimasada dan Jitapsara.[6] Jamus Kalimasada dianugrahkan kepada Puntadewa, Jitapsara dianugrahkan kepada Resi Palasara.[6]

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f g h i j k l Heru S Sudjarwo, Sumari, Undung Wiyono (2010). Rupa & Karakter Wayang Purwa Dewa, Ramayana, Mahabarata. Jakarta: Kakilangit Kencana. hlm. 86. ISBN 9786028556262. 
  2. ^ a b Pitoyo. "Batara Cakra". Diakses tanggal 7 Mei 2014. 
  3. ^ a b c d e R. Rio Sudibyoprono (1991). Ensiklopedi Wayang Purwa. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 136. ISBN 9799240034. 
  4. ^ "Batara guru Tokoh Wayang". Diakses tanggal 7 Mei 2014. [pranala nonaktif permanen]
  5. ^ "Cinta wayang, Adinia Wirasti belajar dari tokoh Batara Guru". Diakses tanggal 7 Mei 2014. 
  6. ^ a b "Cakra, Batara". Diakses tanggal 7 Mei 2014.