Batu mulia adalah segala jenis bahan sekeras batu namun indah yang digunakan untuk membuat perhiasan. Pembentukan batu mulia terjadi secara alami dalam waktu yang sangata lam hingga ratusan juta tahun. Perbedaan jenis batu mulia ditentukan oleh warna, bentuk dan tingkat kekerasannya. Penemuan awal batu mulia di sungai dan pantai, namun kemudian mulai ditambang. Beberapa jenis batu mulia adalah akik, batu kecubung, intan, korundum dan obsidian. Produk yang dihasilkan dari batu mulia adalah permata. Perdagangan batu mulia telah ramai sejak awal abad ke-17 dan mencapai seluruh wilayah di dunia sejak akhir abad ke-19.

Konsep sunting

Batu mulia adalah batu yang sifatnya dimuliakan.[1] Jenis bahan yang termasuk dalam batu mulia adalah segala jenis bebatuan, mineral, dan bahan mentah dari alam yang memiliki keindahan dan ketahanan sebagai perhiasan setelah diolah dan diproses menjadi barang.[2]

Pembentukan dan ciri-ciri sunting

Pembentukan batu mulia memerlukan waktu ribuan hingga ratusan juta tahun. Batu mulia terbentuk sebagai hasil perpaduan dari tekanan , suhu dan kandungan mineral di dalam Bumi. Proses pembentukannya menghasilkan batu mulia dengan beragam warna. Ciri-ciri dari batu mulia diamati berdasarkan warna, bentuk dan tingkat kekerasan dari unsur mineral yang membentuknya.[1]

Tingkat kekerasan sunting

Tingkat kekerasan dari tiap jenis batu mulia sangat berbeda. Pengukuran tingkat kekerasan tiap jenis batu mulia dapat dilakukan dengan sederhana dengan menggigitnya. Apabila terdapat retakan atau pecahan akibat gigitan, maka batu yang digigit bukanlah batu mulia. Pengukuran tingkat kekerasan juga dapat dilakukan menggunakan peralatan canggih bernama jarum uji permata.[3]

Unsur pembentuk sunting

Batu mulia dapat terbuat dari bahan mineral dan bahan organik. Bebatuan yang terbuat dari bahan organik berasal dari hewan atau tumbuhan dan disebut sebagai batu mulia organik. Jenisnya antara lain adalah batu amber, mutiara dan cangkang.[4]

Penemuan dan penambangan sunting

Batu mulia pada awalnya hanya ditemukan dalam ukuran kerikil di sungai-sungai dan pantai-pantai. Penemuannya dalam beragam jenis warna. Perkembangan teknologi manusia membuat pertambangan batu mulia dapat dilakukan. Pertambangan batu mulia diadakan di daerah-daerah tertentu secara teratur. Penambangan diadakan oleh orang-orang Mesir Kuno di Semenanjung Sinai untuk batu pirus dan di Aswan untuk batu kecubung. Sementara itu, penduduk Mesir Kuno mengimpor batu lapis lazuli. Tempat asalnya di Badakhshan yang terletak di Afganistan.[5]

Jenis sunting

Akik sunting

Akik merupakan jenis batu mulia yang ditemukan di pertambangan batu mulia manapun di dunia. Jumlahnya juga selalu banyak.[6]

Batu kecubung sunting

Batu kecubung adalah batu mulia yang ciri utamanya adalah berwarna ungu. Variasi warna ungu pada batu kecubung mulai dari ungu kemerahan hingga ungu muda. Bentuk batu kecubung ketika ditemukan di pertambangan adalah heksagonal dengan warna transparan. Tingkat kekerasannya adalah 7,0 Skala Mohs. Batu kecubung terbentuk dari silikon dioksida dengan massa jenis 2,60–2,65 gram tiap sentimeter kubik. Awalnya, batu kecubung dijadikan sebagai bahan pembuatan gelas anggur di Yunani karena kemampuannya dalam mencegah mabuk. Batu kecubung juga telah digunakan sebagai perhiasan sejak zaman Mesir Kuno. Penambangan batu kecubung terdapat di Indonesia, Brasil, Zambia, Amerika Serikat dan Uruguay.[7]

Obsidian sunting

Obsidian memiliki sifat kompak sehingga dapat dijadikan sebagai batu mulia khususnya yang berwarna terang.[8]

Korundum sunting

Korundum adalah jenis batu mulia yang terbuat dari mineral yang tersusun dari aluminium oksida. Namanya berasal dari bahasa Hindi yaitu kurund dan kuruvinda. Sistem kristal pada korundum adalah rombohedral. Korundum yang murni akan berwarna bening. Namun setelah pencampuran dengan mineral lain, warnanya akan berubah. Mirah delima dan safir merupakan batuan yang terbentuk sebagai pencampuran korundum dengan mineral lainnya.[9]

Intan sunting

Intan merupakan batu mulia yang terbuat dari karbon. Harga dari intan ditentukan oleh tingkat transparan dan kejernihan warna kuningnya.[10] Tingkat kekerasannya adalah 10 Skala Mohs dan merupakan batu mulia dengan tingkat kekerasan yang tertinggi.[11] Intan merupakan batu mulia yang dibuat menjadi perhiasan bernama berlian. Sekitar 80% intan yang ditemukan di pertambangan di seluruh dunia memiliki kualitas yang buruk. Hanya sekitar 20% saja yang dapat dibuat menjadi berlian. Sementara itu, harga berlian yang sangat mahal hanya pada intan yang berkualitas baik. Jumlahnya hanya sekitar 1–2% dari total intan di seluruh dunia. Intan yang berkualitas buruk kemudian dijadikan sebagai bubuk untuk keperluan industri produksi. Peralatan yang dibuat menggunakan intan berkualitas buruk antara lain gergaji, bor, pisau bedah, komponen elektronik dan komponen pesawat terbang.[12]

Produk sunting

Batu permata sunting

Batu permata merupakan produk perhiasan yang dibuat melalui pengolahan dan pemolesan batu mulia. Jenis produk batu permata terbagi menjadi dua, yaitu batu permata mulia dan batu permata setengah mulia. Beberapa jenis batu permata mulia adalah mirah delima, zamrud, berlian dan safir. Tingkat kekerasannya mulai dari 7,5–10 skala Mohs. Harga jual dari batu permata mulia sangat tinggi. Sementara jenis batu permata setengah mulia adalah batu lapis lazuli, batu kecubung, batu giok, batu kuarsa, batu akik, batu bacan, batu kalimaya, batu kyanite dan batu labradorite.[1]

Perdagangan sunting

Pada awal abad ke-17 hingga akhir abad ke-19, perdagangan batu mulia telah mencapai Konstantinopel, India dan Afrika Selatan. Dari ketiga wilayah tersebut, batu mulia menyebar ke berbagai wilayah lainnya.[13] Penetapan harga untuk batu mulia memerhatikan rentang warnanya. Harga batu mulia umumnya semakin mahal jika warnanya semakin pekat dan tajam.[14] Harga batu mulia juga sebanding dengan tingkat kelangkaannya. Semakin langka suatu batu mulia, maka semakin berharga batu mulia tersebut dan semakin mahal harganya.[15]

Referensi sunting

  1. ^ a b c Fitri, Yuni Rahma (2015). 1001 Aksesori dari Batu Mulia: Ensiklopedi dan Tutorial Craft. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 5. ISBN 978-602-03-2646-7. 
  2. ^ Sujatmiko (2015). Hardiman, Intarina, ed. 100 Cerita Batu Mulia Indonesia. Jakarta: Penerbti PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 5. ISBN 978-602-03-1746-5. 
  3. ^ Arnaldo, M., dan Muslim, B. Ragam Pesona Batu Nusantara: Mengenal Jenis dan Prospek Bisnis Batu Mulia. Jakarta: Wahyumedia. hlm. 6–7. ISBN 979-795-996-1. 
  4. ^ Malam, John (2005). Raharjo, B., dan Eddy, M. H., ed. Seri Intisari Ilmu: Planet Bumi. Diterjemahkan oleh Mart, Terry. Erlangga for Kids. hlm. 33. 
  5. ^ Paramita, Mahardi (2008). Kemilau Batu Permata: Pengenalan, Asal-usul, Sifat dan Keasliannya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 12. ISBN 978-979-223-790-0. 
  6. ^ Wind, A., dan Ayub (2015). A to Z Pesona Batu Mulia. Gramedia Widiasarana Indonesia. hlm. 1. ISBN 978-602-251-953-9. 
  7. ^ Timurawan, Ag. Restu. Indahnya Kilau Batu Mulia. Wilis. hlm. 3. 
  8. ^ Sukandarrumidi (2018). Bahan Galian Industri. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm. 110. ISBN 978-979-420-449-8. 
  9. ^ Paramita, Mahardi (1999). Mengulas Tuntas Ruby dan Sapphire Beserta Synthetic dan Tiruannya. Gramedia Pustaka Utama. hlm. 14. ISBN 978-979-225-757-1. 
  10. ^ Hariyanto, S., dkk. (2016). Lingkungan Abiotik Jilid II: Mineral, Batuan, Gempa, Tanah dan Iklim. Surabaya: Airlangga University Press. hlm. 54. ISBN 978-602-7924-96-3. 
  11. ^ "Batu Cincin Bikin Pede". Iklan Pos. 82: 18. 2015. 
  12. ^ Paramita, Mahardi (2009). Emir, Threes, ed. Pedoman Lengkap Cara Menilai Berlian. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 10. 
  13. ^ Hakim, Ariful (2015). Hobi dan Investasi Batu Mulia. Jakarta: Kanaya Press. hlm. 84. ISBN 978-602-9173-39-0. 
  14. ^ Yusuf, F., dan Dewi, A. (2009). Little Pink Book. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 102. ISBN 978-979-22-4818-0. 
  15. ^ Schulz, B., Wegener, A., dan Zinner, C. (2006). Tau Gak Sih? Mengapa Langit Biru? dan Mengapa-Mengapa Lainnya yang Sering Ditanyakan Anak. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 109. ISBN 979-22-1494-1.